Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengatur ulang pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan atau penyerahan emas dan jasa terkait penjualan atau penyerahan atas emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata dan atau batu lainnya yang sejenis.
Dalam aturan ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menunjuk pengusaha emas perhiasan dan emas batangan sebagai pihak lain yang berkewajiban memotong, menyetor, dan melaporkan pajak penjualan emas.
Baca Juga
Fungsional Penyuluh Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Giyarso menjelaskan, pihak lain tersebut memungut PPh Pasal 22 atas penjualan emas sebesar 0,25 persen.
Advertisement
“Dari segi PPh, kalau pengusaha emas pabrikan, pedagang emas, pengusaha emas, ditunjuk Menteri Keuangan sebagai pihak lain untuk lakukan pemungutan, peyetoran, dan pelaporan PPh,” ujarnya dikutip dari Belasting.id, Senin (15/5/2023).
Giyarso menjelaskan pengenaan PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen berlaku untuk 3 jenis transaksi. Itu terdiri dari penyerahan emas perhiasan, emas batangan, dan perhiasan yang seluruhnya bukan dari emas atau batu permata atau batu lainnya yang sejenis.
Secara terperinci, Giyarso memaparkan dalam aturan terbaru, pabrikan, pedagang, pengusaha emas batangan harus memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas penjualan emas batangan. Itu termasuk penjualan emas batangan yang memiliki catatan atau rekaman kepemilikan secara digital.
Kemudian, dia menuturkan ada juga aturan yang mengharuskan pabrikan emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas penyerahan emas produksi pabrikan kepada pengusaha yang memesan.
Tidak Final
Penyuluh Pajak DJP menuturkan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen juga berlaku atas penyerahan bahan baku berupa emas perhiasan atau emas batangan. Penyerahan yang dimaksud dari pengusaha yang memesan kepada pabrikan emas yang bertujuan menghasilkan emas perhiasan.
“Pabrikan dan pedagang harus pungut PPh sebesar 0,25 persen apabila melakukan penjualan perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata atau batu lain yang sejenis,” tambah Giyarso.
Dia menerangkan pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final. Artinya, dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak, sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi wajib pajak yang dipungut.
Advertisement
Pengecualian
Beleid terbaru juga mengatur ada pengecualian pemungutan PPh Pasal 22. Diantaranya, berlaku untuk penjualan yang dilakukan kepada konsumen akhir, wajib pajak dengan PPh final atau peredaran bruto tertentu, wajib pajak yang memiliki surat keterangan bebas PPh Pasal 22, serta penyerahan ke BI.
“Misalnya, toko emas menjual emasnya ke konsumen akhir. Apakah pungut 22? Tidak, tetapi dia pungut PPN tapi untuk PPh 22-nya tidak dilakukan pemungutan,” tutur Giyarso.