Liputan6.com, Jakarta - Komisi XI DPR RI meminta defisit anggaran dalam RAPBN Tahun 2025 dipatok lebih kecil. Dewan legislatif itu khawatir tingginya defisit APBN akan memberatkan tahun pertama pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Diketahui, dalam penetapan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM -PPKF), defisit anggaran RAPBN 2025 dipatok pada rentang 2,45-2,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Besaran ini cukup tinggi mengingat batas aman defisit di angka 3 persen.
Baca Juga
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa membuka kemungkinan defisit APBN 2025 bisa turun. Mengungat pembahasannya masih terus berjalan.
Advertisement
"Defisit nanti dibicarain di Banggar (Badan Anggaran DPR RI)," ujar Suharo saat dikonfirmasi, di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Jumat (7/6/2024).
Suharso mengaku ada kemungkinan untuk besaran defisit itu turun lebih rendah lagi. Apalagi, dia pernah mengusulkan besaran defisit anggaran tahun perdana Prabowo-Gibran di kisaran 1,5-1,8 persen.
Namun, kata dia, keputusan besaran defisit anggaran dalam RAPBN 2025 akan diputuskan dalam rapat Banggar dan pemerintah.
"Yaa kita lihat lagi nanti. Banyak cara," ujarnya.
DPR Minta Defisit Kecil
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic bersikukuh meminta defisit anggaran dalam Rancangan APBN (RAPBN) 2025 ditetapkan rendah. Mengingat, ada beban lainnya yang harus ditanggung pemerintah perdana Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dolfie menuturkan, sejumlah porsi beban bagi APBN 2025 mendatang. Salah satu yang disorotinya adalah beban utang pemerintah yang mencapai sekitar Rp 497 triliun di 2024 ini.
Dia khawatir defisit anggaran malah makin besar dengan adanya beban utang tadi. Mengingat defisit anggaran itu dibiayai salah satunya dari utang. Informasi, defisit APBN 2025 ditetapkan dalam rentang 2,45 persen sampai 2,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"APBN 2025 buatlah defisit yang rendah sebagai permulaan jangan langsung tinggi, jangan sudah utang bebannya banyak, masuk pemerintahan baru dibebani utang yang juga besar. Biarkan pemerintahan baru mulai dengan beban utang yang paling kecil," kata Dolfie dalam Rapat Kerja dengan pemerintah, di Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.
Penjelasan Sri Mulyani
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan kalau Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) bukan dibuat oleh dia sendiri. Namun, melibatkan aspirasi pemerintahan berjalan dan calon pemimpin pemerintahan selanjutnya.
"KEM PPKF kan bukan kami yang bikin, eh bukan kami sendiri yang bikin, dalam artian proses internal pemerintah," tegasnya.
Dia menuturkan, ada perjalanan yang ketat dalam penentuan KEM PPKF yang salah satunya mencakup defisit APBN 2025. Mulai dari dibahas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), dilanjutkan bersama kabinet, hingga dibahas dengan tim transisi pemerintahan.
"Kami menanyakan kepada incoming government ini maunya seperti apa, jadi semuanya memang mewadahi, tapi tetap dalam rambu prudential," tuturnya.
Bendahara Negara itu menegaskan, tugasnya adalah mewadahi aspirasi pemerintahan selanjutnya, dan pada saat yang sama menjaga prioritas dan kredibilitas dari APBN sebagai penopang. Dia bisa saja mengatur defisit anggaran lebih rendah, kendati hal itu tergantung dengan besaran belanja dari Pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Kalau bisa lebih rendah tentu kita coba lebih rendah, tapi itu lebih rendah itu fungsi dari penerimaan, tadi Panja penerimaan pak wihadi sudah membacanya kan itu. Jadi kalau sudah dipatok penerimaan kira-kira sekian tinggal sekarang masalah belanjanya. Nah belanjanya mau seberapa banyak," bebernya.
Advertisement
Sri Mulyani Targetkan Defisit 2,45-2,82% untuk APBN 2025
Sebelumnya, defisit ditargetkan di kisaran 2,45-2,82 persen untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan V 2023-2024, seperti dikutip dari Antara, Selasa (4/6/2024).
“Defisit yang kami sampaikan antara 2,45 persen hingga 2,82 persen, yang akan membiayai seluruh program prioritas pemerintah baru,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menuturkan, APBN 2025 dirancang ekspansif, tetapi tetap terarah dan terukur untuk memaksimalkan kemampuan fiskal untuk program pemerintah selanjutnya.
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2025, Sri Mulyani membidik pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di kisaran 5,1-5,5 persen.
Target pertumbuhan ini menurut dia ambisius, tetapi masih realistis. Kemudian agar kondisi fiskal tetap sehat dalam menyambut pemerintahan baru, Sri Mulyani menuturkan, pemerintah telah mendesain rasio utang pada batas yang aman di rentang 37,9-38,71 persen terhadap PDB.
"Pembiayaan akan dijaga dan dikelola melalui pembiayaan inovatif, prudent, dan sustainable melalui berbagai manajemen utang Indonesia yang terus di benchmark secara global," kata dia.
Bendahara Negara itu menuturkan, agar tetap menjaga rasio utang, Kemenkeu akan memaksimalkan pembiayaan internal seperti melalui Badan Layanan Umum (BLU) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berbagai fraksi DPR RI telah menyampaikan tanggapannya terkait KEM-PPKF 2025.
"Pemerintah juga menghargai pandangan-pandangan dari fraksi PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP menyangkut pentingnya optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga keberlanjutan dunia usaha dan daya beli masyarakat," ujar dia.
Butuh Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti keberlangsungan kebijakan yang tepat untuk mengejar target visi Indonesia Emas 2045. Salah satunya dari besaran kinerja pertumbuhan ekonomi nasional.
Dia mengatakan, selama ini Indonesia sudah tumbuh positif dan konsisten pada angka 5 persen. Namun, membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6-8 persen untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjaga di kisaran 5 persen di tengah berbagai guncangan dunia, perlu diakselerasi menjadi 6-8 persen per tahun untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045," kata Sri Mulyani dalam penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF), di Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Senin (20/5/2024).
Dia menjelaskan, dalam satu dekade terakhir banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, termasuk ketahanan kas negara sebagai penopangnya. Maka, diperlukan perumusan kebijakan yang kuat dalam menghadapi ketidakpastian global kedepannya.
Salah satunya dengan merumuskan KEM PPKF yang mampu adaptif dan berkelanjutan seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan anggaran nasional.
"Masih banyak pekerjaan rumah dan agenda pembangunan yang perlu ditangani dan diselesaikan. Cita-cita besar mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 membutuhkan kolaborasi yang kuat dari seluruh komponen bangsa," ujar dia.
Advertisement