Ira Puspadewi: Ditanya Sudah Berapa Lama Mengabdi di Amerika, Itu Menohok Saya

ASDP di bawah kepemimpinan Ira telah melakukan transformasi digital secara menyeluruh dan menghasilkan kinerja positif bahkan di periode pandemi Covid-19.

oleh Rinaldo diperbarui 15 Sep 2023, 17:28 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2023, 17:03 WIB
asdp
Direktur Utama PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP), Ira Puspadewi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Ira Puspadewi tak pernah menyangka perjalanan karier akan membawanya menjadi Direktur Utama PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Ferry Indonesia. Padahal, ASDP bukanlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertama tempat Ira mengabdi.

Semuanya berawal ketika Ira menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Brawijaya, Malang. Berniat mencari pengalaman kerja, bungsu dari 11 bersaudara ini bergabung dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan The Asia Foundation.

Saat bekerja di The Asia Foundation itulah dia ditawari bergabung dengan GAP Inc., salah satu perusahaan garmen terbesar dunia yang bermarkas di San Francisco, Amerika Serikat. Setelah bekerja selama 17,5 tahun dan menjabat sebagai Direktur Global Initiative GAP Inc. untuk Regional Asia yang membawahi 7 negara, semuanya berubah.

Saat bertemu Menteri BUMN Dahlan Iskan pada sebuah event di Tiongkok pada 2014, Ira pun diajak pulang untuk membangun Tanah Air. Pulang ke Indonesia dan menjalani serangkaian tes, wanita yang meraih gelar Master dari Asian Institute of Management, Filipina ini diangkat sebagai Direktur Utama PT Sarinah (Persero).

Dua tahun berselang, Ira kemudian diminta Menteri BUMN Rini Soemarno menjadi Direktur Ritel, Jaringan, dan SDM PT Pos Indonesia (Persero). Hanya 16 bulan mengabdi di PT Pos Indonesia, dia mendapat amanah lebih besar memimpin PT ASDP Indonesia Ferry pada Desember 2017.

Ini jelas sebuah tanggung jawab yang besar, karena hingga 2022 perusahaan pelat merah ini memiliki 4 kantor regional dan 27 kantor cabang untuk mengelola 36 pelabuhan penyeberangan di seluruh Indonesia dengan jumlah armada kapal mencapai 223 kapal. Selain itu, ada sekitar 6.000 karyawan yang harus dikelola Ira.

Wanita asal Malang yang meraih gelar doktor dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini mengakui butuh waktu yang lama untuk bisa beradaptasi di ASDP. Berbagai rintangan yang datang tak membuatnya mengendorkan langkah mewujudkan ASDP menjadi perusahaan yang memprioritaskan keamanan dan pelayanan.

Tekad dan kerja keras Ira berbuah hasil, Ira meraih penghargaan The Best Industry Marketing Champion 2022 kategori Transportation dari perusahaan konsultan pemasaran terkemuka MarkPlus, Inc yang diserahkan pada ajang Marketeer of The Year (MOTY) 2022 di Jakarta, Desember tahun lalu.

ASDP di bawah kepemimpinan Ira dinilai telah melakukan transformasi digital secara menyeluruh dan menghasilkan kinerja positif bahkan di periode pandemi Covid-19.

ASDP pun telah menuntaskan program digitalisasi pembayaran tiket penyeberangan dari total target 17 pelabuhan di seluruh Indonesia yang menerapkan transaksi non-tunai (cashless) pada tahun lalu.

Selain itu, perusahaan berhasil mencatatkan tren pertumbuhan kinerja keuangan yang positif dari tahun ke tahun. Lantas, apa lagi gebrakan yang akan dilakukan Ira?

Berikut petikan wawancara Ira Puspadewi dengan Sheila Octarina dalam Bincang Liputan6.

 

Dua Minggu Pertama Bekerja Langsung Diare

Ira Puspadewi
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Boleh diceritakan secara singkat perjalanan karier Ibu sebelumnya hingga memimpin ASDP?

Saya bekerja sudah lebih 30-an tahun ya. Dan lebih dari separuhnya bekerja di perusahaan yang berbasis di San Fransisco di Amerika. Nah, terakhir posisi saya adalah direktur untuk wilayah Asia. Jadi kurang lebih ada sekitar 7 negara yang saya kelola.

Dan di Asia itu saya muter gitu, jadi kurang lebih 50 persen waktu saya dari 17 tahunan lebih di perusahaan ini saya bekerjanya di luar gitu, jadi kaya TKW-lah saya bilang.

Kemudian suatu hari di China waktu itu, di Kota Beijing, saya ketemu Menteri BUMN saat itu terus ditanyalah apa pekerjaannya gini-gini, terus sudah berapa lama mengabdi di Amerika, saya bilang 17 tahun. Bahasa mengabdi sama perusahaan Amerika yang Beliau sampaikan, menohok bener ya.

Terus saya bilang, Pak emangnya ada peluang di Indonesia? Terus Beliau sampaikan, ya sudah nanti kalau di Indonesia kita ketemu, ya sudah. Tapi sudah lama banget nggak ketemu, akhirnya suatu saat saya dipanggil oleh Kementerian BUMN.

Kemudian ya ada tesnya macam-macam gitu. Lama juga nggak denger, tapi akhirnya di tahun 2017 saya bergabung dengan BUMN. Saya pertama sebagai Dirut Sarinah, kemudian saya Direktur PT Pos. Lalu tahun 2017 akhir saya ditugaskan di ASDP.

Kalau boleh tahu, latar belakang pendidikan Ibu di bidang apa?

Kuliahnya sih nggak ada hubungan dengan pekerjaan, kuliah saya di S1 Brawijaya, saya di Sosial Ekonomi Peternakan, kemudian S2-nya di Manajemen, S3-nya Strategic Management. Tapi saya ngeliatnya gini sih, sekolah itu yang sebenarnya S1 gitu ya, itu memberikan cara berpikir kita yang mungkin logis dan sekuensial.

Nah selebihnya kecuali yang sangat skills betul seperti dokter atau jadi insinyur konstruksi, insinyur sipil misalnya, atau arsitek, rasanya semuanya sama. Tapi yang penting menurut hemat saya, di pekerjaan itu ada yang kita sebut dengan transferable skills.

Jadi di manapun kerjaannya itu akan selalu dipakai, antara lain communication skills, kemudian people manajemen, itu kerjanya apa saja dipakai dan di dalam perjalanannya ada beberapa skill lagi yang kita makin kuat.

Dan apa pun pekerjaannya, kecuali yang sangat spesifik, teknis dan keahlian betul ya kita nggak bisa ya, tapi kalau general management mestinya kepake gitu sih. Excuse-nya itu untuk orang yang apa nih dulu Sosial Ekonomi Peternakan, kemudian sekarang beternak kapal gitu ya.

Waktu lulus S1 akhirnya memutuskan ke Amerika itu kenapa, Bu?

Saya S1 di Indonesia dulu, saya bergabung dengan YLKI waktu itu, kemudian lama kemudian ada yang menawari saya. Saya itu hampir nggak pernah ngelamar sih. Kebetulan saja ada orang yang mungkin kelihatan wajah saya sepertinya meyakinkan, terus ditawarin gitu.

Jadi terus ada yang nawarin dari perusahaan Amerika itu untuk pekerjaan saat itu, ya sudah. Saya tumbuh paling lama dan paling panjang adalah di perusahaan Amerika itu yaitu 17 setengah tahun saya di situ.

Selama 17 tahun di sana kewarganegaraan Ibu beralih juga?

Nggaklah, warga negaranya Indonesia, saya banyakan juga kerjanya di Asia, karena muter banget gitu, tapi perusahaannya perusahaan Amerika.

Apa Bu perbedaannya setelah 17 tahun di sana dengan perusahaan Amerika yang di-handle dengan pekerjaan yang sekarang?

Begini, menurut hemat saya, saya tuh bekerjanya nature-nya ya atau sifat lingkungan pekerjaannya itu agak ekstrim. Maksudnya dari perusahaan Amerika ke BUMN. Bukan saja perusahaan misalnya swasta Indonesia gitu, BUMN.

Jadi yang membuat saya kaget terus terang adalah soal keketatan governance-nya, standar governance-nya. Bukan di Amerika nggak ada ya, tapi formalitas di sini itu luar biasa memerlukan paper work yang luar biasa menurut saya.

Jadi saya dua minggu pertama di BUMN itu masih diare. Tiap hari diare, tiap harinya berkali-kali diare. Untungnya kamar mandinya Dirut itu tersendiri, jadi nggak terlalu kelihatan. Tapi saya sakit perut betulan.

Kenapa memangnya, Bu?

Karena berbeda sekali. Terus kaya gini, ada masanya gini, aku tuh sebenarnya bikin keputusan yang benar nggak sih masuk sini, gitu. Mana masuknya tuh agak mendadak betul. Saya itu mengira tadinya masuk BUMN itu sama dengan perusahaan normalnya gitu bahwa oke saya bisa one month notice kaya gitu. Ternyata kalau hari ini terima SK, besok juga sudah harus masuk gitu di BUMN.

Itu juga kaget dan saya sempat nangis sih, maksudnya ini benar nggak sih did I make the right decision gitu. Tapi alhamdulillah sampai sekarang I think I did make the right decision dalam hal, saya menikmati pekerjaannya dengan seluruh tantanganya dan mudah-mudahan ada beberapa manfaat yang saya sudah dan akan bisa create lagi.

Sebagai Dirut ASDP bisakah Ibu menjelaskan tugas dari ASDP itu apa?

Kita sebagai BUMN itu selalu menggunakan 2 topi, yang pertama adalah topi bagaimana kita sebagai institusi ekonomi ya, yaitu kita tugasnya menciptakan value untuk shareholders. Value itu ada pendapatan, laba, kemudian rasio-rasio keuangan.

Nah yang kedua kita selalu melakukan fungsi sebagai agent of development atau agen pembangunan. Nah, ASDP spesifiknya tugasnya apa sih? Gampangnya nih, kita itu kan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan, di mana ada pulau-pulau.

Indonesia banyak pulaunya kemudian di situ ada harus tersambung, biasanya sebagian besar ada ASDP, jadi di selat-selat ada ASDP, di danau yang besar-besar ada ASDP, di sungai juga seperti di Kalimantan misalnya atau di Papua juga ada ASDP. Jadi tugas kita adalah menyediakan konektivitas antarpulau sebetulnya.

Utamanya sarana penyeberangan ya?

Penyeberangan iya. Nah ada yang unik dalam hal ASDP itu, yaitu mengelola kapal dan kemudian kita juga mengelola pelabuhan. Tidak banyak perusahaan yang mengelola dua-duanya. Biasanya kapal saja atau pelabuhan saja, nah kami dua-duanya

Walaupun tidak semua kapal di pelabuhan ASDP itu milik ASDP. Contoh di Merak-Bakauheni ada 25 pemilik kapal dari 70-an kapal yang ada di Bakauheni pemiliknya 25, ASDP salah satunya. Jadi pemiliknya banyak.

