Liputan6.com, Jakarta Kelompok buruh akan kembali melayangkan gugatan uji materiil Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini akan dibarengi dengan gelombang aksi demo di daerah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, langkah hukum dan aksi unjuk rasa turun ke jalan jadi bagian yang akan terus dilakukan. Aksi sendiri akan dilakukan mulai 10 Oktober 2023, pekan depan.
Baca Juga
Sementara, gugatan uji materiil akan mulai dimasukkan ke MK sehari sebelumnya, yakni 9 Oktober 2023.
Advertisement
"Kita lakukan aksi bergelombang, akan dipindahkan ke daerah mulai 10 Oktober hari Selasa," ujarnya dalam Konferensi Pers virtual, di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Dia mengatakan, aksi bergelombang ini artinya pelaksanaan demonstrasi di daerah-daerah berbeda. Artinya, ada unjuk rasa yang dilakukan bergantian tak hanya dipusatkan di DKI Jakarta saja.
"Misalnya di Jakarta, lalu, Surabaya, Semarang, Pasuruan, Medan, hingga Makassar, terus begerlombang tiap hari tapi gantian," ungkapnya.
Muai 10 Oktober 2023
Dia tak menentukan waktu pasti aksi demonstrasi ini akan dilakukan. Hanya saja, dia memberi kesan kalau prosesnya akan terus menerus.
"Mulai 10 oktober sampai menang," tegas Presiden Partai Buruh ini.
Diketahui, kelompok buruh juga mengawal putusan MK soal gugatan uji formil UU Cipta Kerja dengan aksi demonstrasi. Ribuan buruh tumpah ruah di jalanan sekitar Mahkamah Agung pada Senin, 2 Oktober 2023, kemarin.
Â
Ajukan Uji Materiil
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal tak patah arang meski gugatan uni formil soal Undang-Undang Cipta Kerja ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Pihaknya akan kembali melayangkan uji materiil ke MK pada 9 Oktober 2023, pekan depan.
Said Iqbal menyebut ini sebagai langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh oleh kalangan buruh selanjutnya.
"Kelompok buruh akan ajukan uji materiil tanggal 9 Oktober, kita masukan ke MK," kata dia dalam konferensi pers, Selasa (3/10/2023).
Dia mengatakan, langkah uji materiil ini akan spesifik pada isi dari UU Cipta Kerja. Setidaknya ada 9 poin yang akan diajukan untuk upaya hukum tersebut.
Diantaranya, mengenai upah murah, kebijakan outsourcing, kebijakan pekerja kontrak, ketentuan pemberian pesangon murah, dan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Selanjutnya, soal mudah masuknya tenaga kerja asing (TKA), aturan cuti dalam waktu yang panjang, jam kerja yang dinilai lebih panjang, hingga sanksi pidana terhadap pelanggaran.
"(Aturan) jam kerja bahaya, dari 8 jam kerja reguler jadi 12 jam dan Omnibus (UU Cipta Kerja) membolehkan lembur, walaupun dibayar, buruh cape, belum tidur udah masuk kerja lagi," terangnya.
Said Iqbal menegaskan, langkah ini akan diikuti dengan aksi demonstrasi buruh di daerah-daerah secara bergelombang mulai 10 Oktober 2023. Misalnya, akan dimulai di Jakarta, lalu diikuti Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Medan.
Â
Advertisement
MK Tolak 5 Gugatan UU Cipta Kerja
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak 5 perkara yang menggugat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
Kelima perkara yang ditolak tersebut adalah Perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023, 50/PUU-XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, dan 40/PUU-XXI/2023. Keputusan tersebut diputus dalam sidang pengucapan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.
"Mengadili, menolak permohonan para permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan tersebut melansir Antara, Senin (2/10/2023).
Perkara Nomor 54, 41, 46, dan 50 mengajukan uji formil UU Cipta Kerja, sementara Perkara Nomor 40 mengajukan uji formil dan materi atas UU tersebut. Dalam konklusi-nya, mahkamah menilai permohonan para pemohon kelima perkara itu tidak beralasan menurut hukum.
"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ucap Anwar membacakan konklusi.
Perkara Nomor 54 diajukan oleh 15 pemohon yang terdiri dari berbagai federasi serikat pekerja di Indonesia. Para pemohon memohon mahkamah menyatakan UU 6/2023 tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Mereka pun meminta mahkamah menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berlaku kembali dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Kemudian, Perkara Nomor 41 diajukan oleh dua orang dari Konferensi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Pemohon meminta mahkamah menyatakan pembentukan UU 6/2023 tentang Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pemohon pada perkara tersebut juga meminta seluruh pasal-pasal dari seluruh UU yang diubah dan dihapus oleh UU 6/2023 dinyatakan berlaku kembali.
Â