Liputan6.com, Jakarta - Di awal November 2022 kemarin, harga minyak dunia anjlok ke level terendah sepanjang tahun. Hal ini karena ada kekacauan permintaan minyak mentah di tengah kekacaian penanganan Covid-19 di China.
Terjadi protes dengan turun ke jalanan di China. Hal ini karena masyarakat tidak ingin terus menerus dalam ancaman lockdown. Seruan agar Presiden China Xi Jinping mundur pun bergema.
Baca Juga
Dalam riset Rystad Energy, respons pasar terhadap kekacauan yang terjadi di China yang membuat penurunan harga minyak ke level terendah ini terlalu berlebihan.
Advertisement
Rystad percaya bahwa kebijakan nol-Covid China dan gelombang penguncian baru untuk melawan lonjakan kasus baru hanya akan berdampak kecil pada permintaan minyak jangka pendek.
Memang, pasar sedang sentimental dan berubah-ubah akhir-akhir ini, dengan volatilitas berjalan pada titik tertinggi sepanjang masa.
Dikutip dari oilprice.com, Senin (2/1/2023), tiba-tiba melupakan ketakutan China meskipun situasi Covid yang memburuk di sana, pasar minyak membalik arah di awal Desember dan fokus kembali pada larangan Uni Eropa akan minyak Rusia yang tertunda.
Selain itu, pembatasan harga minyak mentah Rusia oleh negara G7 juga membawa keuntungan yang lebih tinggi kepada harga minyak dunia.
Masih ada sentimen lain yang ikut mendorong harga minyak yaitu rencana pembatasan produksi OPEC+. Hal ini dilakukan setelah melihat prediksi pertumbuhan ekonomi yang melemah di beberapa negara.
Bagaimana di 2023?
Seperti yang dicatat oleh Wall Street Journal, harga minyak mentah di 2023 diprediksi akan lebih bullish.
Ada keyakinan yang jelas bahwa harga minyak akan jauh lebih tinggi pada tahun 2023.
Goldman Sachs memperkirakan harga minyak tembus USD 110 per barel di 2023. Namun menyadari ketidakpastiannya, Jeff Currie dari Goldman Sachs, mengatakan bahwa penurunan harga minyak mentah di akhir 2022 disebabkan oleh dolar AS dan China.
“Pertama dan terpenting, itu adalah dolar AS. Apa definisi dari inflasi? Terlalu banyak mengejar uang… terlalu sedikit barang,” kata Currie kepada CNBC.
Sedangkan JP Morgan memperkirakan harga minyak di angka USD 90 untuk 2023, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar USD 98,
"Dengan alasan bahwa produksi Rusia akan sepenuhnya normal ke level sebelum perang pada pertengahan 2023". tulis riset JP Morgan.
Advertisement