Sering kalau ada kejadian yang mudah-mudahan nggak banyak lagi ya. Kalau ada kejadian apa di kapal yang dikontak selalu ASDP. Itu punya ASDP ya? Bukan gitu, karena sebagian besar justru di Merak-Bakauheni itu bukan ASDP gitu, tapi orang tahunya itu punya ASDP. Tapi kalau yang eksekutif semuanya milik kami saat ini.

Untuk pelabuhan plus kapal yang dimiliki ASDP sekarang ada berapa?

Banyak sekali kalau itu, kan ada yang punya masyarakat juga ya. Tapi kalau yang dikelola oleh ASDP kita memiliki 223 kapal dan kita mengelola 36 pelabuhan.

 

Digitalisasi Harga Mati

Ira Puspadewi
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Apa perbedaan layanan di pelabuhan saat ini dengan sebelum Ibu masuk ke ASDP?

Itu pengalamannya pasti jauh lebih menyenangkan, karena antreannya sudah jelas. Mulai reservasinya sudah pakai gadget, nggak beli lagi tiket di pelabuhan. Sehari sebelumnya juga bisa, bahkan H-60 sudah bisa pesen tiket lewat gadget.

Kemudian nanti tinggal tik barcode-nya kemudian masuk, kalau mau bisa jalan-jalan di mal. Kita punya terminalnya sangat bagus di Merak dan Bakauheni, nggak kalah sama Bandara Soeta, bersihnya juga kita jaga betul karena kita kan emak-emak ya, kamar mandinya harus bersih banget, itu dijaga betul. Kapalnya juga waktu penyeberangannya satu jam.

Bagaimana dengan calon penumpang yang tidak familiar dengan gadget, apa solusi dari ASDP?

Saya kira di dunia, digital itu sudah tidak bisa ditolak ya. Satu pilihannya ya sudah harus bersama digital. Kalau terlalu tua, kita juga cek di market nih yang umurnya sudah lebih senior gitu, ternyata mereka punya cara juga, Ibu pesannya dari mana? Kita tanya karena penasaran. Ternyata keponakannya yang mesenin.

Saya kira nggak bisa kita punya dua model di satu pelabuhan yang sama, harus sama modelnya semua, digital ya digital, reservasi online, reservasi online, mungkin sekarang masih bisa go show tapi tiketnya digital masih ada. Tapi nggak bisa dua model di dalam satu pelabuhan.

Dan itu namanya perubahan, semuanya juga pasti ada yang menolak di awal, tetapi ketika kita tahu memang sudah kita pelajari juga, kita semua memahami digital nggak mungkin ditolak dan itu membawa kebaikan bagi semuanya pada akhirnya. Di awalnya ada berantem-berantemnya wajar, tetapi cool aja deh nanti juga semua orang akan berubah, mau nggak mau.

Pokoknya, sekarang itu tiket harus dibeli sebelum sampai ke pelabuhan. Sama dengan tiket pesawat, sama dengan kereta api. Rasanya sekarang sudah nggak ada ya orang beli tiket di bandara?

Jadi sekarang beli tiket on the spot berarti nggak ada ya?

Nggak ada. Tetapi jika sampai ada, kalau tidak peak season ya, kalau sampai orang sampai di pelabuhan gimana? Pasti kita bantu. Tapi waktu tunggunya dia jadi lebih panjang. Jadi mendingan betul-betul tidak ada lagi tiket di dalam pelabuhan.

Sejak kapan pemberlakuan digitalisasi tiket ini?

Tiket itu secara digital berevolusi mulai tahun 2018. Jadi saya masuk Desember 2017, Agustus kita sudah mulai dengan cashless. Karena tadinya, salah satu hal yang bikin saya syok sih. Uang miliaran gitu, belum kembaliannya gitu ya. Padahal dalam satu hari kita mengangkut kendaraan puluhan ribu kendaraan.

Kalau peak season gimana? Gimana nggak antre, zaman saya sih nggak, pernah 26 kilometer antre di Merak, itu kan ngeri banget. Jadi kita harus nggak bisa cash dan nggak bisa beli tiket di pelabuhan karena antreannya terlalu panjang.

Jadi kalau kita reservasi online itu sudah diatur, kapasitasnya misalnya x pada jam itu hanya x orang atau x kendaraan yang boleh masuk. Selebihnya ya sesuai jamnya. Itu harus diatur.

Kalau sebelumnya cash, apa itu yang bikin antre dan macet?

Sangat. Terus kita jangan salah, pernah nyoba juga. Oke, mungkin lebih mudah pakai e-Money ya, kemudian pakai kartu, ternyata kita hitung masih sekitar 20-an detik, mungkin dipendek-pendekin lagi masih di atas 10 detik. Kayanya pendek ya, tapi kalau kita ngomong puluhan ribu kendaraan dalam satu hari itu masih panjang banget.

Terus KTP dibaca, tadinya juga tik gitu pakai card reader, ternyata kalau kendaraannya isinya enam orang, dibaca satu-satu gimana caranya? Maka kita berharap sungguh kerjasamanya seluruh pengguna jasa, pakai gadget sendiri sebelum berangkat, manifest-nya sudah selesai.

Karena apa? Kalau nggak ada manifes nggak dapat asuransi lho. Terus kalau nggak ada manifest, ya naudzubillah ya jangan sampai terjadi apa-apa, tapi kalau ada apa-apa nggak punya dasar untuk mencari orang yang hilang, wong nggak terdaftar gitu.

Jadi untuk kepentingan pengguna jasa sendiri harus mengisi manifest, masih ada yang malas soalnya. Ah malas ya gini ngisi sendiri gitu. Meski kesannya ribet, kalau untuk kepentingan yang besar dan keselamatan bersama kan wajib ya. Dan mohon maaf harus dipaksa kalau kaya gitu.

