Pekerja Muda China Dilanda Krisis Keuangan, Gaji Selalu Habis Tanpa Bisa Menabung

Diperkirakan 40 persen lajang muda yang tinggal di Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen hidup dari gaji ke gaji,

oleh Jessica Sheridan diperbarui 16 Apr 2023, 21:00 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2023, 21:00 WIB
FOTO: Suasana Tahun Ajaran Baru Perkuliahan di Universitas Peking
Seorang mahasiswa baru (depan) berjalan di area kampus Universitas Peking, Beijing, China, 1 September 2020. Saat tahun ajaran baru perkuliahan dimulai, para mahasiswa kembali ke kampus di bawah kebijakan pencegahan dan pengendalian epidemi yang ketat. (Xinhua/Ren Chao)

Liputan6.com, Jakarta - "Saya menggunakan sisa uang yang saya miliki untuk membeli roti putih dan saya memakannya untuk tiga kali makan sampai gaji saya masuk," cerita Erick Hsu, seorang pekerja muda China. 

Nyatanya, pada saat itu, Erick Hsu ingat bahwa dia tinggal punya USD 32 di rekeningnya. Padahal masih ada 10 hari lagi menuju gajian. Di luar uang itu, dia tidak memiliki tabungan lainnya sama sekali.

Meski Erick Hsu mengakui bahwa ia adalah pekerja muda dengan gaji tergolong ke dalam kategori menengah ke atas, dia tetap merasakan kemiskinan di setiap bulan.

Erick Hsu ini menunjukkan sisi sekelompok pekerja muda lajang di Taiwan yang biasanya disebut “Klan Cahaya Bulan”.

Mengutip CNBC Make It, Minggu (16/4/2023), seorang profesor dari Universitas Politeknik Hong Kong Chung Chi Nien menjelaskan, istilah "Klan Cahaya Bulan" ini berasal dari Taiwan, tetapi sekarang juga sering digunakan di China daratan dan Hong Kong untuk menggambarkan perilaku generasi muda.

Diperkirakan 40 persen lajang muda yang tinggal di Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen hidup dari gaji ke gaji, menurut laporan lokal.

“Perilaku ini sangat berbeda dengan orang tua mereka, yang benar-benar menabung setiap sen yang mereka miliki. Tapi generasi muda membelanjakan setiap sen yang mereka miliki,” kata Chung, yang berspesialisasi dalam sosiologi ekonomi.

Sementara tingkat inflasi Taiwan sebesar 2,4 persen jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lainnya di belahan dunia, harga konsumen dan biaya makanan masih meningkat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kekecewaan ke Orang Tua

FOTO: Shanghai Longgarkan Lockdown Akibat COVID-19
Orang-orang yang memakai masker berjalan melintasi persimpangan di Beijing, China, 13 April 2022. Shanghai bergerak untuk lebih melonggarkan lockdown di kota terbesar di China tersebut yang tampaknya terhenti. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Di sisi lain, ada pula A-Jin (34) yang memiliki pengeluaran tetap seperti asuransi, utilitas, dan transportasi. Pengeluarannya sudah menghabiskan lebih dari setengah gajinya sebesar 30.000 dolar Taiwan (sekitar USD 985) per bulan.

“Saya akan memiliki NT $ 10.000 sebulan untuk makanan dan pengeluaran lainnya. Makan di luar sekarang harganya sekitar NT $ 300 per hari. Tidak ada cara untuk menabung,” kata A-Jin, yang bekerja di industri jasa.

Lebih lanjut, “klan cahaya bulan” mencerminkan kekecewaan yang dirasakan kaum muda tentang kehidupan akhir-akhir ini, menurut Chung, sang profesor. Mereka melihat kesuksesan orang tua mereka, tetapi tidak dapat mencapainya.

“Tapi itu adalah kenyataan yang berbeda untuk generasi ini, mereka melihat kesuksesan orang tua mereka, tetapi tidak dapat mencapainya. Ada kesenjangan besar antara harapan dan kenyataan.” jelas Chung.

 


Tak Punya Tujuan Jangka Panjang

Pertama Kali dalam Enam Dekade, Populasi China Menyusut
Wanita yang mengenakan masker berjalan dengan anak-anak mereka di jalan menuju Kota Terlarang di Beijing, Selasa (17/1/2023). Penurunan populasi tersebut lebih dari tiga kali lipat prediksi penurunan sebelumnya pada 2019. (AP Photo/Andy Wong)

CNBC Make It juga melaporkan pengalaman A-Jin yang tidak memiliki tujuan keuangan atau hidup jangka panjang dan telah sepenuhnya menyerah untuk membeli rumahnya sendiri.

“Selama saya punya makanan untuk dimakan dan perut saya bisa kenyang, saya tidak akan mati. Itu sudah cukup bagi saya,” katanya.

Di sisi lain, Hsu menganggap hari-hari terberat ada di belakangnya. Berdasarkan pengalamannya, dia membatalkan kartu kreditnya dua tahun lalu dan berkomitmen untuk menabung sepertiga dari gajinya setiap bulan.

Infografis Ragam Tanggapan Dugaan Banyak Crazy Rich Terlibat Pencucian Uang. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Dugaan Banyak Crazy Rich Terlibat Pencucian Uang. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya