Liputan6.com, Jakarta Rancangan Perpres tentang percepatan swasembada gula yang akan dicanangkan pemerintah memunculkan penolakan, salah satunya dari petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)
Pangkal masalah penolakan terhadap Perpres tersebut yaitu adanya potensi monopoli oleh BUMN dan kekhawatiran akan makin mulusnya jalan impor gula ke Indonesia yang berpotensi merugikan petani tebu.
Pasalnya, dengan adanya Perpres tersebut dikhawatirkan pemerintah akan memberi fasilitasi PTPN III untuk melakukan impor gula.
Advertisement
Menanggapi hal ini, Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan secara prinsip ekonomi, penujukkan PTPN III ini sebagai pengolah gula kristal putih dan gula rafinasi bisa menimbulkan potensi monopoli produksi dari pihak pemerintah.
"Jika monopoli, bisa jadi PTPN III ini akan monopsoni juga dimana nantinya untuk pembelian tebu dari petani akan dikendalikan oleh PTPN III," kata dia, Kamis (6/10/2022).
Terlebih, lanjut Nailul, sebelumnya Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) bersama Kementerian Perdagang (Kemendag) telah mematok harga pembelian gula kristal putih (GKP) minimal Rp 11.500 per kilogram di tingkat petani. Harga ini dinilai akan membuat industri memiliki melakukan impor ketimbang menyerap gula petani dalam negeri.
"Ada kekhawatiran mengenai sistem pembelian dari PTPN III ke petani. Bahkan ini kalau kita lihat tarifnya kan Rp 11.500 per kg dari petani ke PTPN III, nah bisa memperlebar dengan harga gula internasional," ungkapnya.
"Pasti akan banyak yang memilih impor ketimbang menyerap dari dalam negeri kemudian stok dalam negeri tidak terserap. Makanya industri ini butuh keseimbangan," lanjut dia.
Menurut Nailul, ketimbang menerbitkan aturan baru yang berpotensi merugikan petani tebu, lebih bagi pemerintah memperbaiki sistem tanam tebu dan produksi gula di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memberantas adanya makelar di sistem lelang tebu yang membuat petani merugi.
"Yang pertama pasti membuat petani lebih efisien dengan membuat harga beli dari petani yang kompetitif dan kandungan air yang sesuai sehingga kualitasnya bagus. Kedua adalah meminimalisir adanya bandar di sistem lelang tebu," tutup dia.
Petani Menolak
Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen secara tegas menolak rencana Perpres tersebut. Menurutnya, pencanangan swasembada gula di 2025 hanya omong kosong dan tak masuk akal.
Salah satu poin utama dalam Perpres tersebut, pemerintah akan memberi fasilitasi PTPN III untuk melakukan impor gula.
“Dan ini ada pencanangan swasembada lagi di tahun 2025. Itu omong kosong dan hanya akal-akalan. Aneh, swasembada, tapi ujung-ujungnya impor,” kata Soemitro.
Advertisement
Rancangan Perpres Swasembada Gula Bikin Petani Tebu Ketar-ketir
Petani tebu rakyat tengah dibuat khawatir dengan beredarnya draft rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Rencana Swasembada Gula Nasional.
Dalam rancangan draft Perpres tersebut, terungkap jika pemerintah menugaskan PTPN III untuk memproduksi gula konsumsi dan gula industri sekaligus dengan menggandeng mitra kerja. Alih-alih mencapai swasembada gula nasional, skema tersebut dikhawatirkan hanya akan memunculkan monopoli usaha.
Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, rancangan Perpres ini perlu dicermati lebih dalam. Sebab, jangan sampai Presiden mengesahkan kebijakan yang dampaknya justru merugikan negara.
Menurut dia, pemerintah harus berhati-hati dalam menyusun dan mengesahkan kebijakan soal percepatan swasembada gula ini.
"Saya ingin mengimbau kepada pemerintah, apalagi ini kan bentuknya Perpres. Jangan gegabah keluarkan aturan, impor gula tapi bikin mati petani. Tugas BUMN itu menyejahterakan rakyatnya, bukan mencari untung sebesar-besarnya ke rakyatnya," tegas dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (26/9/2022).
Soemitro pun menyoroti sejumlah hal yang diatur dalam rancangan draft Perpres ini. Salah satunya, soal perluasan area tanam yang tercantum di dalam rancangan aturan ini tidak menyebutkan area yang menjadi target perluasan area tanam.
Hal tersebut dinilai berbahaya bila area tanam baru yang dibuka lokasinya jauh dari sentra pengolahan atau pabrik gula yang sudah ada saat ini.
Masalah lainnya, yaitu soal kendala masalah kapasitas produksi pabrik. Saat ini, menurut dia, Indonesia sudah punya lahan tebu dengan total luas area mencapai 450.000 ha.