 

Bertahan dan Tetap Profitable di Tengah Pandemi

asdp
Direktur Utama PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP), Ira Puspadewi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ketika sedang membuat gebrakan tiba-tiba Covid-19 datang di 2020, bagaimana cara ASDP bisa survive?

Karena kebaikan Tuhan. Waktu itu kita ada krisis yang kita tidak tahu nature-nya ya, kita tidak tahu covid ini akan sampai berapa lama, semua tidak tahu. Maka yang kita lakukan, kita mesti tahu diri kita sendiri yang kita sebut dengan namanya stress test. ASDP ini ketahanan terhadap stresnya gimana nih?

Saya rasa sih sederhana, kita ingin lihat uangnya ASDP itu ada berapa? Seberapa likuid? Karena di setiap keadaan, terutama saat krisis lagi ya, itu cash is king. Jadi kita lihat berapa cash kita, maka waktu itu dihitung stress-stresnya. Kalau misalnya ini seluruh kapal se-Indonesia harus berhenti sama sekali, kita tidak ada pendapatan sama sekali, maka kita menemukan bahwa kurang lebih bisa hidup antara 8 sampai 9 bulan untuk bayarin semua gaji, semua listrik gitu ya.

Nah itu aja, tidak banyak lho perusahaan yang bisa hidup jika pendapatannya nol. Dan kita tahu nggak akan nol juga karena nggak mungkin logistik mati, itu dipastikan. Orang memang pakai PPKM ya nggak boleh bergerak, tetapi Pak Jokowi sudah sangat klir bahwa pasokan logistik harus lancar.

Karena kan Beliau juga bayangkan dan tahu ya bahwa nggak mungkin orang sudah sakit terus nggak dapat pasokan, kan lebih parah lagi. Jadi logistik itu apa pun keadaannya harus lancar. Nah, itu menjadi blessing in disguise buat kita, jadi itulah yang menghidupi kita waktu covid kenapa ASDP profitable di antara banyak perusahaan transpor lain di BUMN, maka logistik itulah yang menyelamatkan kita. Walaupun profitnya turun tapi kita masih profitable. Jadi ya berkelanjutan hidupnya dan tidak harus pakai cadangan yang tadi kita stress kan lagi.

Nah, kedua yang segera kita lakukan adalah melakukan peta skala prioritas. Kita mesti tahu kalau kita mengeluarkan uang ini yang return-nya segera. Kalau misalnya investasinya baru, panjang lagi baru ada hasilnya nggak, kita stop dulu. Kita yang langsung itu, langsung memberikan hasil.

Yang ketiga kita efisiensi di segala bidang, semuanya kita coba. Saya efisiensi itu semangatnya bukan meng-cut-cut, tapi bagaimana kita deliver hal yang sama dengan cost yang di-cut. Jadi bukan sekadar cost reduction, bukan hanya cost cut program, tapi bagaimana cost-nya lebih murah dengan deliverable yang sama.

Kurang lebih itu sih. Yang satu lagi, kita juga bikin ada bisnis-bisnis baru. Misalnya yang kita lakukan adalah saat itu ada layanan eksekutif, nah itu masih baru di tahun 2018. Kemudian yang lain lagi juga ada, biasanya kita B2C, langsung gitu, kita juga sudah mulai ada B2B. Itu yang membuat kita lebih survive.

Apa yang membedakan kelas eksekutif dengan reguler?

Yang pertama, waktu berlayarnya itu lebih pendek. Rata-rata kita satu jam, kalau yang reguler bisa dua jam-an lebih. Kemudian yang lainnya juga kapalnya dan terminalnya, fasilitasnya juga lebih baik ya dibandingkan yang reguler.

Kembali ke masa covid, pas PPKM itu pendapatan ASDP berkurang karena adanya larangan berpergian?

Benar, transportasi logistiknya relatif turun juga karena kan manufacturing berhenti ya. Tetapi ada yang menarik, tadi ada yang kita sebut namanya barang curah nih. Ada orang-orang yang biasanya membawa angkutan tanganlah, dus-dusan gitu, kita melayani pedagang-pedagang kecil segala ya.

Nah tadinya dibawa orang gitu, karena orangnya tidak bisa bergerak, maka barang curahnya saat itu naik pesat sekali terutama di timur sempat naik sampai 40 persen. Karena orangnya nggak boleh nyebrang, barangnya boleh, tapi dia bukan barang yang skala masuk lewat truk, tapi titip gitu. Istilahnya titip di ASDP dalam bentuk bulk gitu.

Dari sekian banyak pelabuhan penyeberangan, yang sering diberitakan adalah Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk sebagai pelabuhan yang paling semrawut. Bagaimana cara Ibu membenahinya?

Pertama gini, yang membuat saya pada momen terbangun gitu waktu ada peak season pertama, saya harus melek dan orang ASDP itu biasa banget, posko istilah kami, itu harus melek saya sampai 27 jam. Saya itu nggak pernah seumur hidup melek 27 jam dan saya umurnya sudah nggak 30 gitu ya, rasanya 27 jam itu deg-degan gitu.

Wah ini saya bilang nggak benar nih kalau kaya gini. Nah, kebetulan saat itu ada berita juga beberapa orang, dua orang kalau nggak salah dalam waktu tidak lama yang bekerja di advertising dan meninggal karena over work gitu. Nah saya pikir, wah enggak lucu juga ya kalau saya mati karena over work gitu ya. Nggak ada yang lucu sih, mati, tapi over work itu nggak bangetlah.

Dan saya pikir sampai kapan, ini produk karena apa? Karena kita tidak pernah mengetahui antara supply dan demand itu enggak pernah di-match. Bahasa saya untung ASDP orangnya baik-baik, banyak berdoa sehingga kita tidak terjadi chaos. Tapi itu mengerikan karena kita tidak pernah menghitung.

Apa langkah yang Ibu ambil?

Dari situ kami bertekad nggak bisa nih, harus dihitung namanya port capacity management. Si port ini bisa menghandel berapa sih at anytime gitu. Kita tahu kapasitasnya ya orang yang datang, kendaraan yang datang harus di-match kan dengan kapasitas ini gitu. Tadinya itu nggak begitu. Nah sekarang tiap jamnya kita tahu maksimum kita berapa kapasitasnya, berarti orang yang boleh masuk segitu.

Kenapa sih mesti reservasi online? Dibatasi sesuai dengan kuotanya, karena tidak mungkin secara teori pembangunan infrastruktur, infrastruktur publik itu kita bangun sesuai dengan demand di peak season. Peak season Lebaran berapa lama sih? Paling lama dua minggu, masa kita harus bangun kapasitas yang misalnya sama dengan Lebaran padahal sehari-harinya kita cuman pakai nggak sampai sepertiganya gitu.

Nah itu kan nggak mungkin, jadi harus demand dan supply ini kita aturlah secara sistem. Itu yang kita buat, kemudian ya paketnya ada cashless dan sebagainya. Sehingga tahun 2020 kita reservasi online itu yang kita berlakukan di Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk, di mana memang revolusioner.

Jadi waktu kami mulai itu semuanya di peak season, baik yang cashless maupun yang reservasi online juga. Tetapi orang bilang gini, jangan pernah membuat sesuatu yang baru di peak season dan di unit besar dan kita lakukan exactly di opposite. Kita lakukan di peak season dan kita lakukan di musim yang ramai, di tempat yang ramai.

Apa logikanya? Tentu saja risikonya sudah dihitung ya. Tetapi logikanya apa? Sosialisasi seperti itu tuh paling gampang justru ketika peak season. Kita mau ngomong pakai sosial media, pakai apa-apa orang nggak nyambung. Tapi kalau orang ngerasain pain-nya, wah next time aku nggak mau antre, aku harus reservasi online. Walaupun berisiko, kritiknnya luar biasa banyak, tapi harus ditekankan.

Dan sekarang sudah terlihat perubahannya?

Waktu 2020-2021 lancar, karena apa? Masih sangat dibatasi orang yang boleh berpergian. Jadi ada hikmahnya juga gitu kita covid itu kita ambil hikmahnya yaitu orang sosialisasinya pelan-pelan. Di 2022 Lebaran pertama itu agak heboh karena ternyata masih banyak orang yang nggak tahu bahwa sudah reservasi online atau sudah tahu tapi masih nyoba.

Ah bisalah diatur, yang ngomong seperti itu masalahnya dalam satu jam bisa 100 mobil. Tapi di 2023, apalagi dengan adanya pemberlakuan bantuan pelabuhan yang di Ciwandan yang milik Pelindo itu jauh lebih lancar.

Itu karena perilaku pengguna jasanya juga sudah beda. Jadi dibandingkan 2022 tuh sama 2023, waktu 2022 yang reservasi online di bawah 10 persen, semuanya mau mendadak-mendadak gitu. Tapi 2023 itu sudah di atas 90 persen.

Artinya sudah banyak perubahan yang terjadi di pelabuhan kita ya?

Perubahannya besar kalau yang paham bagaimana dulu dan sekarang kaya apa. Apalagi nanti kalau lihat di terminalnya mungkin kaget karena orang nggak nyangka. Bahkan ketika awal-awal terminal eksekutif kita baru buka, orang bilang eh ini kaya di bandara ya? Top of mind-nya orang langsung asosiasinya itu bandara gitu.

Jadi perubahannya saya kira besar, tetapi perubahan itu kalau kami jelas berubah gitu dari dalam. Tapi kalau pengguna jasanya juga tidak bisa diajak berubah nggak akan berubah juga industri ini. Maka buat saya setiap perubahan kebaikan ini di ASDP bukan buat ASDP saja, tetapi kita ini sedang mengubah tidak hanya industri tapi Indonesia.

Karena kita ngomong ASDP ada masyarakat yang di Timur, ada masyarakat yang macam-macam perilakunya, yang di pojok yang mana gitu, yang perilakunya masih apa. Sekarang semuanya harus ikutan apa yang kita coba promote terus yaitu kita tertib, kita bersih gitu ya dan kita teratur.

Dengan semua capaian itu, tak heran kalau Ibu mendapat banyak penghargaan ya?

Kalau buat saya gini, penghargaan itu pengingat saja, semacam speedometer kalau di kendaraan. Seberapa publik bisa menerima perubahan-perubahan yang kita maksudkan untuk kebaikan dan diterima oleh publik.

Jadi itu adalah penghargaan buat ASDP yang tentu saja ingin mendapat feedback gitu dari publik, dari pengguna jasa, dari stakeholder, are we doing okay. Dan ketika penghargaan buat kami itu feedback yang baik. Tetapi at the same time kita tahu PR-nya masih banyak.

 

Tantangan Mengelola Ribuan Karyawan

Berapa jumlah karyawan ASDP saat ini?

Karyawan kami ada 6.000-an sekarang, itu di luar yang outsource ya, itu yang organik.

Dengan jumlah sebesar itu, bagaimana cara Ibu mengelolanya?

Mengelola orang menurut saya adalah sesuatu yang most challenging tapi juga most rewarding. Kalau kita bisa mengelola dengan baik juga itu akan memberikan kebaikan yang luar biasa. Maka saya kira kuncinya semua leader adalah bagaimana kita bisa mengajak, memobilisasi orang untuk mencapai tujuan bersama.

Tujuannya ASDP apa sih? Kalau disederhanakan ya kita ingin menjadi perusahaan yang melayani dengan sangat baik dan sehat terus gitu, tumbuh terus. Nah, kalau akhirnya semua karyawan bisa menerjemahkan itu dengan apa yang dia kerjakan, maka mestinya secara agregat seluruh karyawan secara bersama-sama akan mencapai tujuan itu.

Nah, salah satu yang kalau dibilang mungkin yang kita lakukan di lima tahun ini ya nomor satu kan teknologi ya. Kita dengan digitalisasi itu, baik di back end maupun front end itu kita lakukan. Kemudian yang kedua kita bangun infrastruktur. Ada beberapa dermaga yang kita bangun baru sama sekali, ada yang kita perkuat jadi dermaganya tadinya bisa kapal kecil saja, jadi bisa kapal besar itu kita lakukan.

Kemudian kita juga berubah dalam hal visi kita, kita perlebar, kita menjadi punya namanya waterfront tourism development. Jadi kita juga masuk ke pariwisata. Tadinya kita menjadi enabler saja, jadi penyedia transpor untuk pariwisata, seperti misalnya Raja Ampat gitu ya. Tapi sekarang kita juga jadi pelaku.

Salah satunya di Labuan Bajo ada Hotel Meruorah, itu milik kami yang dipakai oleh KTT ASEAN dan side event-nya G20 kemarin, dipilih oleh Pak Presiden hotel ini. Nah itu ya jadi waterfront tourism development, kemudian yang sekarang sedang kita kembangkan di Bakauheni.

Yang penting sekali di tahun ini kita lakukan, kita sebut game changer karena akan mengubah betul yaitu people and culture. Nah people and culture itu kenapa sih? Karena oke, kita sudah bisa bikin kinerja keuangan kaya gini, teknologi kaya gini, infrastruktur kaya gini.

Tapi kalau people-nya nggak berubah, people-nya nggak berperilaku yang memang kondusif untuk kebaikan yang terus menerus kita lakukan, ini mati semua bisa meluruh dan hilang sama sekali gitu. Maka tahun ini kita people and culture kita kerasin. Salah satunya yang sederhana sekali apa sih? Performance-nya individu itu sekarang kita ukur.

Jadi si individu, kita kan punya goal nih perusahaan, misalnya mau laba Rp 700 miliar, si individu harus bisa menerjemahkan dengan kita apa role saya, apa peran saya untuk mencapai sana. Bahkan yang paling bawah pun sudah tahu.

Secara akumulatif, kalau setiap individu tahu apa perannya untuk mencapai tujuan itu, mestinya tujuan itu akan tercapai. Itu yang kita tahun ini kuatkan betul setiap individu tahu apa peran saya untuk mencapai laba yang kita dengungkan.

Karena melayani publik yang punya beragam perilaku, bagaimana cara karyawan ASDP menghadapi kondisi di lapangan?

Itu menurut saya never ending job ya, karena manusia juga kan emosinya berubah-ubah. Tetapi salah satu yang ingin kami kuatkan betul, ASDP ini umurnya sudah 50 tahun, kalau pintar sudah insya Allah, jaga safety orang aman menyebrang, kita ingin sekarang kuatkan betul orang menyeberang juga dengan senyum.

Jadi nggak cuma aman tapi juga smile. Smile itu apa sih? Hospitality, nah ini ASDP sudah banyak inprovement, tapi saya tahu persis kita harus lebih bagus lagi untuk melayani dengan senyum.

Sebagai perempuan yang memimpin, Ibu juga diketahui sangat respek dengan perempuan-perempuan yang bisa berjuang mencapai top position, kenapa?

Kalau dari riset setiap sekolah, apalagi sekarang makin ter-record dengan baik, perempuan itu seringkali posisinya tinggi sekali, rangking-rangkingnya. Terus entry level masuk job, misalnya di BUMN gitu, itu tes-tesnya perempuan itu sering tinggi-tinggi sekali melebihi laki-laki.

Tapi nanti kalau dia sudah middle apalagi sudah ke atas lagi tiba-tiba rontok perempuan itu. Jadi kalau lihat environment di mana perempuan terepresentasikan dengan cukup banyak buat saya itu sesuatu yang membesarkan hati.

Bukan apa-apa sih, karena society itu pasti selalu mendapatkan manfaat kalau ada diversity termasuk gender diversity dan leadership gender diversity menurut saya.

 

Dikawal Aparat karena Ada Ancaman

asdp
Direktur Utama PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP), Ira Puspadewi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Selama memimpin ASDP ada pengalaman menarik? Kabarnya Ibu pernah dikawal aparat bersenjata karena adanya ancaman?

Iya, karena gini, setiap perubahan kecenderungannya selalu ada yang menolak ya. Apalagi keadaan status quo mungkin dianggap adalah keadaan yang lebih baik bagi beberapa kelompok masyarakatlah. Nah, saat kami digitalisasi, antara lain saya kira yang paling sulit diterima adalah tiba-tiba tidak ada cash lagi yang beredar di pelabuhan.

Kalau cash beredar, saya tadi cerita ya kira-kira di tahun itu satu hari bisa ada 5 sampai 8 miliar uang yang berserakan di loket-loket kami. Tentu nggak semua orang dan cukup banyak jumlahnya yang tidak gembira dengan itu.

Ada beberapa ancaman, ada beberapa demo dari orang yang biasa berada di pelabuhan, tidak authorized sebenarnya ya, tapi mereka ada di pelabuhan karena memang nenek kakeknya tinggalnya dulu di situ.

