Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai gagal mengambil jalan keluar untuk menurunkan harga minyak goreng lewat pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng. Pernyataan ini dikeluarkan oleh ekonom menyusul pemerintah yang kembali membuka akses untuk ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya pada 23 Mei 2022 mendatang.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memandang, pelarangan ekspor secara total adalah kesalahan fatal pemerintah. Buktinya, harga minyak goreng di masyarakat masih terpantau tinggi.
Baca Juga
Di samping itu, petani kelapa sawit juga dirugikan dengan harga tandan buah segar (TBS) sawit yang anjlok. Menurut data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) penurunannya terjadi hingga 70 persen dari harga normal.
Advertisement
“Pencabutan larangan ekspor CPO dan minyak goreng bukti bahwa kebijakan pengendalian harga minyak goreng lewat stop ekspor total seluruh produk CPO adalah kesalahan fatal. Harga migor di level masyarakat masih tinggi, petani sawit dirugikan dengan harga yang TBS anjlok karena over supply CPO di dalam negeri,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Jumat (20/5/2022).
Kerugian tak hanya menyoal harga minyak goreng kemasan di masyarakat, Bhima mengungkap negara juga kehilangan triliunan rupiah. Ini angka yang disumbang dari ekspor CPO dan yang terkait.
“Kehilangan penerimaan negara lebih dari Rp 6 Triliun, belum ditambah dengan tekanan pada sektor logistik -perkapalan yang berkaitan dengan aktivitas ekspor CPO,” ujarnya.
Bhima memandang kehilangan devisa sudah terlanjur cukup tinggi imbas pelarangan ekspor CPO, yang mempengaruhi stabilitas sektor keuangan. Ia mencatat pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS dipasar spot sebesar 3 persen dalam sebulan terakhir salah satunya disumbang dari pelarangan ekspor.
“Collateral damage-nya sudah dirasakan ke berbagai sektor ekonomi. Harapannya kebijakan berbagai komoditas kedepannya tidak meniru pelarangan ekspor CPO yang tidak memiliki kajian matang. Cukup terakhir ada kebijakan proteksionisme yang eksesif seperti ini,” tuturnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kendali Pemerintah
Lebih lanjut Bhima menyampaikan pasca ada aturan pencabutan larangan ekspor, pemerintah harus mengendalikan harga minyak goreng yang acuannya mekanisme pasar. Ia khawatir pengusaha yang mengacu harga internasional menaikkan harga minyak goreng secara signifikan.
“Pengusaha yang mengacu pada harga di pasar internasional dikhawatirkan menaikkan harga minyak goreng secara signifikan khususnya minyak goreng kemasan,” katanya.
“Selama aturan minyak goreng boleh mengacu pada mekanisme pasar maka harga yang saat ini rata-rata Rp24.500 per liter di pasar tradisional bisa meningkat lebih tinggi,” tambah Bhima.
Pemerintah Cabut Larangan Ekspor CPO
Pemerintah memutuskan untuk kembali membuka keran ekspor bahan baku minyak goreng dan produk turunannya pada 23 Mei 2022 mendatang. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap dampak dari pelarangan ekspor yang dilakukan hampir satu bulan tersebut.
Salah satu dampak yang ditonjolkannya, adalah melimpahnya stok minyak goreng curah dalam negeri. Ia menuturkan perbandingan stok antara sebelum penerapan larangan ekspor dan saat larangan itu berlaku.
Ia menyampaikan kebutuhan minyak goreng curah dalam negeri sebesar 194.634 ton per bulan. Ia menyebut pasokan yang ada sebelum berlakunya larangan ekspor hanya mampu memenuhi 33,2 persen kebutuhan masyarakat.
“Dari sisi kebutuhan dan pasokan, kebutuhan minyak goreng curah dalam negeri itu 194.634 ton perbulan sedangkan pasokan curah sebelum dilakukan larangan pasokan minyak goreng curah di bulian maret hanya mencapai 64.626,52 ton atau 33,2 persen dari kebutuhan perbulan,” katanya dalam konferensi pers, Jumat (20/5/2022).
Hal berbeda terjadi ketika larangan ekspor berlaku. Menko Airlangga mencatat, selama kurang lebih 20 hari diberlakukan larangan ekspor, stok meningkat drastis. Bahkan melampaui kebutuhan perbulan.
“Namun setelah dilakukan pelarangan ekspor, pasokan minyak goreng curah pada bulan april meningkat menjadi 211.638,65 ton perbulan atau 108,74 persen dari kebutuhan. Ini melebihi kebutuhan bulanan nasional,” tambah dia.
Advertisement
Stabilisasi Harga
Selain dari sisi ketersediaan yang terpengaruh positif oleh larangan ekspor, Menko Airlangga mengklaim terjadi perubahan harga minyak goreng curah. Ia mencatat tren ini terjadi selama larangan ekspor berlaku.
Meski, jika dilihat angka penurunannya, tidak bergerak terlalu jauh. Berkurang sekitar Rp 2.000 per liter. penurunan harga ini juga terpantau masih cukup jauh dari Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah sebesar Rp 14.000
“Dari sisi stabilisasi harga, harga migor curah sebelum pelarangan mencapai Rp 19.800 per liter namun setelah pelarangan ini turun kisaran di Rp 17.200-17.600 perliter,” katanya.
Perintah Jokowi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan membuka pintu ekspor minyak goreng kembali mulai 23 Mei 2022. Ekspor minyak goreng dibuka kembali dengan beberapa pertimbangan.
Kepala negara mengatakan sejak kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng diterapkan pemerintah terus memantau dan mendorong berbagai langkah-langkah untuk memastikan ketersediaan minyak goreng dapat memenuhi kebutuhan masyaraka.
Hasilnya, berdasarkan pengecekan langsung di lapangan dan laporan pasokan minyak goreng terus bertambah.
"Berdasarkan kondisi pasokan dan harga minyak goreng saat ini serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga di industri sawit baik petani pekerja dan juga tenaga pendukung lainnya maka saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada senin 23 Mei 2022," tegas Jokowi dalam video konferensi, Kamis (19/5/2022).
Advertisement