Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan ada 47 negara yang menjadi pasien Dana Moneter Internasional (IMF) yang meminta bantuan untuk untuk diselamatkan.
"Guncangan ekonomi karena pandemi karena perang sudah menyebabkan 47 negara masuk menjadi pasien IMF," ujar Jokowi dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) se-Indonesia," Selasa (17/1).
Baca Juga
Dia pun menjelaskan saat situasi dimana Indonesia pernah menjadi pasien IMF pada tahun 1997-1998 yang mana kondisi ekonomi dan politik Indonesia ambruk.
Advertisement
"Kita ingat tahun 97-98 Indonesia menjadi pasien IMF, ambruk ekonomi dan politiknya," terang dia.
Jokowi menyatakan bahwa diprediksi IMF ada sepertiga negara yang akan mengalami resesi bahkan untuk negara yang tidak terkena resesi pun akan ikut merasakan seperti sedang resesi.
"Hati-hati, sepertiga itu artinya ada 70 negara, kurang lebih," katanya.
Dirinya pun meminta semua pihak supaya memiliki frekuensi yang sama untuk menghadapi situasi ini. Khususnya pada pengendalian inflasi yang menjadi momok semua negara.
"Situasi global masih sangat tidak mudah. Yang menjadi momok semua negara adalah inflasi. Coba lihat ada yang 92 persen inflasi. Uni Eropa sudah di 92 persen. Saya minta seluruh Gubernur, Bupati, dan walikota bersama dengan Bank Indonesia terus memantau harga-harga barang dan jasa yang ada di lapangan. Sehingga selalu terdeteksi sedini mungkin sebelum kejadian besar itu terjadi," tambahnya.
Â
Sumber: Merdeka.com
Sri Mulyani: 43 Persen Negara di Dunia Jatuh Resesi 2023
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun 2023 harus optimis namun tetap waspada. Catatan ini disampaikan karena sepertiga dunia akan mengalami resesi.
"Tantangan 2023 instruksi dari presiden harus optimis tapi waspada. Optimis karena pencapaian kita luar biasa di 2022. Aaspada karena tahun 2023 sepertiga dunia akan mengalami resesi atau 43 persen negara akan mengalami resesi menurut proyeksi IMF," kata Menkeu dalam Keterangan Pers Menteri terkait Sidang Kabinet Paripurna yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (16/1/2023).
Oleh karena itu, Sri Mulyani menegaskan harus menjaga momentum pemulihan. Untuk belanja 2023 terutama belanja ketahanan pangan dialokasikan Rp 104,2 triliun.
Kemudian, belanja di sektor sosial, perlindungan sosial Rp 476 triliun ini sama atau setara dengan apa yang dibelanjakan tahun lalu. Anggaran ini untuk melindungi masyarakat dari guncangan dan untuk menjaga agar produksi energi bisa ditangani.
Sama halnya dengan infrastuktur, disediakan alokasi sebesar Rp 392 triliun. Sedangkan, belanja untuk kesehatan Rp 178 itu untuk non covid. Untuk pendidikan dialokasikan Rp 612 triliun.
Sementara, tahun 2023 Pemerintah tetap membelanjakan untuk proses Pemilu sebesar Rp 21,68 triliun dan juga untuk belanja dalam rangka mempersiapkan IKN Rp 23,9 triliun terutama untuk infrastrukturnya Rp 21 triliun.
"Itu lah belanja penting di tahun 2023 yang sangat diharapkan bisa menjaga ekonomi Indonesia dari ancaman guncangan yang terjadi pada di sisi global, baik kenaikan harga inflasi maupun perlemahan ekonomi dari negara lain," pungkas Menkeu.
Advertisement