GAPKI Kecewa Kinerja Industri Sawit Turun Tahun Ini, Apa Penyebabnya?

Dalam beberapa bulan terakhir, GAPKI melihat penurunan harga minyak sawit global yang dipicu oleh melemahnya daya beli akibat perlambatan ekonomi di berbagai negara dan melimpahnya stok di negara-negara produsen.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Nov 2023, 11:45 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2023, 11:45 WIB
Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023, di BICC, The Westin Resort Nusa Dua Bali, Kamis (2/11/2023). (Tira/Liputan6.com)
Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023, di BICC, The Westin Resort Nusa Dua Bali, Kamis (2/11/2023). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengungkapkan, sepanjang tahun 2023, kinerja industri kelapa sawit tidak lebih baik dibandingkan tahun lalu.

"Dari segi harga, harga pada tahun ini tidak sebaik tahun lalu. Meskipun kami memperkirakan harga akan bullish pada 2024 karena beberapa faktor, salah satunya El Nino yang kami alami tahun ini akan mempengaruhi produksi tahun depan," kata Eddy dalam sambutannya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023, di BICC, The Westin Resort Nusa Dua Bali, Kamis (2/11/2023).

Di sisi lain, kata Eddy, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar mengalami stagnasi produksi dalam beberapa tahun terakhir, akibat lambatnya kemajuan dalam penanaman kembali oleh petani kecil.

"El Nino tahun ini diperkirakan juga akan mempengaruhi produksi tahun depan," ujarnya.

Selain itu, meskipun pemerintah akan terus menerapkan B35 dan peningkatan konsumsi pangan dan industri dalam negeri, stok minyak sawit Indonesia pasti akan rendah.

Dalam beberapa bulan terakhir, pihaknya melihat penurunan harga minyak sawit global yang dipicu oleh melemahnya daya beli akibat perlambatan ekonomi di berbagai negara dan melimpahnya stok di negara-negara produsen.

Menurutnya, ancaman krisis pangan dan energi, serta hambatan perdagangan dari negara importir, salah satunya EUDR, membuat ketidakpastian semakin melebar.

Harapan ke Pemerintah

Menyikapi hal tersebut, pengusaha sawit berharap pemerintah Indonesia dapat mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit Indonesia dengan memperkuat produksi minyak sawit berkelanjutan dan tidak mengeluarkan peraturan yang kontraproduktif serta memperjuangkan perdagangan bebas dan adil apapun hambatan perdagangannya," ujarnya.

Lantaran industri kelapa sawit merupakan penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, bahkan di dua setengah tahun pandemi Covid-19, kontribusi devisa kelapa sawit tetap signifikan sehingga neraca perdagangan Indonesia tetap surplus.

"Sebagian besar dari kita optimis menyambut peluang di tahun 2024. Kami yakin dengan kebijakan pemerintah yang tepat, industri kelapa sawit dapat tumbuh dengan mantap di tengah dinamika pasar dan perekonomian," pungkasnya.

Harga Referensi CPO Menguat Periode 1–15 November 2023

20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPDP-KS), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE) periode 1–15 November 2023 adalah USD 748,93/MT.

Nilai ini meningkat sebesar USD 8,26 atau 1,11 persen dari Harga Referensi CPO periode 16—31 Oktober 2023 yang tercatat sebesar USD 740,67/MT.

Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1831 tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Periode 1—15 November 2023.

Selain itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto ≤ 25 kg dikenakan BK USD 0/MT dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1832 Tahun 2023 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.

“Saat ini, Harga Referensi CPO meningkat yang menjauhi ambang batas sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar USD 18/MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar USD 75/MT untuk periode 1—15 November 2023,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso.

BK CPO periode 1–15 November 2023 merujuk pada Kolom Angka 3 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 71 Tahun 2023 sebesar USD 18/MT. Sementara itu, Pungutan Ekspor CPO periode 16—31 Oktober 2023 merujuk pada Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022 sebesar USD 75/MT.

Peningkatan HR CPO

20151014- Ilustrasi Kelapa Sawit
Ilustrasi Kelapa Sawit

Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya yaitu terdapat kenaikan permintaan terutama dari Tiongkok, pelemahan mata uang Ringgit terhadap USD, dan peningkatan harga minyak mentah dunia.

Sementara itu, Harga Referensi biji kakao periode November 2023 ditetapkan sebesar USD 3.524,56/MT, menurun sebesar USD 98,32 atau 2,71 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini berdampak pada penurunan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada November 2023 menjadi USD 3.211/MT, turun USD 96 atau 2,89 persen dari periode sebelumnya.

Penurunan harga ini tidak berdampak pada BK biji kakao, yang tetap sebesar 15 persen sesuai Kolom 4 Lampiran Huruf B pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 71 Tahun 2023. Penurunan Harga Referensi dan HPE biji kakao dipengaruhi adanya penurunan stok biji kakao pada pelabuhan di wilayah Amerika Serikat ke level terendah selama empat bulan terakhir.

infografis journal
infografis 10 Daerah Penghasil Kelapa Sawit Terbesar di Indonesia pada 2021. (Liputan6.com/Tri Yasni).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya