PMI Global Masuk Zona Kontraksi, Menkeu Jamin Indonesia aman

Negara-negara yang PMI-nya mengalami kontraksi yakni Amerika Serikat, Eropa, Inggris, jerman, Perancis, Jepang, Brazil, Malaysia, Vietnam, Korea Selatan, Afrika Selatan, Kanada, dan Australia.

oleh Tira Santia diperbarui 17 Apr 2023, 15:31 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2023, 15:31 WIB
Purchasing Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melihat kinerja Purchasing Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur global kembali ke zona kontraksi.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melihat kinerja Purchasing Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur global kembali ke zona kontraksi.

Aktivitas manufaktur di hampir 60 persen negara G-20 dan ASEAN-6 masih kontraktif, sementara itu India dan Indonesia masih ekspansif.

"PMI manufaktur Global mengalami kontraksi yang sesuai dengan prediksi, bahwa tahun 2023 merupakan tahun yang berat. Di mana pelemahan ekonomi akan terjadi di negara-negara maju maupun negara-negara yang harus mengalami kenaikan suku bunga akibat inflasi yang melemahkan perekonomian mereka," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa April 2023, Senin (17/4/2023).

PMI Global tercatat di level 49,6. Adapun negara-negara yang termasuk dalam kontraksi adalah Amerika Serikat PMI-nya di level 49,2. Kemudian Eropa di level 47,3; lalu Tiongkok di level 50 PMI-nya.

Sedangkan, negara-negara ASEAN terlihat yang mengalami ekspansi di atas 50 adalah Indonesia 51,9 dan India 56,4. Sementara Vietnam yang selama ini cukup presisi, kata Menkeu, saat ini Vietnam mulai mengalami pukulan pelemahan dari PMI manufaktur. Hal ini diakibatkan pelemahan negara-negara tujuan ekspor dari Vietnam.

"Jadi PMI Vietnam hanya 47,7 dan Malaysia 48,8," imbuhnya.

Adapun distribusi PMI Manufaktur bulan Maret 2023 diantara negara G20 dan ASEAN-6, yang PMI-nya ekspansi-akselerasi hanya ada 13,6 persen. Negara yang termasuk adalah India, Indonesia, dan Turki.

Sementara, negara-negara yang PMI-nya dalam area ekspansi di atas 50, dan mengalami perlambatan sebanyak 27,3 persen. Negara yang termasuk dalam kategori ini adalah negara Thailand, Filipina, Italia, Rusia, Tiongkok dan Meksiko.

"Yang kontraktif sebagian besar dari negara-negara yaitu 59,1 persen (totalnya). Jadi, kita bayangkan Indonesia yang ekspansif dan masih akseleratif itu masih sangat kecil hanya sedikit negara yang masih dalam kondisi yang sangat baik, sedangkan sebagian besar negara 59,1 persen mereka mengalami kontraksi," ujarnya.

Negara-negara yang PMI-nya mengalami kontraksi yakni Amerika Serikat, Eropa, Inggris, jerman, Perancis, Jepang, Brazil, Malaysia, Vietnam, Korea Selatan, Afrika Selatan, Kanada, dan Australia.

Neraca Perdagangan Indonesia Suprlus 35 Bulan Berturut-Turut

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Neraca perdagangan Indonesia Maret 2023 kembali mencatatkan surplus sebesar USD 2,91 miliar, terutama berasal dari sektor nonmigas USD 4,58 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai USD1,67 miliar.

Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik Badan Pusat Statistik (BOS) Imam Machdi, mengungkapkan, neraca perdagangan Indonesia sampai Maret 2023 surplus selama 35 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

"Namun, surplus Maret 2023 ini sebenarnya cukup melemah jika kita bandingkan dengan bulan sebelumnya," kata Imam, dalam konferensi pers Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Maret 2023, Senin (17/4/2023).

Adapun terdapat tiga negara penyumbang surplus terbesar bagi neraca perdagangan Indonesia, yakni pertama, Amerika Serikat surplus USD 1.089 miliar. Terbesar disumbang oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektronik serta bagiannya USD 223,5 juta, pakaian dan aksesorinya USD 190 juta, pakaian dan aksesorisnya (bukan rajutan) USD 185,9 juta.

Kedua, India surplusnya USD 1.077,3 miliar, yang disumbang oleh komoditas Bahan Bakar mineral USD 771,5 juta, lemak dan minyak hewani/nabati USD 187,5 juta, dan bijih logam, terak dan abu USD 101 juta.

Ketiga, negara Filipina USD 806 miliar. Komoditas penyumbang surplus terbesar yakni bahan bakar mineral USD 313,6 juta, kendaraan dan bagiannya USD 233,4 juta, dan bijih logam, terak, dan abu USD 93,7 juta.

Tercatat, nilai ekspor Indonesia Maret 2023 mencapai USD 23,50 miliar atau naik 9,89 persen dibanding ekspor Februari 2023. Namun secara tahunan mengalami penurunan dibanding Maret 2022 sebesar 11,33 persen.

"Secara month to month nilai ekspor Maret 2023 mencapai USD 23,50 miliar atau naik 9,89 persen dibanding bulan sebelumnya," kata Imam.

 

Rincian Migas dan Non-Migas

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Rinciannya, ekspor migas mengalami kenaikan USD 1,34 miliar atau 12,79 persen dibanding Februari 2023 sebesar USD 1,19 miliar.

Kemudian, ekspor non-migas pada Maret 2023 juga mengalami kenaikan 9,71 persen yaitu menjadi USD 22,16 miliar, dibanding bulan sebelumnya USD 20,20 miliar.

Sementara, nilai impor Indonesia Maret 2023 mencapai USD 20,59 miliar, naik 29,33 persen dibandingkan Februari 2023 atau turun 6,26 persen dibandingkan Maret 2022.

Jika dirinci, impor migas Maret 2023 mengalami kenaikan 25,28 persen yakni USD 3,02 miliar dibanding Februari 2023 sebesar USD 2,41 miliar.

Sedangkan, impor non-migas pada Maret 2023 juga mengalami kenaikan 30,05 persen yaitu menjadi USD 17,57 miliar, dibanding bulan sebelumnya USD 13,51 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya