Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) menyampaikan upaya yang telah ditempuh perusahaan untuk meningkatkan kehandalan kilang sesuai standar internasional pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada hari ini (4/4/2023).
Baca Juga
Direktur Utama Pertamina didampingi jajaran Direksi dan Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional menyampaikan bahwa sejak insiden Balongan di tahun 2021 telah berbagai improvement dilakukan di seluruh kilang Pertamina.
Advertisement
Dari sisi Operational Availability, sebagai salah satu parameter untuk monitor kehandalan kilang, Pertamina menggunakan Solomon sebagai benchmark kilang internasional. Secara konsolidasian di tahun 2022, hasil benchmark Operational Availability sesuai standar Solomon pada seluruh kilang Pertamina telah mencapai skor 96 persen atau berada di atas rata-rata Global Refinery.
Taufik Aditiyawarman Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menjelaskan bahwa operational availability terus di dorong demi meningkatkan produksi kilang.
“Operational Availability kilang terus ditingkatkan setiap tahunnya melalui program Overhaul, Turn Around, dan Rejuvenation (Peremajaan). Peningkatan Kehandalan Kilang termasuk peremajaan material dan peralatan dilaksanakan secara bertahap berdasarkan risiko,” ungkap Taufik.
Lebih lanjut Taufik memaparkan bahwa KPI telah membuat rencana jangka panjang untuk menjaga dan meningkatkan kehandalan kilang hingga tahun 2026 dengan total estimasi biaya mencapai USD 2 miliar.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati turut menyampaikan bahwa perbaikan secara berkelanjutan ini penting untuk menjaga produksi kilang.
Pertamina Lakukan Audit
Pasca insiden Balongan di tahun 2021 Pertamina telah melakukan audit oleh internasional auditor yaitu yang menggunakan International Sustainability Rating System (ISRS) Level 9 yang digunakan oleh global practice.
Nicke menjelaskan bahwa dari rekomendasi dari hasil audit tersebut Pertamina telah melakukan beberapa kegiatan prioritas untuk mencegah terjadinya potensi risiko terbesar di kilang.
“Kita akan terus belajar dari case yang ada, juga dari refinery internasional lainnya. Perbaikan terus dilakukan mengingat usia kilang Pertamina. Operational Availability menjadi salah satu kinerja utama kilang karena Pertamina ingin mengurangi impor,” ungkap Nicke.
Seluruh upaya tersebut dilakukan oleh Pertamina demi menjamin kestabilan produksi kilang yang tentunya akan mendukung upaya Pertamina dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Bangun Penangkal Petir di Kilang, Pertamina Rogoh Kocek Rp 8,9 Triliun
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengaku pihaknya menghabiskan USD 600 juta untuk membangun penangkal petir di area kilang. Mengingat, petir kerap menjadi alasan kebakaran kilang Pertamina terjadi.
Nicke menuturkan setelah melalui proses audit dan evaluasi, petir dikonfirmasi menjadi salah satu penyebab kebakaran kilang. Maka, diperlukan untuk membangun sistem penangkal petir yang mumpuni.
Dilihat dari nominalnya, USD 600 Juta atau sekitar Rp 8,9 Triliun yang telah dihabiskan oleh Pertamina untuk menjaga kilang yang dimilikinya tahan petir.
"Lightning protection, ini sudah pasti, di Cilacap tanggal 3 Desember 2022 terjadi petir sampai 17 kali dan Cilacap aman. Ini artinya apa, yang kita bangun, ini juga yang bisa mencegah terjaidnya kejadian serupa yang terjadi di Balongan," bebernya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (4/4/2023).
"Bapak ibu, itu effort yang kita lakukan dan untuk itu ktia sudah lakukan spending 600 juta USD untuk membangun ketahanan 2 lapis itu. Kita akan terus belajar dari case-case yang ada dari pemain lain, refinery lain kita akan selalu belajar," sambungnya.
Nicke menuturkan, pascakejadian kebakaran di Kilang Balongan beberapa waktu lalu, pihaknya langsung melakukan audit dengan melibatkan auditor internasional. Standar yang digunakan pun standar internasional.
Kemudian, dihasilkan adanya pemetaan dalam jangka waktu sekitar 10 bulan sejak audit dilakukan. Atas hasil itu, Nicke mengambil langkah perbaikan dari sistem keamanan di lingkungan kilang.
"Secara garis besar risiko yang akan terjadi di aset kita itu ada 4 penyebab kemungkinan, yang pertama adalah karena lighting karena petir. Jadi yang dilengakpi yang dibangun semua kilang itu adalah lighting protection system, dan ini sudah selesai di bangun dan lightning protection system-nya kita (bangu) 2 lapis baik di equipment-nya, sehingga ini juga dipasang dan satu lagi di tower," jelasnya.
Advertisement
Penyebab Lainnya
Kedua, adalah karena adanya arus yang berlebihan atau overflow. Dimana overflow juga diduga jadi oenyebab kebakaran di sejumlah kilang yang langsung diantisipasi oleh Pertamina.
Ketiga adanya serangan hidrogen suhu tinggi, yang juga terjadi di kilang Dumai. Keempat, sulfidasi atau korosi akibat dari kualitas minyak mentah yang disimpan dalam kilang.
"Apa ini? Kita kan sama-sama tau, kilang-kilang kita dengan teknologi lama itu hanya bisa memproses yang sulfurnya rendah jadi crude-crude mahal. Program yang dilakukan RDMP, kemudian revamping kita, adalah agar kilang-kilang ini bisa memproses yang sulfurnya tinggi, jadi harganya lebih murah, sehingga crude cost ini bisa kita turunkan, tetapi material yang digunakan harus diimprove yang tidak cepat rusak ketika yang diproses adalah crude dengan sulfur tinggi," katanya menjelaskan.