Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia masih rutin impor listrik dari Malaysia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Tercatat angka impor listrik mengalami lonjakan tajam, dari hanya 3,03 Giga Watt hour (GWh) pada 2013 menjadi 892,91 GWh pada 2023. Meskipun sempat menyentuh rekor 1.683,12 GWh di 2019, impor listrik dari Malaysia perlahan menurun hingga 797,38 GWh di 2022, lalu kembali naik jadi 892,91 GWh di 2023.
Baca Juga
Direktur Manajemen Pembangkitan PLN Adi Lumakso mengkonfirmasi, kebutuhan impor listrik dari Malaysia diperlukan untuk memenuhi kebutuhan di wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat (Kalbar).
Advertisement
Namun, Adi berharap rantai impor listrik tersebut bisa terputus melalui sistem interkoneksi yang saling tersambung antar wilayah di Kalimantan, khususnya yang didapat dari sumber pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).
"Itu memang nanti kita harapkan ada interkoneksi dari Kalimantan Timur, Tengah, Selatan, Barat. Kan di timur banyak potensi hidro, ada 9-11 GW. Harapan kita nanti interkoneksi," ujar Direktur Manajemen Pembangkitan PLN Adi Lumakso saat dijumpai di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (19/6/2024).
"Memang bertahap, dan memang sekarang ini kan pembangunannya ke arah berbasis renewable yang semuanya memerlukan potensi alam sekitar. Kebetulan di (Kalimantan) Barat itu potensi airnya lokasinya agak jauh, sehingga kita nunggu transmisi," ia menambahkan.
Menurut dia, RI-Malaysia memang telah terjalin kontrak untuk melakukan perdagangan listrik. Pasokannya berasal dari perusahaan listrik Malaysia yang juga beroperasi di Pulau Kalimantan, yakni Sarawak Electricity Supply Corporation (Sesco).
Adi pun tak menyangkal Indonesia masih membutuhkan suplai kelistrikan dari Malaysia dalam waktu dekat. Kendati begitu, ia berharap Indonesia di masa depan bisa berbalik ekspor listrik ke Negeri Jiran, setelah berbagai sumber setrum berbasis alam yang ada di Kalimantan bisa termanfaatkan.
"Mungkin dalam jangka pendek masih impor, tapi jangka menengah panjang kita upayakan enggak impor, malah sebaliknya. Kita arahnya ke situ, saling mengisi lah," pungkas dia.
Anak Buah Menko Luhut Ungkap Syarat Singapura Bisa Impor Listrik dari Indonesia
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengungkap syarat Singapura bisa mengimpor listrik rendah karbon dari Indonesia. Menyusul rencana Singapura untuk mendatangkan 2 gigawatt (GW) dari Indonesia.
Rachmat mengungkap syarat utamanya adalah membangun pabrik di Indonesia. Termasuk tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dari seluruh alat yang digunakan. Dia menerangkan, syarat itu tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Singapura.
"Persyaratan yang kita buat antara MoU G-to-G antara Singapura dan Indonesia adalah solar panel harus memenuhi TKDN requirement Indonesia jadi misal TKDN-nya 60 persen tentunya terus dilaksanakan pabriknya di Indonesia," ungkap dia usai menutup Indonesia Sustainability Forum 2023, di Park Hyatt, Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Dia berharap dengan pabrik dibangun di dalam negeri, akan menghidupkan industri di Indonesia.
"Nanti pabriknya di manapun, bisa di Batam, Jawa, itu yang akan digunakan dan secara umum akan terbentuk industri di Indonesia untuk mendukung bertambahnya demand Singapura ini," papar dia.
"Kemarin dilaporkan, PLN, mereka juga berniat meningkatkan penggunaan solar panel, maka industrinya bisa terbentuk," imbuhnya.
Syarat-syarat ini yang jadi inti agar perdagangan listrik rendah karbon antara Indonesia dan Singapura bisa terlaksana ke depannya. "jadi intinya itu yang kita syaratkan di Indonesia adalah pabriknya buatan Indonesia, jadi solar panel dan baterai buatan Indonesia kalau mau ekspor," pungkasnya.
Advertisement
Singapura Sepakat Bakal Impor 2 GW Listrik EBT dari Indonesia
Diberitakan sebelumnya, Singapura dan Indonesia sepakat untuk melakukan perdangan listrik dari energi baru terbarukan (EBT). Singapura nantinya akan mengimpor sekitar 2 Gigawatt (GW) listrik EBT dari Indonesia.
Wakil Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng mengatakan otoritas energi di negaranya telah menyetujui untuk melakukan perdagangan listrik rendah karbon dengan Indonesia. Ini ditunjukkan dengan ditandatanganinya Letter of Intent (LoI) antara perusahaan perwakilan kedua negara.
"Dengan gembira saya umumkan bahwa EMA (Energy Market Authority) telah memberikan persetujuan bersyarat untuk impor 2 gigawatt listrik rendah karbon dari Indonesia ke Singapura," ujarnya dalam penandatangan LoI, di sela-sela Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2023, di Park Hyatt, Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Perusahaan yang Terlibat
Sedikitnya ada 5 perusahaan dari Indonesia dan 5 perusahaan dari Singapura yang menandatangani rencana kerja sama ini. Dari Tanah Air, ada 3 perusahaan dalam konsorsium Pacific Medco Solar Energy, Adaro Clean Energy, dan Energi Baru TBS.
Sementara itu, 5 perusahaan Singapura diantaranya Seraphim Solar System, LONGi Solar Technology, IND Solar Tech, Sungrow Power Supply, dan Huawei Tech Investment.
Perusahaan ini nantinya akan memasang 11 gigawatt kapasitas panel surya (solar panel) dan 21 gigawatt baterai penyimpanan energi di Indonesia.
"Proyek-proyek ini akan menjadi pembangkit listrik tenaga surya dan baterai terbesar di Indonesia dan akan melayani kebutuhan energi Indonesia dan Singapura," ungkap Tan See Leng.
Advertisement