BPS: Nilai Tukar Petani Desember 2022 Naik 1,11 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) Desember 2022 sebesar 109,00 atau naik 1,11 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Jan 2023, 14:59 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2023, 14:00 WIB
Hiruk-pikuk Petani Gorontalo Sambut Musim Panen dengan Bergotong royong
Petani memisahkan gabah saat panen padi di sawah Desa Bube Baru, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo (15/3). Mereka lebih memilih menggunakan tenaga manusia agar Kebersamaan mereka terhaga. (Liputan6.com/Arfandi Ibrahim)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) Desember 2022 sebesar 109,00 atau naik 1,11 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.

Sementara, secara nasional, NTP Januari–Desember 2022 sebesar 107,33 dengan nilai Indeks Harga yang Diterima Petani (It) sebesar 120,67 sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 112,43.

"Peningkatan NTP itu terjadi karena Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 1,83 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) hanya naik sebesar 0,72 persen," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual, Senin (2/1/2023).

Komoditas dominan yang berpengaruh terhadap kenaikan indeks yang diterima petani berasal dari kenaikan harga pada komoditas gabah, cabai rawit, karet, dan kelapa sawit.

Kemudian, jika dilihat dari subsektor. Terlihat di bulan Desember 2022 dibandingkan November semua mengalami kenaikan. Kenaikan tertinggi ada di subsektor hortikultura, NTP hortikultura naik sebesar 4,58 persen.

"Peningkatan itu terjadi karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan 5,28 persen lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani yang hanya naik sebesar 0,67 persen. Kalau dilihat komoditas yang dominan yang mempengaruhi kenaikan indeks yang dibayar petani itu berasal dari kenaikan di harga komoditas sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman obat," jelasnya.

 

Indikator Daya Beli Petani

Kementan Targetkan 8,2 Juta Hektare Sawah untuk 20 Juta Ton Beras
Petani menanam padi di persawahan di kawasan Tangerang, Kamis (3/12/2020). Kementerian Pertanian menargetkan pada musim tanam pertama 2020-2021 penanaman padi mencapai seluas 8,2 juta hektare menghasilkan 20 juta ton beras. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

Adapun pada Desember 2022, NTP Provinsi Nusa Tenggara Barat mengalami kenaikan tertinggi (2,26 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Sulawesi Barat mengalami penurunan terbesar (2,47 persen) dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya.

Lebih lanjut, Margo menyampaikan, nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) nasional Desember 2022 sebesar 108,96 atau naik 1,59 persen jika dibandingkan NTUP bulan sebelumnya.

"Peningkatan NTUP terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 1,83 persen lebih tinggi dari kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal yang hanya naik sebesar 0,24 persen," pungkasnya.

Mendag: Februari 2023 Setop Impor Beras, Petani Mau Panen

Perum Bulog mengimpor beras dari beberapa negara total mencapai 500 ribu ton. Pada Jumat (16/12/2022), fase pertama impor telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok.
Perum Bulog mengimpor beras dari beberapa negara total mencapai 500 ribu ton. Pada Jumat (16/12/2022), fase pertama impor telah tiba di pelabuhan Tanjung Priok.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meminta impor beras yang dilakukan pemerintah hanya boleh dilakukan hingga Januari 2023. Pasalnya, para petani akan memasuki masa panen mulai Februari 2023 mendatang.

"Impor lah 200 ribu ton, Desember (2022) baru 70.000 dan masuk lagi Januari 300 ribu ton. Saya bilang sampai Januari. Februari, Maret jangan impor lagi karena mau panen," tegas Mendag dalam acara wsbinar bersama ICMI, Selasa (27/12/2022).

Mendag Zulkifli Hasan pun mengaku, mulanya ia tak setuju dengan usulan impor beras 500 ribu ton secara bertahap. Itu lantaran Menteri Pertanian (Mentan) mengklaim produksi beras surplus 7 juta ton.

"Jadi impor beras ini sebenarnya tidak setuju saya menentang keras, dari beberapa kali rapat terbatas, saya tidak setuju karena Menteri Pertanian mengatakan kita surplus dan surplus surplusnya itu tidak sedikit, surplus itu 7 juta," ungkapnya.

Kendati demikian, ia sebenarnya tidak terlalu yakin surplus beras bisa tembus 7 juta ton. Namun, klaim itu turut diperkuat data Badan Pusat Statistik (BPS), sehingga meyakinkannya untuk tetap menolak usulan impor beras.

Seiring berjalannya waktu, pada Ratas selanjutnya, Zulhas dihadapkan pada kenyataan dari Bulog yang mengungkapkan bahwa cadangan beras pemerintah (CBP) tinggal sedikit.

Zulhas mengatakan, bahwa stok CBP yang ada hanya 500 ribu ton. Sementara batas aman itu sekitar 1,2 juta ton hingga akhir tahun.

Di sisi lain, harga beras di pasaran pun kian melambung. Ia khawatir kondisi ini bakal berakibat terhadap melonjaknya angka inflasi.

"Sedangkan harga beras naik terus sudah hampir Rp1.000 naiknya. Berasnya ini naik Rp 100 perak aja pengaruhnya terhadap inflasi tinggi sekali, apalagi naiknya Rp 1.000," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya