Buntut Kasus Pencucian Uang Rp 300 Triliun, Kemenkeu akan Periksa Pegawai hingga Wajib Pajak

Ini merupakan temuan dari Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyebutkan transaksi janggal Rp 300 triliun merupakan pencucian uang.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 10 Mar 2023, 20:26 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2023, 20:07 WIB
Menko Mahfud MD menyebut transaksi Rp 300 triliun di Kemenkeu bukan hasil korupsi tapi tindak pencucian uang ke jalur hukum.
Menko Mahfud MD menyebut transaksi Rp 300 triliun di Kemenkeu bukan hasil korupsi tapi tindak pencucian uang ke jalur hukum.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memastikan akan melanjutkan temuan dari Menko Mahfud MD yang menyebut transaksi Rp 300 triliun bukan hasil korupsi tapi tindak pencucian uang ke jalur hukum.

"Terkait dengan pencucian uang menjadi satu bentuk yang tentu tindak lanjutnya perlu ditangani oleh aparat penegak hukum," kata Suahasil di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023).

Ini merupakan temuan dari Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyebutkan transaksi janggal dimaksud merupakan pencucian uang.

"Mungkin korupsinya sedikit tapi pencucian uangnya yang banyak," kata Mahfud MD sebelumnya.

Suahasil memastikan Kementerian Keuangan atau Kemenkeu bakal bekerja sama dengan semua pihak untuk mengusut tuntas kasus pencucian uang ini. Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain dengan memeriksa perpajakan dan kepabeanan.

"Kita perlu lakukan lebih pemeriksaan-pemeriksaan perpajakan maupun pemeriksaan kepabeanan," kata dia.

Selain itu, pemeriksaan juga perlu dilakukan dengan para pegawai hingga wajib pajak. "Bukan hanya diperlukan kepada individu pegawai tapi juga kepada seluruh Wajib Pajak maupun wajib bayar di Indonesia," kata dia.

Pencucian Uang

Menko Polhukam Mahfud MD Dukung Pemberantasan Mafia Hukum
Menko Polhukam Mahfud MD usai menggelar pertemuan tertutup dengan sejumlah rektor di Malang, Jawa Timur pada Kamis, 22 September 2022 (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp300 triliun merupakan transaksi tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dia  pun menepis narasi yang mengatakan bahwa transaksi tersebut merupakan tindak pidana korupsi. "Tidak benar yang berkembang di Kementerian Keuangan ada korupsi Rp 300 triliun, bukan korupsi, tapi TPPU," ujar Mahfud di kantornya, Jumat (10/3).

Nilai transaksi yang berkaitan tindak pidana pencucian uang (TPPU) umumnya lebih besar dibanding tindak pidana korupsinya.

Sebagai contoh, ujar Mahfud, seseorang melakukan tindak pidana korupsi dengan nilai Rp 10 miliar, kemudian orang tersebut melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan keluarga dan rekan-rekan, dengan nilai yang lebih besar.

"Bukan korupsi tapi pencucian uang , ini lebih besar dari korupsi tapi tidak mengambil uang negara apalagi diambil dari uang pajak," kata dia.

Dari nilai uang uang dikorupsi, Kementerian Keuangan telah menyelamatkan uang negara senilai Rp 7,08 triliun. Jumlah tersebut berasal dari kasus-kasus yang masih berproses hingga sudah divonis pengadilan.

"Kalau dikaitkan dengan korupsi itu yang dilakukan oleh kemenkeu sudah berhasil mengembalikan Rp7,08 triliun dari korupsi dari kasus-kasus itu," katanya.

 
 

Transaksi Sejak 2009

Ilustrasi Pencucian Uang
Ilustrasi Pencucian Uang (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Sebelumnya Mahfud MD menjelaskan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun merupakan akumulasi sejak 2009 yang melibatkan sebanyak 460 orang.
 
"Itu tahun 2009 sampai 2023. Ada 160 laporan lebih sejak itu, tidak ada kemajuan informasi, sesudah diakumulasikan semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu sehingga akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp300 triliun," kata Mahfud di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), Jalan Kaliurang, Sleman, Rabu (8/3).
 
Mahfud menuturkan laporan sejak 2009 terkait transaksi janggal itu tidak segera mendapat respons hingga akhirnya menumpuk.
 
Laiknya kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, menurut Mahfud, kadang kala respons baru diberikan dan dibuka ke publik sesudah mencuat kasus di permukaan.
 
"Kadang kala respons itu muncul sesudah menjadi kasus kayak yang Rafael. Rafael itu menjadi kasus lalu dibuka, lho ini sudah dilaporkan tapi kok didiemin gitu, baru sekarang bisa dibuka," kata dia, demikian dikutip Antara.
 
 

Pernah Terjadi

Menurut dia, hal serupa juga pernah terjadi pada kasus tindak pidana pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji.
 
"Dulu Angin Prayitno sama, enggak ada yang tahu sampai ratusan miliar diungkap oleh KPK, baru dibuka. Nah itu saya kira karena kesibukan yang luar biasa sehingga perlu sistem saja menurut saya," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
 
Kendati demikian, Mahfud mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang bergerak cepat melakukan pembersihan dugaan pencucian uang di kementerian itu.
 
 
Reporter: Anisyah Alfaqir
 
Sumber: Merdeka.com
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya