Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, situasi dan kondisi ekonomi global diprediksi masih akan tertekan sampai 2023. Hal itu disebabkan, inflasi di berbagai negara masih cenderung tinggi.
Sri Mulyani menjelaskan, seiring dengan gejolak harga dan pengetatan moneter maupun fiskal di berbagai negara, maka outlook perekonomian global menjadi melemah dan menjadi korban karena gejolak dan respons kebijakan.
Baca Juga
Jika dilihat proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia terus dikoreksi menurun, untuk tahun 2022 proyeksi dari World Economic Outlook dari IMF hanya 3,2 persen, dan tahun depan akan semakin melemah.
Advertisement
“Artinya, pesan yang muncul juga dari pertemuan IMF world bank, G20, dan central bank yang baru terjadi minggu lalu itu mengkonfirmasi bahwa situasi ekonomi masih akan tertekan sampai 2023, dan inflasi masih cenderung tinggi,” ujar Menkeu dalam Konferensi Pers APBN KITA, Jumat (21/10/2022).
Bendahara negara ini menegaskan, tahun depan inflasi memang diramal masih cenderung tinggi walaupun diperkirakan sedikit mengalami penurunan. Namun masih pada level yang diperkirakan tinggi jika menggunakan standar 10 tahun terkahir.
Bahkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari negara-negara terbesar seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Tiongkok, semuanya menunjukkan tren pelemahan tahun ini dan tahun depan. Kendati begitu, Indonesia masih diproyeksikan oleh berbagai lembaga dunia cukup baik yaitu sekitar 5 persen.
“Namun kita tidak boleh tidak waspada karena guncangan ekonomi ini sangat-sangat kencang dan sangat besar yang harus terus kita kelola dan waspadai secara baik,” ujar Menkeu.
Saat ini koreksi pertumbuhan ekonomi terjadi di semua negara, kalau dunia tadi mengalami penurunan 3,2 persen dan tahun depan melemah di 2,7 persen. Berarti dalam hal ini sudah terjadi koreksi ke bawah, dan nanti bulan Desember akan melihat lagi proyeksi untuk 2023 yang mana diperkirakan situasi dunia akan semakin kompleks.
Hal itu disebabkan, karena tidak tahu kepastian kapan berakhirnya perang dan ini menimbulkan spillover yang sangat besar. Kedua, munculnya musim dingin atau winter yang akan menyebabkan permintaan energi meningkat, sementara pasokan tidak pasti dan ini akan memberikan tekanan pada harga-harga energi.
“Tentu kita lihat dengan inflasi yang tinggi, kenaikan suku bunga yang semakin drastis dan makin tinggi oleh bank-bank sentral akan makin melemahkan sisi permintaan. Ini yang harus kita waspadai sampai akhir tahun dan sampai tahun 2023,” pungkasnya.
Pertumbuhan Ekonomi Ciamik, Indonesia Aman dari Pasien IMF
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti, menegaskan kondisi Indonesia sejauh ini masih dalam posisi yang cukup baik perekonomiannya. Artinya, Indonesia tidak termasuk dalam 28 negara yang minta bantuan dana ke IMF.
Hal itu disampaikan Destry dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.39 bertajuk “Sinergi dan Inovasi Kebijakan untuk Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dan Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional”, Jumat (21/10/2022).
“Pertemuan IMF World Bank Annual Meeting yang baru saja selesai di Washington DC dan terinfo bahwa pada saat ini sudah ada 28 negara yang telah mengajukan permintaan bantuan keuangan dari IMF. Nah, bagaimana dengan Indonesia Alhamdulillah sejauh ini kita masih dalam posisi yang cukup baikn, dimana perekonomian kita di kuartal 2 kemarin masih bisa tumbuh di atas 5 persen,” kata Destry.
Bahkan, Bank Indonesia optimis memperkirakan sepanjang Tahun 2022 ini perekonomian Indonesia bisa tumbuh di kisaran 4,5 – 5,3 persen.
Lanjutnya, kondisi perekonomian global saat ini menghadapi suatu ketidakpastian yang sangat tinggi. Bank Indonesia menyebut kondisi itu VUCA, yakni Volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity.
“Nah ini, tentunya akan menyebabkan tekanan tidak hanya pada negara maju tetapi juga pada negara berkembang. Bahkan kalau kita lihat episentrum dari terjadinya Gejolak VUCA saat ini adalah kita lihat di negara maju,” ujarnya.
Advertisement
Masalah AS
Dia mencontohkan, negara yang mengalami VUCA adalah Amerika Serikat (AS). Negara yang dijuluki Paman Sam ini menghadapi tekanan inflasi yang sangat tinggi, dan kemudian direspon dengan kebijakan moneter suku bunga yang sangat agresif.
“Sehingga Ini akhirnya memberikan tekanan, bukan hanya untuk negaranya sendiri tapi juga untuk negara maju sekitarnya dan juga untuk negara-negara emerging seperti Indonesia,” ujarnya.
Disamping itu, kondisi ketidakpastian ini kemudian juga makin diperparah dengan terjadilah perang antara Rusia dengan Ukraina. Kemudian juga ada kebijakan proteksionisme masing-masing negara dan juga tambahan lagi dengan adanya zero covid policy di China, yang akhirnya membuat ekonomi China juga tertahan pertumbuhannya.
“Kita melihat fenomena terjadinya perlambatan ekonomi secara global dan bahkan diperkirakan akan terjadi resesi di tahun 2023,” ujarnya.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Kendati begitu, Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejauh ini masih positif. Misalnya, pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 ini sangat didukung oleh investasi yang tumbuh dan dari ekspor yang juga tumbuh cukup kuat untuk menopang perbaikan ataupun pertumbuhan ekonomi kita.
Namun, dengan melihat kondisi ekonomi global saat ini, Indonesia tetap harus waspada dan optimis. Waspada karena Gejolak, volatilitas ataupun tekanan yang terjadi di ekonomi global diprediksi setidaknya akan mempengaruhi ekonomi Indonesia.
“Namun Kita juga harus optimis karena Indonesia mempunyai daya dukung ekonomi yang cukup bervariasi dan cukup solid ditambah lagi kita mempunyai domestik ekonomi yang juga strong baik itu didukung dengan konsumsi masyarakat kita dan juga potensi ekonomi yang luar biasa sekali di Indonesia,” pungkasnya.
Advertisement