Liputan6.com, Jakarta Indonesia harus kehilangann devisa hampir mencapai USD 6 miliar per tahun yang dinikmati negara lain. Ini disebabkan minimnya jumlah dokter spesialis di berbagai rumah sakit di daerah, mendorong masyarakat berobat ke luar negeri.
Presiden Komisaris PT Siloam International Hosptials Tbk. (SILO) John Riady mengatakan secara kualitas dokter-dokter spesialis di Indonesia tidak kalah kemampuannya, bahkan banyak yang melampaui koleganya di luar negeri karena terbiasa menghadapi persoalan kesehatan lebih kompleks dan berat di dalam negeri.
“Hanya saja, keberadaan dokter-dokter tersebut masih berpusat di Jakarta. Semakin jauh dari kota besar, kualitas dan jumlah dokter semakin berkurang,” ungkap John menanggapi kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang merasa cemas melihat fenomena banyaknya masyarakat berobat ke luar negeri hingga menghabiskan USD 6 miliar per tahun atau hampir Rp 100 triliun.
Advertisement
Presiden mengungkapkan masyarakat kelas atas itu biasa berobat ke luar negeri seperti Singapura, Malaysia, hingga Jepang.
Menurut Presiden Jokowi, jumlah devisa yang melayang bisa mencapai Rp 100 triliun akibat masyarakat kurang mengapresiasi keberadaan rumah sakit dan layanan kesehatan di dalam negeri.
“Karena masayrakat memandang di dalam negeri, entah rumah sakitnya, entah tenaga kesehatan, dan alat kesehatannya belum siap atau lebih baik ke luar daripada kita [dalam negeri],” ujarnya.
Menurut John, saat ini jumlah dokter hanya sekitar 81.011 orang, dengan persebaran terbanyak di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek. Rasio itu hanya mencapai 0,3 per 1.000 orang.
“Lemahnya industri kesehatan di Indonesia, justru telah menguntungkan negara-negara tetangga yang memiliki industri jasa kesehatan lebih maju. Persoalannya, dari sisi supply layanan kesehatan secara nasional dinilai sangat kurang, terutama dari segi kuantitas, Indonesia hanya memiliki rasio ranjang 1,33 per 1.000 orang,” tambahnya.
Padahal, sektor kesehatan merupakan salah satu tulang punggung kemajuan. Terlebih lagi, terdapat kebutuhan yang meningkat seiring antisipasi terhadap wabah di masa depan maupun pertumbuhan pendapatan masyarakat.
Indonesia memiliki pasar yang besar untuk industri kesehatan, sementara sekitar 600 ribu masyarakat Indonesia pergi keluar negeri.
“Ke depan tren masyakarat terhadap kesehatan makin meningkat. Bahkan hidup sehat sekarang sudah menjadi gaya hidup,” kata John.
Siasat Lippo Group
Hal inilah yang membuat Lippo Group sejak jauh hari berinvestasi pada sektor kesehatan dengan pendirian RS Siloam di Lippo Karawaci pada 1992.
Tidak tanggung-tanggung, visi Lippo Group di bidang kesehatan itupun membidik langsung kualitas paling atas untuk layanan kesehatan.
John mengungkapkan hal itu dibuktikan Siloam merupakan rumah sakit pertama yang bekerja sama dengan Gleneagle Hospital Singapore dan mendapatkan akreditasi Joint Comission International atau JCI. Akreditasi ini merupakan standar layanan kesehatan berkelas internasional.
Untuk itulah, Siloam banyak menempatkan dokter-dokter spesialis di daerah dan meningkatkan kualitasnya menjadi standar internasional seperti Siloam Labuan Bajo International Medical Centre (LIMC) misalnya.
“Agar dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat setempat dan para wisatawan mancanegara untuk mendukung pemulihan pariwisata dan mendongkrak jumlah wisatawan ke Labuan Bajo pada masa mendatang,” jelasnya.
Saat ini, Siloam memiliki 40 rumah sakit di 27 provinsi. Tidak hanya itu, Lippo Group juga terus berupaya mengisi ruang kosong produksi dokter-dokter spesialis yang mumpuni.
“Secara jangka panjang, problem ini perlu diselesaikan dengan menggenjot perguruan tinggi menghasilkan para dokter, hal inilah yang diampu oleh Fakultas Kedokteran UPH.
Selain itu, bisa diambil kebijakan untuk menarik pulang para diaspora dokter yang praktik di berbagai rumah sakit di luar negeri,” tutup John.
Advertisement