30 Ribu Pengrajin Tahu Tempe Gulung Tikar Gara-Gara Harga Kedelai

Sebanyak 30 ribu pengrajin tahu dan tempe memutuskan berhenti berproduksi dikarenakan harga kedelai yang tidak stabil.

oleh Tira Santia diperbarui 11 Feb 2022, 18:15 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2022, 18:15 WIB
Industri Tahu Rumahan
Pekerja memotong tahu yang baru dicetak, di sebuah industri tahu rumahan di pinggiran Jakarta, Rabu (10/7/2019). Karena populernya, tahu menjadi bagian tak terpisahkan yang ditemui di tempat makan berbagai tingkat sosial di Indonesia, bersama-sama dengan tempe. (AP Photo/Tatan Syuflana)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin, mencatat, sebanyak 30 ribu pengrajin tahu dan tempe memutuskan berhenti berproduksi dikarenakan harga kedelai yang tidak stabil.

“Perlu kami sampaikan bahwa dari data kami yang ada beberapa tahun lalu, jumlah pengrajin tahu tempe itu lebih dari 160 ribu pengrajin tempe tahu yang rumahan. Sekarang, sudah lebih kurang 20 persen atau 30 ribu pengrajin tahu tempe berhenti berproduksi,” kata Aip, dalam konferensi pers bersama Kementerian Perdagangan tentang kedelai, Jumat (11/2/2022).

Adapun pengrajin tahu dan tempe yang berhenti berproduksi pada umumnya yang jumlah produksi kedelainya sebesar 10 kg hingga 20 kg. Lantaran, keuntungan yang diperoleh mereka dari menjual tahu dan tempe tidak mencukupi untuk membeli bahan baku kedelai selanjutnya.

“Begitu jadi dan dijual mereka mau beli lagi 20 kg kedelai itu tidak mencukupi, karena harga sudah naik. Itu yang membuat mereka tidak bisa berusaha terus-menerus. Kalau yang jumlahnya 100 kg atau lebih besar itu masih bisa dikurangi produksinya, dan kadang-kadang ukurannya dikurangi untuk mencegah ini,” ujarnya.

Aip menegaskan, sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan, harga kedelai saat ini yang dipasok importir antara Rp 10.500- 11.500 dalam tempo 1 bulan ini.

“Jadi untuk itu,  harga yang landed di pengrajin tempe tahu saat ini sudah Rp 11.000 lebih, di luar pulau Jawa bisa Rp 12.000, sehingga harga daripada tahu dan tempe yang diproduksi kalau kami membeli kedelainya Rp 11 ribu lebih, kami jual 1 kg nya kira-kira Rp 11.500 per kg, itu untungnya dapat dikatakan hampir tidak ada habis,” jelasnya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Terima Kasih ke Importir

Industri Tahu Rumahan
Pekerja memproduksi tahu di sebuah industri tahu rumahan di pinggiran Jakarta, Rabu (10/7/2019). Karena populernya, tahu menjadi bagian tak terpisahkan yang ditemui di tempat makan berbagai tingkat sosial di Indonesia, bersama-sama dengan tempe. (AP Photo/Tatan Syuflana)

Oleh karena itu, Gakoptindo berterimakasih kepada importir karena pasokan bahan baku kedelai selalu ada. Sebab, jika pasokan kedelai tidak ada. Maka mereka terpaksa berhenti berproduksi tahu dan tempe.

“Anggota kami hampir 5 juta, anggota kami pengrajin tempe tahu tidak bisa produksi lagi kalau kedelainya tidak ada, karena tidak ada bahan lain untuk membuat tahu tempe, kecuali kedelai,” ungkapnya.

Kendati demikian, pihaknya meminta kepada Pemerintah agar harga kedelai ditingkat importir dapat distabilkan. Hal itu perlu dilakukan, supaya para pengrajin tidak mengalami kebingungan.

“Harga yang diatur sekarang yang disusun importir umumnya selalu naik, misalnya 1-3 hari naik lagi. Pernah dalam 1 minggu naiknya 5 kali, kami mengusulkan kepada pemerintah tolong harga kedelai itu dibuat stabil minimal sekali 1 bulan idealnya 3 bulan,” pungkas Aip. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya