Pengusaha Cemas Larangan Iklan Rokok Bikin Industri Kreatif Lesu

Dinilai mengancam keberlangsungan industri periklanan, para pengusaha di industri tersebut dengan tegas menolak rencana larangan total iklan rokok yang tertuang dalam revisi PP 109/2012.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Mar 2023, 19:15 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2023, 19:15 WIB
20151105-Aksi Siswa SMP Tolak Iklan Rokok di Warung-Jakarta
Dinilai mengancam keberlangsungan industri periklanan, para pengusaha di industri tersebut dengan tegas menolak rencana larangan total iklan rokok yang tertuang dalam revisi PP 109/2012. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta Dinilai mengancam keberlangsungan industri periklanan, para pengusaha di industri tersebut dengan tegas menolak rencana larangan total iklan rokok yang tertuang dalam revisi PP 109/2012.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA) Eka Sugiarto dalam kegiatan FGD terkait larangan iklan rokok di Jakarta baru-baru ini.

“Rencana revisi PP 109/2012 yang di dalamnya ada larangan total iklan rokok akan berdampak signifikan bagi industri kreatif. Menurut kami isu ini bisa dibicarakan baik-baik. Dengan aturan yang berlaku saat ini, para pengusaha sudah melakukan mekanisme kontrol dan kepatuhan sesuai aturan dan etika yang berlaku,” terang Eka.

Eka menambahkan terdapat sekitar 750 ribu tenaga kerja yang berkaitan dengan sektor industri ekonmi kreatif dan mengandalkan pendapatan dari iklan rokok. Industri rokok merupakan salah satu sektor yang berkontribusi signifikan terhadap advertising expenditure (ADEX) atau total belanja iklan. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah mempertimbangkan keberlangsungan industri ini.

“Rencana revisi ini harus dibicarakan dulu dengan seluruh pihak terkait karena ada business continuity yang harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya. Kalau dari riset, revisi ini tidak menghasilkan dampak dan efek domino yang kondusif,” terang Eka.

Atur Iklan Rokok

Menurut Eka, aturan PP 109/2012 yang berlaku saat ini telah tegas mengatur perihal iklan rokok. Sehingga, aspek yang justru harus diperkuat adalah implementasi.

Selain itu, pengusaha yang tergabung dalam APPINA juga telah menaati seluruh aturan yang berlaku. Kepatuhan ini turut menujukkan hasil yang positif melalui turunnya angka prevalensi perokok anak di bawah umur 18 tahun sesuai data yang dipublikasikan oleh Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam beberapa tahun ini.

 

Timbulkan Efek Ganda

Ilustrasi asap rokok
Ilustrasi asap rokok mengandung nikotin yang picu gangguan pendengaran pada bayi Foto: Pexels Pixabay.

Senada denga Eka, Ketua Umum Persatuan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto, menyampaikan larangan total iklan rokok akan menimbulkan efek ganda yang besar bagi industri ekonomi kreatif, salah satunya persoalan tenaga kerja.

“Kita harus diskusikan lebih lanjut dampak dari revisi ini. Bagaimana nasib para pekerja di industri ini? Masalah regulasi, selama ini sebenarnya iklan rokok adalah iklan yang paling banyak aturannya dan kita selalu tertib. Tayangnya hanya boleh dari jam 21.30 dan banyak sekali aturan lainnya, seperti tidak boleh mencantumkan logo dan lain-lain. Kita sudah hafal akan regulasi-regulasi itu. Yang harus dipahami, ada hajat hidup orang banyak dan kepentingan yang harus kita suarakan bersama,” Kata Janoe.

Janoe melanjutkan seiring berkembangnya teknologi, proses iklan, khususnya di media digital, telah memungkinkan adanya penargetan secara spesifik terhadap usia, gender, lokasi, dan lainnya. Melalui fitur ini, para pengusaha dapat melakukan iklan yang bertanggung jawab.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio, menjelaskan salah tujuan penyiaran adalah menumbuhkan industri penyiaran, sehingga dalam hal ini pertumbuhan industri penyiaran harus dijaga. Berkaitan dengan iklan rokok, Agung menjelaskan bahwa iklan rokok telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Ia mencatat media penyiaran, baik televisi maupun radio, telah menaati aturan iklan rokok yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012. Aturan ini dinilai sangat mumpuni untuk meregulasi iklan rokok.

“P3SPS dibentuk agar tayangan TV selalu ramah anak. Iklan rokok dibuat tayang mulai dari jam 21.30 – 4.30 dengan asumsi bahwa tidak ada anak-anak yang menonton. Media TV juga telah mematuhi P3SPS terkait dengan iklan rokok. Kami mengadopsi PP 109/2012, maka sejatinya iklan-iklan rokok ini sudah patuh,” pungkas Agung.

725.750 Tenaga Kreatif Terlibat di Industri Produk Tembakau

Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023).
Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023).

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada 2021 terdapat 725.750 tenaga kreatif yang berkecimpung di dalam perencanaan, pelaksanaan sponsorship hingga marketing produk tembakau.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Perusahaan Pengiklan (APPINA) Eka Sugiarto dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023) lalu.

Untuk itu, Eka mengajak berbagai pihak untuk mendiskusikan lebih lanjut rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, yang tertuang dalam Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 25 Tahun 2022 yang dinilai akan memengaruhi tenaga kreatif.  

"Menurut kami mungkin bisa dibicarakan dengan baik, karena dampaknya dari daftar kami, dari desain komunikasi visual, film, animasi dan video, musik, MICE, industri penerbitan, periklanan tv dan radio serta iklan luar ruang," ujar Eka saat ditemui dalam forum grup diskusi dikutip dari Antara, Kamis (23/3/2023).  

Di dalam aturan itu, lanjut dia, terdapat dorongan pelarangan total iklan rokok, sementara mengingat industri tembakau atau perusahaan rokok di Indonesia merupakan anggota di asosiasi pengiklan yang turut serta mematuhi dan mengatur mekanisme kerja sesuai aturan serta etika yang berlaku.  

Adapun, tambahnya, kontribusi industri tembakau pada semester I 2022 sebesar Rp4,5 triliun dan Rp9,1 triliun pada 2021 berdasarkan data Nielsen Indonesia.  

"Jadi kalau kita lihat tabel kontribusi dari industri tembakau terhadap industri penerbitan dan periklanan nasional, dari total belanja iklan di 2022 sebesar rp 135 triliun, kontribusi industri tembakau mencapai Rp4,5 triliun," paparnya. 

DampakDampak-dampak dari sub sektor tersebut yang menurutnya perlu dipertimbangkan bersama-sama. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio mengatakan, pihaknya melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) berupaya untuk memantau tayangan di televisi agar ramah anak dan remaja. 

"Misalnya, aturannya wajib ditayangkan iklan rokok mulai jam 10 malam sampai dengan 5 pagi, dengan asumsi tidak ada anak- anak yang menonton. KPI aktif untuk menertibkan rokok iklan. Kami beri teguran, diskusi, edukasi hingga peringatan pada media yang tidak comply," ujar Agung.

Tak Cuma Tembakau, Rencana Revisi PP 109/2012 Ancam Industri Kreatif

Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023).
Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023).

Persaturan Periklanan Indonesia (P3I), yang mewakili para pelaku industri ekonomi kreatif Indonesia, termasuk pelaku industri periklanan, penerbitan, penyiaran, dan lainnya, melakukan Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023) lalu.

Para pelaku ekonomi kreatif nasional tersebut meminta agar rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang tertuang dalam Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 25 Tahun 2022 ditinjau ulang lantaran terdapat dorongan pelarangan total iklan rokok yang merugikan para pelaku usaha.

Dampak dari rencana pelarangan ini juga akan dirasakan oleh industri ekonomi kreatif yang selama ini juga turut memperoleh rezeki dari kontribusi iklan rokok nasional.

Ketua Umum P3I, Janoe Arijanto, menyatakan pelaku industri ekonomi kreatif menilai bahwa PP 109/2012 sebagai regulasi yang berlaku saat ini sudah komprehensif dan masih relevan untuk mengatur berbagai aktivitas iklan dan promosi produk rokok. Oleh karena itu, para pelaku sektor industri periklanan dan kreatif meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana revisi yang diajukan.

“Sektor industri ekonomi kreatif, khususnya industri periklanan, sedang mengalami perkembangan yang pesat. Jika larangan total iklan, seperti yang tertuang dalam pokok materi muatan revisi PP 109/2012 dilakukan, maka akan menghantam sektor industri kreatif dan periklanan secara keras," tegas Janoe dikutip Kamis (23/3/2023).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya