Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada Jumat, (21/7/2023). Rupiah kembali menembus level 15.000 terhadap dolar AS, yang diprediksi seiring penguatan dolar AS usai data tenaga kerja AS klaim pengangguran lebih baik dari harapan.
Mengutip data RTI, Jumat siang pukul 12.45 WIB, posisi dolar AS terhadap rupiah di kisaran 15.030. Pada Jumat pagi, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 0,24 persen atau 36 poin menjadi Rp 15.022 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.986 per dolar AS, demikian dikutip dari Antara.
Baca Juga
Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual menuturkan, rupiah tertekan terhadap dolar AS karena pengaruh eksternal. Hal ini dipengaruhi sentimen bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) yang akan menaikkan suku bunga pada Juli dan September 2023. Selain itu, kebutuhan impor terutama bahan bakar minyak (BBM) juga meningkat di tengah libur sekolah. David menilai, tekanan rupiah masih wajar.
Advertisement
“Normal saja. Prediksi masih di kisaran 14.900-15.300 dalam jangka pendek,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Dikutip dari Antara, Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong prediksi rupiah merosot akibat tertekan oleh rebound pada dolar AS setelah data tenaga kerja AS klaim pengangguran yang lebih baik dari harapan. Klaim pengangguran AS dikatakan mencapai 228 ribu, lebih baik dari harapan yang sebesar 242 ribu.
"(Hal ini mendorong) peningkatan prospek tingkat suku bunga the Fed. Range (berkisar) Rp 14.950-Rp 15.050 per dolar AS,” kata Lukman.
Sentimen Eropa Tak Terlalu Berdampak
Lukman menambahkan, dari sentimen Eropa, ia menuturkan tidak akan langsung berdampak ke rupiah. Untuk China, kini perlambatan ekonomi disebut masih menekan mata uang regional. “Namun, dari waktu ke waktu, ada harapan yang muncul dari usaha-usaha China menduking ekonomi mereka,” tutur dia.
Hal senada dikatakan Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Ia menuturkan, dolar AS menguat terhadap mata uang G-10 kecuali dolar AS, setelah rilis US Initial Jobless Claims yang mencatatkan klaim pengangguran lebih baik dari harapan.
“(Ini) mengindikasikan pasar tenaga kerja di AS tetap ketat. Pasar tenaga kerja yang lebih ketat mendukung stance kebijakan moneter AS yang ketat, sehingga mendorong penguatan dollar index dan kenaikan yield UST,” tutur Josua.
Ia menambahkan, indeks dolar AS naik 0,60 persen menjadi 100,88 sedangkan yield UST naik 10 basis poin (bps) menjadi 3,85 persen.
Advertisement
Usai Libur 1 Muharram, Nilai Tukar Rupiah Menguat ke 14.985 per Dolar AS
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Kamis ini. Penguatan rupiah ini salah satunya didukung oleh surplus neraca perdagangan Indonesia.
Pada Kamis (20/7/2023), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, menguat 0,08 persen atau 12 poin menjadi 14.985 per dolar AS dari sebelumnya 14.997 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memprediksi rupiah masih berpeluang menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis, karena pengaruh perkembangan ekspektasi bank sentral AS yang segera menghentikan program kenaikan suku bunga acuan untuk memerangi inflasi di AS.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, menguat 0,08 persen atau 12 poin menjadi Rp14.985 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.997 per dolar AS.
"Potensi penguatan ke arah support di sekitar 14.930-14.900 per dolar AS dengan potensi resisten di sekitar 15.000 per dolar AS hari ini," ucapnya dikutip dari Antara.
Saat ini, kata Ariston Tjendra, posisi suku bunga acuan The Fed berkisar 5,00-5,25 persen.
"Kalau Juli ini (suku bunga acuan) naik 25 basis poin, jadi 5,25-5,50 persen," ujar dia.
Dengan tren penurunan data inflasi AS yang terus mendekati kisaran target 2 persen, ditambah sebagian data-data ekonomi AS yang lemah (berdasarkan survei CME Fedwatch Tool) sehingga dapat memicu inflasi, probabilitas Bank Sentral AS akan menahan suku bunga hingga akhir tahun meningkat sebesar 50 persen.
Sementara itu, keadaan dari dalam negeri, lanjut dia, rupiah masih didukung oleh surplus neraca perdagangan bulan Juni 2023 yang melebihi ekspektasi.
"Trade balance yang bulan ini rilis surplus 3,46 miliar dolar AS (dengan) ekspektasi surplus 1,35 miliar dolar AS," ungkap Ariston.
Waspada, Rupiah Diramal Ambrol di Semester II 2023
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan melemah pada semester II-2023. Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan asumsi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yakni Rp 14.800 per USD.
"Rupiah agak melemah dibandingkan asumsi," kata Sri Mulyani dalam raker bersama Badan Anggaran DPR RI, Pembahasan Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN TA 2023, di DPR, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Berdasarkan catatan Sri Mulyani, hingga semester I-2023 rata-rata rupiah berada di level Rp 15.071/USD. Kemudian, nilai tukar rupiah pada semester II-2023 diperkirakan bisa melemah ke level Rp 14.950-15.400/USD.
"Keseluruhan tahun nilai tukar rupiah ada di kisaran Rp 15.000/USD hingga Rp 15.250/USD," tambahnya.
Menkeu menjelaskan, pelemahan nilai tukar dipengaruhi oleh situasi global yang penuh dengan ketidakpastian. Alhasil nilai tukar rupiah pun mengalami tekanan.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti, menyatakan nilai tukar rupiah masih menguat 3,84 persen secara tahunan periode 2022 hingga Juni 2023.
Bahkan, nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang lain seperti rupee India, peso Filipina dan baht Thailand. Kendati demikian, Bank Indonesia optimis bahwa nilai tukar rupiah masih ada peluang untuk terus menguat.
"Ke depan BI melihat ruang apresiasi nilai tukar rupiah masih ada, di tengah surplus transaksi berjalan dan kami perkirakan masuknya aliran modal asing seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang masih menarik," pungkas Destry.
Advertisement