Liputan6.com, Jakarta PT SiCepat Expres Indonesia akhirnya buka suara soal isu pemutusan hubungan kerja atau PHK massal terhadap 365 kurir.
Perseroan lantas meminta maaf pasca kabar kurir yang dipaksa mundur viral di media sosial. Pihak manajemen coba menuturkan permintaan maaf via akun Instagram @sicepat_expres.
"Menindaklanjuti permasalahan yang terjadi di sosial media baru-baru ini, dengan ini kami management PT SiCepat Ekspres Indonesia memohon maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan yang terjadi," tulis pihak manajemen SiCepat, dikutip Senin (14/3/2022).
Advertisement
Manajemen SiCepat berjanji akan menyelesaikan masalah PHK ini dengan pihak kurir lewat cara kekeluargaan. "Permasalahan ini sedang diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan sesuai dengan aturan yang berlaku," ungkapnya.
Dalam unggahan tersebut, perusahaan juga meminta dukungan dari berbagai kalangan agar permasalahan ini bisa terlewati dengan baik. "Kami juga berharap untuk semua Sahabat SiCepat agar tetap saling memberikan dukungan penuh dalam penyelesaian kasus ini agar semuanya dapat berjalan dengan baik," ujar SiCepat.
Salahi Aturan
Sebelumnya, Pakar Hukum Ketenagakerjaan UI Aloysius Uwiyono menyatakan, SiCepat sudah melakukan pemutusan hubungan kerja secara tidak sah jika benar telah memaksa pihak kurir untuk menandatangani surat pengunduran diri.
"Enggak sah itu, berarti ada paksaan. Itu tidak diperbolehkan. Jangan sampai menandatangani suatu perjanjian pengunduran diri," tegas Aloysius kepada Liputan6.com.
Secara ketentuan hukum, terdapat beberapa hak yang harus dipenuhi perusahaan kepada karyawan yang di-PHK. Termasuk di antaranya uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Adapun tata cara pemberiannya sudah diatur di Pasal 154A Ayat (3) dan Pasal 156 Ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dengan begitu, Aloysius mengatakan, perusahaan tidak bisa semena-mena memaksa pekerja menandatangani surat pengunduran diri. Sehingga kurir SiCepat bisa menuntut perusahaan untuk memberikan kejelasan, atau paling tidak membayarkan pesangon.
"Perusahaan harus membayar pesangon. Mem-PHK, kemudian membayarkan pesangon sesuai dengan masa kerjanya. Artinya pekerja bisa menuntut pesangon," ujar dia
Advertisement