Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menyesuaikan tax bracket dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022.
Dalam tax bracket ini, terdapat lapisan kelima yang merupakan golongan baru untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar per tahun yang dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 35 persen.
Baca Juga
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan, hanya ribuan orang wajib pajak orang pribadi yang membayar PPh dengan tarif tertinggi sebesar 35%. Dalam data penyampaian SPT tahun pajak 2022 sebanyak 5.443 wajib pajak orang pribadi dikenakan tarif PPh atau tax bracket paling tinggi sebesar 35%.
Advertisement
"Data SPT per Juli untuk PPh orang pribadi ada sekitar 5.443 wajib pajak yang melaporkan menggunakan PPh dengan tarif bracket 35%," katanya dikutip dari Belasting.id, pada Jumat (11/8/2023).
Suryo Utomo menyatakan jumlah wajib pajak yang berkisar ribuan tersebut merupakan kelompok wajib pajak orang pribadi nonkaryawan. Jumlah tersebut kurang dari 1% dari total wajib pajak Indonesia yang mencapai 11 juta.
Adapun nilai setoran pajak para crazy rich dengan tarif PPh 35% sejumlah Rp 3,5 triliun. Sedangkan total penerimaan PPh orang pribadi nonkaryawan senilai Rp 10 triliun.
"Kalau sampaikan setoran sekitar Rp 3,5 triliun dari Rp 10 triliun PPh orang pribadi nonkaryawan, ini merupakan yang lapor PPh secara individual dan bukan dari pemotongan dari karyawan [PPh Pasal 21]," terangnya.
Sebelumnya, data DJP pada 2022 mengungkapkan sedikitnya ada 1.119 wajib pajak yang tergolong super kaya atau High Net Worth Individual (HNWI) di Indonesia. Adapun penghasilan orang-orang super kaya itu di atas Rp5 miliar/tahun.
DJP menerangkan barisan orang super kaya itu dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) tertinggi sebesar 35%. Adapun lapisan tarif PPh itu tertuang dalam Pasal 17 UU No.7/2021 atau UU HPP.
Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.109 Triliun hingga Juli 2023, Khusus Migas Turun
Penerimaan pajak tercatat Rp 1.109,10 triliun hingga Juli 2023. Jumlah ini mencapai 64,56 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, jika dibandingkan dengan tahun lalu, penerimaan pajak tahun ini tumbuh 7,8 persen.
Sri Mulyani pun merincikan, PPh non-migas sebesar Rp 636,5 triliun atau 72,86 persen dari target tumbuh 6,98 persen. Kemudian PPN dan PPnBm sebesar Rp 417,64 triliun atau 58,21 persen dari target.
"PBB dan pajak lainnya Rp 9,60 triliun atau 23,99 persen dari target. Sedangkan untuk PPh migas sebesar Rp 45,31 triliun atau 73,74 persen dari target," kata Sri Mulyani dalam acara konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Menurut Bendahara Negara ini, penerimaan migas ini turun sekitar 7,99 persen dibandingkan tahun lalu meskipun jika dilihat dari totalnya sebesar 73,74 persen dari target tahun ini. Penurunan penerimaan migas ini seiring dengan penurunan harga komoditas.
buhan bulannya nya negatif. Ini adalah koreksi untuk menuju normalisasi," tambahnya.
Advertisement
Pajak Migas
"Total penerimaan pajak (PPh Migas) mengalami penurunan seiring dengan penurunan harga komoditas migas," jelas Menkeu.Pertumbuhan penerimaan pajak 7,8 persen hingga Juli, lanjut Menkeu, relatif lebih rendah dibandingkan tahun 202 yang tumbuh tinggi penerimaan pajaknya yaitu 58,8 persen.
Menurutnya hal itu terjadi dikarenakan berbagai faktor yaitu, harga komoditas mengalami normalisasi, kemudian pertumbuhan ekonomi dunia yang lambat mempengaruhi kinerja beberapa seperti ekspor dan juga berbagai aktivitas di dalam negeri, sehingga memang pertumbuhan penerimaan pajak diperkirakan tidak setinggi tahun lalu, tetapi masih tumbuh spotify.
"Ini hal yang cukup baik, kita tetap harus waspada karena kalau kita lihat month to month atau pertumbuhan bulanan penerimaan pajak kita di bulan Juni dan Juli mengalami pertum