Dan ada beberapa ancaman yang cukup riil, orang sudah nungguin saya gitu. Dia tahu saya menyeberang dari Bakauheni, dia tungguin di terminal. Maka saya harus melakukan beberapa hal untuk lewat dari orang itu.

Sebenarnya saya bukan sok pemberani juga ya, oke-oke saja. Tapi gini, saya nggak mau konyol gitu. Apa pun saya perempuan yang size-nya juga jauh lebih kecil dibandingin orang-orang itu. Ototnya juga nggak sebesar-besar mereka, ya saya harus menjaga diri saya sendiri.

Akhirnya saya untuk beberapa saat memang harus dikawal sama aparat gitu yang sampai proses itu berjalan dengan akhirnya diterimalah secara smooth. Tapi itu terjadi ya dan sampai sekarang pun adalah yang namanya ngancam-ngancam teman-teman ASDP yang mencoba membereskan sesuatu. itu ada. Tapi itu bagian dari pekerjaan dan tugas yang harus kita kelola.

Lantas, bagaimana cara Ibu memberantas praktik premanisme di pelabuhan?

Mereka ini sebenarnya adalah orang-orang yang secara sederhananya mencari nafkah buat keluarga gitu ya, punya anak istri di rumah, karena preman yang jauh lebih besar dari dia di negeri ini juga ada, kita tahu kan? Tetapi dengan empati itu kita lebih coba gimana kita bisa mendayagunakan mereka, kalau bisa itu.

Empati tadi kemudian kita buat sistemnya dulu. Kemudian, sebisa mungkin mereka masuk ke sistem ini. Jadi teman-teman yang tadinya memanfaatkan sistem cash tadi ada yang kemudian menjadi agen bank misalnya, jadi laku pandai. Dia nanti melayani orang yang mau beli tiket tapi nggak punya cara untuk membayar bank, misalnya.

Nah, ada beberapa yang konversi pekerjaannya ke sana. Ada yang kemudian menjadi partner kita di beberapa segmen bisnis, ada yang bahkan keluarganya juga kita siapkan untuk mendapatkan mata pencaharian baru. Terus di lingkungan itu beberapa anak dari orang yang di lingkungan pelabuhan kita sekolahkan sampai universitas, misalnya.

Kita dengan itu ingin mengajak bahwa ASDP itu bukan dengan seluruh perubahan ini bukan menjadi makhluk yang jahat gitu, tapi ini adalah perubahan untuk kebaikan bersama.

Profit utama ASDP itu dari tiket penumpang ya, Bu?

Kita kan mengelola pelabuhan dan mengelola kapal. Kalau pelabuhan kita investasinya besar sekali dan return-nya lama. Satu dermaga itu kalau di Merak bisa ratusan miliar, bikin dermaga itu ya, sepasang itu bisa 400 miliar. Itu dermaga, karena memang mahal sekali.

Nah satu lagi kan penyeberangannya, si kapalnya. Nah itu kalau dari profit atau dari pendapatan ya, yang terbesar itu sebenarnya adalah dari kendaraan logistik. Jadi 70 persen dari pengguna penyeberangan adalah kendaraan logistik dan itulah penyumbang pendapatan tertinggi.

Apakah tarif penumpang atau penyeberangan itu naik tiap tahun?

Tidak otomatis. Ada yang sampai empat tahun nggak naik, itu juga ada. Jadi tergantung, kan kalau ini antarprovinsi maka itu dilakukan oleh Menteri Perhubungan. Kalau antardaerah tingkat II di bawah provinsi dilakukan oleh gubernur.

Itu ada dinamika-dinamika sendiri yang tidak semuanya otomatis naik tiap tahun. Jadi ada yang dua tahun, ada yang empat tahun, ada yang tujuh tahun nggak naik juga ada dan itu kita harus pandai-pandai semacam cross subsidy terhadap masing-masing lintasan itu.

Dan kita itu satu-satunya moda transpor yang tidak ada tuslah. Jadi mau penuh, mau kosong, nggak ada kenaikan tarif atau tiket. Kalau kendaraan lain kan kaya misalnya pesawat itu kalau lagi peak season ada tuslah, kita nggak, sama terus.

Kabarnya ASDP sedang merintis penyeberangan antarnegara, sudah terealisasi atau belum?

Kita sudah mulai menjajaki sejak tahun 2019 sebetulnya. Kalau negara itu yang terdekat sebenarnya adalah Malaysia, ya. Kemudian yang kedua di Darwin, Australia atau Timor Leste yang paling dekat.

Itu kita jajaki, kita sudah koordinasi dengan banyak stakeholders karena kan menyangkut custom, imigrasi ya, itu kan tidak hanya ASDP saja, tapi kita sungguh-sungguh bercita-cita untuk yang paling dekat karena nyambung betul sebenarnya dan dulu masih menjadi bagian dari Indonesia yaitu ke Timor Leste.

Karena masyarakatnya juga kan secara budaya dekat sekali, banyak yang keluarganya masing-masing ada di sana. Kemudian ada wisata-wisata religi di NTT yang orang-orang dari Timor Leste itu secara periodik akan datang. Tetapi sekarang konektivitasnya masih pesawat, kalau ada ASDP bisa ke sana, logistiknya jalan, perdagangan kita juga jalan, kita harapannya ke sana, itu yang paling dekat sih.

Pengalaman yang Tak Terlupakan

asdp
Direktur Utama PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP), Ira Puspadewi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Selama menjadi Direktur Utama ASDP, apa pengalaman Ibu yang paling berkesan dan tak terlupakan?

Oh, banyak ya. Tetapi mungkin yang paling berkesan saya alami sendiri adalah ada Ibu-Ibu menyeberang dari Merak-Bakauheni, kemudian dia beli tiket satu, tapi kita tahu sebenarnya ada anaknya, anaknya masih kecil dan dia sembunyikan pakai baju yang agak longgar.

Ternyata dia cuma punya tiket untuk menyeberang sekali saja, waktu itu sekitar Rp 50 ribu lah. Kita sedihnya gini, untuk beli tiket satu saja nggak mampu. Kenapa anak itu disembunyiin? Karena supaya bayar tiketnya satu saja dan dia nggak punya uang memang betulan.

Akhirnya ya kita bayarin gitu, dia bayar dengan anaknya gitu. Bahkan kita pikirin bagaimana dia nanti naik angkotnya ke kota yang dia tuju. Tapi buat saya kelihatan betul wajahnya negara itu ada melalui ASDP.

Terus ada lagi misalnya di pulau terpencil, ASDP nggak bisa menyeberang karena cuaca buruk, harga telur naik tiga kali lipat. Yang hal-hal seperti itu selalu membuat saya teringatkan, kita kadang kerja cape ya, ada kesalnya apa, tapi oh it's worth it, karena kita tiap hari pekerjaannya adalah memudahkan orang lain.

Saya kalau di teman-teman di internal sering ngobrolnya gini, kita tuh kerja punya 3 purpose. Satu, personal purpose, kedua corporate purpose ya tujuan perusahan. Ketiga, noble purpose, tujuan mulia. Dan ingat ya tiap harinya kita memudahkan hidup orang lain dan itu buat saya itu membahagiakan. Melihat Ibu-Ibu yang tadi itu, semua yang saya kerjakan yang mungkin cape kadang-kadang, tapi kalau lihat seperti itu, I know I'm making difference in someone's life gitu.

Miris sebenarnya mendengar cerita Ibu, syukurnya teman-teman ASDP cepat tanggap.

Tapi itu ternyata, saya kan orang baru ya waktu itu. Tapi teman-teman ASDP itu nature-nya sudah kaya gitu dan itu nggak sekalilah, yang kaya gitu tuh banyak dan mereka sudah kalau kaya gitu pasti dibantuin, sering dari uang pribadi.

Karena kan resminya harus punya tiket kan, harus beli gitu. Jadi ya nggak apa-apa. Tapi ya menurut saya itulah namanya keberkahan, kita kan sering minta sama Tuhan keajaiban ya, kenapa tidak kita coba menciptakan keajaiban buat orang lain kalau kita bisa.

Program atau pembenahan apa lagi yang sedang Ibu lakukan di ASDP?

Selama ini kita selalu punya tiap tahunnya tema yang kita sebut game changer. Sesuatu yang mengubah secara signifikan cara kita berproses bisnis. Salah satunya misalnya kita lakukan Port Capacity Management, dengan digitalisasi, kemudian kita juga mengakuisisi perusahaan, itu game changer-game changer di tahun-tahun lalu.

Tahun 2023 ini game changer kita cuma satu, yaitu people and culture. Tadi saya sebutkan, sudah bagus sudah ininya cakep, kalau people and culture-nya tidak bisa solid memastikan pertumbuhan yang sehat berkelanjutan, perusahaan ini nggak ada guarantee bahwa ini akan terus baik.

Maka people and culture yang kita ukur sampai KPI individu tadi kita kejar benar. Kenapa sih? Karena culture, nggak ada lagi culture Jawa, culture Ternate, culture Papua, yang ada culture ASDP yaitu apa? Yang kita kejar professional dan caring. Dan itu yang kita inginkan dirasakan oleh konsumen bahwa kita adalah professional dan caring.

Terakhir, harapan Ibu ke depan?

Harapan saya, ASDP ini akan besar lagi di sesuatu yang sudah kita mulai, yaitu Waterfront Tourism Development. Jadi kita mengembangkan wilayah-wilayah yang kita punya potensi. Seperti di Labuan Bajo sudah jalan dengan baik, di Bakauheni Harbour City kita mulai, nah kita juga akan diidentifikasi area mana lagi yang kita bisa kembangkan, tentu dengan partner yang ahli ya.

Kenapa sih, kalau orang suka nanya, kenapa sih ASDP nggak penyeberangan saja? Kenapa masuk ke property development atau kawasan gitu? Karena kita adalah agent of development sebagai BUMN yang ingin menciptakan poin atau titik pertumbuhan ekonomi baru. Itu juga tugas kita sebagai BUMN gitu.

Kalau swasta itu pinginnya masuk ketika sudah ketahuan pasti hasilnya segera itu ini. Kalau ini kan agak panjang, perlu waktu, di situlah kita pastikan, misalnya Bakauheni Harbour City baru buka April, sudah sekian ratus lho orang nambah employment pekerjaan di situ jadi nambah, satu orang setidaknya kalau di Indonesia ya menghidupi berapa, dua tiga orang, sudah berapa gitu?

Nah itu yang buat saya salah satu lagi noble purpose-nya BUMN itu lho, menciptakan kemanfaatan yang besar bagi orang lain.

Dengan semua kesibukan saat ini, di waktu senggang Ibu biasanya ngapain?

Yang pasti saya harus berolahraga, lebih dari 25 tahun lah saya olahraga rata-rata 4-5 kilo jalan cepat atau lari atau berenang. Dan akhir-akhir ini lumayan saya latihan core strength. Kalau hobi, saya hobinya kerja, ha..ha..ha.

Kalau waktu sama keluarga bagaimana?

Saya coba sempat-sempatkan, kadang-kadang saya bawa ke pelabuhan juga. Kadang-kadang kita ajak supaya sepertinya life balance berjalan.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya