Liputan6.com, Jakarta Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mendorong pemerintah agar segera merilis peraturan terkait perpanjangan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5% untuk pelaku UMKM.
Hingga pertengahan Maret 2025, regulasi tersebut belum juga dikeluarkan, memicu kebingungan di kalangan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).
Advertisement
Baca Juga
Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap situasi ini. Ia menilai ketidakpastian regulasi menimbulkan dilema bagi WP OP, khususnya terkait kewajiban pembayaran PPh untuk masa pajak Januari dan Februari 2025.
Advertisement
Banyak wajib pajak yang khawatir salah melakukan penyetoran pajak, sehingga berpotensi memengaruhi penerimaan negara.
“Kami berharap pemerintah segera menerbitkan aturan perpanjangan tarif PPh Final UMKM 0,5%. Jika regulasi tersebut diterbitkan sejak awal tahun, WP OP bisa langsung memanfaatkannya tanpa kebingungan,” ujar Vaudy dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).
Komitmen Pemerintah
Vaudry menegaskan, sebelumnya pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah mengumumkan perpanjangan fasilitas tarif PPh Final UMKM ini dalam peluncuran “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” pada 16 Desember 2024. Salah satu poin pentingnya adalah kelanjutan tarif 0,5% hingga akhir 2025.
Namun, hingga kini belum ada revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 yang mengatur tarif PPh Final atas penghasilan usaha bagi WP dengan peredaran bruto tertentu.
Dalam Pasal 5 PP tersebut, WP OP hanya dapat memanfaatkan tarif ringan ini selama tujuh tahun. Artinya, WP OP yang mulai memanfaatkan fasilitas pajak sejak 2018, per Januari 2025 tak lagi dapat menggunakannya, kecuali ada ketentuan baru yang memperpanjang masa berlaku.
Ketidakpastian Hukum
Ketiadaan aturan hingga Maret 2025 dinilai menciptakan ketidakpastian hukum, khususnya bagi WP OP yang masih berharap dapat terus menikmati insentif ini. Jika peraturan diperpanjang sejak awal tahun, kebingungan soal kewajiban pajak pada awal 2025 dapat dihindari.
Lebih lanjut, Vaudy juga menyoroti potensi dampak negatif terhadap penerimaan pajak negara. Ia menjelaskan bahwa WP OP dengan omzet di bawah Rp500 juta yang sebelumnya dibebaskan dari kewajiban PPh berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan PP No. 55 Tahun 2022, saat ini mengalami kebingungan mengenai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, WP OP juga dihadapkan pada kewajiban menyampaikan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) paling lambat akhir Maret 2025.
Tanpa adanya kepastian perpanjangan tarif PPh Final, WP OP harus memutuskan apakah tetap menggunakan fasilitas PPh 0,5%, beralih ke NPPN, atau memilih pembukuan, sebagaimana diatur dalam PP 55/2022 Pasal 59.
Menurut Vaudy, kejelasan mengenai perpanjangan PPh Final sangat penting untuk menjaga kepatuhan pajak dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku UMKM, sekaligus sebagai bentuk komitmen pemerintah atas janji dalam paket stimulus ekonomi.
Advertisement
Turunkan Tingkat Kepatuhan Pajak
Sementara itu, Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, menekankan bahwa lambatnya penerbitan regulasi ini bisa memicu ketidakpastian di kalangan WP OP. Menurutnya, ketidakjelasan aturan bisa menurunkan tingkat kepatuhan pajak, karena banyak WP OP memilih menunda setor pajak hingga ada kejelasan.
“Situasi seperti ini sangat rentan menimbulkan penurunan kepatuhan pajak. Ketidakpastian aturan bisa membuat WP OP menunda pembayaran, dan ini berisiko menimbulkan sanksi administrasi yang seharusnya bisa dihindari,” ujar Jemmi.
IKPI menegaskan dukungan penuh terhadap pemerintah agar segera mengeluarkan peraturan terkait perpanjangan fasilitas PPh Final UMKM 0,5%. Kepastian regulasi ini sangat penting demi mendukung kelancaran penerimaan pajak negara serta menjaga kepercayaan pelaku UMKM.
