Pindah ke Bisnis Ramah Lingkungan, UMKM Mebel Terbentur Ongkos Logistik Tinggi

Kementerian Koperasi dan UKM selalu berkomitmen untuk memperkuat kapasitas industri furniture melalui penguatan kapasitas bisnis Rumah Produksi Bersama (RPB).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 27 Feb 2024, 17:30 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2024, 17:30 WIB
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki dalam acara Conference on Promoting Sustainable Furniture Ecosystem Leading to Net Zero Emission di Vivere Hotel, Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (27/2/2024). (Maulandy/Liputan6.com)
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki dalam acara Conference on Promoting Sustainable Furniture Ecosystem Leading to Net Zero Emission di Vivere Hotel, Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (27/2/2024). (Maulandy/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki melihat potensi besar bagi para pengusaha UMKM mebel untuk beralih menuju ke bisnis ramah lingkungan. Meskipun masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, semisal biaya atau ongkos logistik yang tinggi. 

Hal itu diutarakan Teten Masduki dalam acara Conference on Promoting Sustainable Furniture Ecosystem Leading to Net Zero Emission di Vivere Hotel, Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (27/2/2024).

Teten memaparkan terkait peluang ke depan, dimana tren wirausaha muda cenderung beralih ke bisnis ramah lingkungan. Dengan 84 persen diantaranya tertarik pada bisnis ramah lingkungan, 58 persen memulai bisnis untuk memperbaiki lingkungan, dan 56 persen memproduksi pakaian ramah lingkungan, produk rendah karbon, dan sistem pengurangan limbah.

"Peluang yang besar pada industri furniture, kinerja UMKM Furniture 2021-2023, dengan USD 2,8 miliar pendapatan Indonesia dalam pasar furniture, 6,8 hektar hutan produksi milik Indonesia, 85 persen pemasok rotan dunia, 805 ribu tenaga kerja langsung terserap di industri furniture," ujarnya.

"Meskipun kontribusi kriya tidak sebesar subsektor kuliner atau fashion, subsektor kerajinan tangan masih memiliki potensi besar untuk pertumbuhan," tegas Teten. 

Di sisi lain, ia tidak menampik jika sektor UMKM di industri furniture menghadapi sejumlah tantangan yang perlu kita diatasi bersama.

"Dari masalah bahan baku hingga biaya logistik yang tinggi, kita perlu mencari solusi bersama untuk memastikan kelangsungan dan pertumbuhan sektor ini," imbuh Teten. 

Rumah Produksi Bersama

Dalam mengatasi tantangan tersebut, ia menyatakan Kementerian Koperasi dan UKM selalu berkomitmen untuk memperkuat kapasitas industri furniture melalui penguatan kapasitas bisnis Rumah Produksi Bersama (RPB).

"Telah dibangun RPB komoditi rotan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah mengolah bahan baku rotan menjadi bahan baku setengah jadi dan furniture," kata Teten.

"Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan bahan baku, memperkuat pasar dalam negeri, dan meningkatkan ekspor, yang pada gilirannya akan berkontribusi pada pendapatan daerah dan devisa negara," tuturnya. 

9 Jurus Industri Mebel Kejar Target Ekspor USD 5 Miliar di 2024

UMKM Diajak Manfaatkan Fasilitas GSP Ekspor Produk ke AS
Pekerja membuat mebel di kawasan Tangerang, Selasa (3/11/2020). Kementerian Koperasi dan UKM mengajak para pelaku UMKM yang telah siap mengekspor untuk memanfaatkan Generalized System of Preference (GSP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) bersama Pemerintah sepakat menargetkan ekspor mebel dan kerajinan sebesar USD 5 miliar pada tahun 2024. 

Namun, HIMKI menyadari dalam merealisasikan target tersebut di atas diperlukan dukungan dari berbagai pihak, yaitu pemerintah; pelaku usaha industri mebel dan kerajinan baik skala kecil, menengah, maupun besar; para desainer; dan stakeholder lainnya termasuk media dan organisasi swasta lainnya yang concern terhadap perkembangan industri mebel dan kerajinan nasional.

Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, membeberkan sembilan langkah yang harus dipenuhi untuk mencapai target ekspor sebesar USD 5 Miliar pada tahun 2024. 

Langkah pertama, yakni kecukupan suplai bahan baku utama dan bahan penunjang. Ketersediaan bahan baku yang berkualitas dengan stabilitas harga menjadi faktor penentu daya saing industri mebel dan kerajinan. 

Untuk memenuhi kebutuhan kayu setidaknya 30 persen dari jumlah kebutuhan sampai saat ini masih didatangkan dari Impor, karena masih kurangnya pasokan kayu perkakas (kayu keras) dari kawasan hutan dalam negeri.

"Mempertimbangkan target ekspor mebel dan kerajinan senilai USD 5 miliar pada tahun 2024, dimana dari nilai tersebut 55 persen masih berupa produk berbahan baku kayu atau setara dengan ±12 juta m3 kayu bulat dari berbagai jenis kayu dengan kualitas dan standar yang dikehendaki pasar," kata Abdul dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (2/1/2024).

Bahan Baku

FOTO: Sempat Turun, Penjualan Mebel Berangsur Normal
Pekerja menyelesaikan pembuatan kursi tamu ukir Jepara di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (23/10/2020). Pengusaha kursi kayu jati tersebut mengatakan, pada awal pandemi COVID-19 penjualan mebel sempat turun 50 persen namun kini berangsur normal. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Selain kayu, untuk mendukung target ekspor tersebut dibutuhkan sekitar 67.194 ton bahan baku rotan siap pakai.

Hal yang tidak kalah pentingnya dan perlu mendapatkan perhatian adalah bahan penolong/penunjang atau bahan pendamping seperti, fitting/aksesories, bahan pengemas, dan bahan-bahan finishing yang berperan pada kegiatan proses produksi.

Langkah kedua, peremajaan alat dan teknologi produksi. Salah satu program unggulan Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian yang terbukti berdampak terhadap efisiensi, produktivitas, dan standarisasi kualitas adalah program restrukturisasi atau peremajaan mesin/peralatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan (IHHP) bagi sektor industri pengolahan kayu termasuk industri furniture (industri skala menengah - besar).

Untuk peremajaan mesin/peralatan industri skala kecil dan menengah program dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya