Kena Tambahan Bea Masuk, Keramik Impor Potensi Melonjak

Indef menyatakan, pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) yang berlebihan akan berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 17 Jul 2024, 18:50 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2024, 18:50 WIB
Kena Tambahan Bea Masuk, Keramik Impor Potensi Melonjak
Ekonom yang tergabung dalam Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti rencana pemerintah yang bersiap mengenakan tambahan bea masuk untuk sejumlah barang impor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom yang tergabung dalam Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti rencana pemerintah yang bersiap mengenakan tambahan bea masuk untuk sejumlah barang impor. Salah satunya bea masuk anti dumping (BMAD) untuk impor keramik. 

Rencana penerapan kebijakan bea masuk anti dumping ini muncul setelah Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) merekomendasikan BMAD atas impor ubin keramik yang berasal dari China, dengan pengenaan tarif maksimal sebesar 199,98 persen.

Direktur Kolaborasi Internasional INDEF Imaduddin Abdullah menilai, kebijakan BMAD yang berlebihan dan tanpa dukungan data yang kuat justru akan kontraproduktif terhadap upaya membangun industri dalam negeri yang kompetitif dan mampu bersaing di level global. 

Menurut dia, berbagai studi telah menunjukkan bea masuk yang diterapkan secara berlebihan tidak efektif karena dapat menghasilkan trade diversion. Sehingga impor akan tetap meningkat dari negara-negara yang tidak dikenakan BMAD. 

"Selain itu, pengenaan BMAD yang berlebihan akan berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen, yang pada akhirnya akan menggerus kesejahteraan konsumen," ujar Imaduddin dalam keterangan tertulis INDEF yang diberikan kepada Liputan6.com, Rabu (17/7/2024).

"Kasus pemberian BMAD terhadap produk impor dari China oleh AS tidak menurunkan angka impor keramik itu sendiri. Justru terjadi kenaikan impor dari India dan Vietnam," dia menambahkan.

Sementara Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho menyebut hasil analisis KADI untuk merekomendasi BMAD tidak kuat, sekaligus tidak memiliki urgensi karena beberapa sebab.

Lantaran, ia mengatakan, data yang ditampilkan dalam laporan KADI menunjukkan tren impor ubin keramik turun 9,55 persen, dengan impor dari China turun 0,56 persen. 

 

 

Tren Kapasitas Terpasang

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di saat yang bersamaan, penjualan oleh perusahaan dalam negeri pemohon naik 0,12 persen dan 22,19 persen. Di sisi lain, industri keramik domestik juga sedang dalam tahap ekspansi, dengan produksi meningkat 4,52 persen dan cashflow tumbuh positif.

Sementara tren kapasitas terpasang meningkat 15,74 persen, bahkan melebihi tren penjualan dalam negeri meningkat 12,02 persen. 

"Berbagai data yang ditampilkan dalam laporan KADI justru menunjukkan industri keramik belum dalam tahap injury," imbuh Andry.

Andry juga mempertanyakan hasil investigasi dan pengenaan BMAD yang mengalami perubahan dari hasil Mei dengan BMAD 6,61-155,48 persen, sementara hasil KADI 100,12-199,88 persen. 

"Perubahan besaran angka ini perlu dipertanyakan dan KADI seharusnya dapat memberikan penjelasan yang transparan," pungkas dia. 

Imbas Derasnya Impor, 7 Industri Keramik Ini Bangkrut

Pasar Keramik Nasional Mulai Meningkat
Suasana salah satu toko penjual keramik di Jakarta, Selasa (29/11). Pada 2017, penjualan keramik diperkirakan naik 5% menjadi 357 juta m2. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat terdapat tujuh perusahaan ubin keramik yang gulung tikar alias bangkrut. Hal itu dampak dari meningkatnya harga gas dan derasnya impor dari China.

Hal itu disampaikan Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Ashady Hanafie dalam Diskusi INDEF terkait Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

"Jadi, mulai parahnya itu kenapa industri keramik kita turun drop karena ada kenaikan harga gas, jadi sebelum 2015 kita jaya daya saing kita tinggi bahkan utilisasi 90 persen, setelah itu naik mulai turun drop daya saing kita rendah kalah bersaing harga dan diperparah dengan impor masuk yang murah," ujar Ashady.

Dikutip dari paparannya, Ashady menilai lonjakan impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri terutama dari Tiongkok berimbas kepada tujuh perusahaan industri ubin keramik yang menghentikan produksinya.

Oleh karena itu, akhirnya pada tahun 2016 Kementerian Perindustrian mulai mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies, seperti pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk menjaga industri keramik dalam negeri.

Berikut daftar tujuh perusahaan ubin keramik yang telah berhenti produksi:

  • PT Indopenta Sakti Teguh
  • PT Indoagung Multiceramics Industry
  • PT Keramik Indonesia Assosiasi - Cileungsi
  • PT KIA Serpih Mas - Cileungsi
  • PT Ika Maestro Industri
  • PT Industri Keramik Kemenangan Jaya
  • PT Maha Keramindo Perkasa 

Sederet Dampak Impor Keramik ke Indonesia, Angka Pengangguran Bisa Meledak

Pasar Keramik Nasional Mulai Meningkat
Diperkirakan Industri keramik nasional mulai bangkit tahun depan, Jakarta, Selasa (29/11). Kebangkitan industri keramik ditandai penurunan harga gas industri dan stabilnya pertumbuhan ekonomi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sudah merekomendasikan BMAD atas impor ubin keramik yang berasal dari RRT dengan pengenaan tarif maksimal 199,98 persen, untuk menjaga industri keramik dalam negeri.

Lantas sejauh mana rencana pengenaan kebijakan BMAD ini efektif dalam mendorong industri dalam negeri?

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai rekomendasi penerapan BMAD tersebut akan memberikan beberapa dampak negatif.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment, INDEF Andry Satrio Nugroho, mengatakan implikasi jika BMAD dari hasil investigasi KADI diterapkan maka yang pertama akan terjadi trade diversion, impor akan beralih ke negara lain selain China.

"Trade diversion, kami melihat juga bahwa cukup besar angka diversion ke India dan Vietnam, karena ini dua ekpsortir terbesar untuk HS 690721," kata Andry dalam Diskusi INDEF terkait Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

Dampak kedua, pasar persaingan semakin kecil, opsi konsumen semakin sedikit, sehingga harga keramik semakin mahal. Menurutnya, produsen dalam negeri akan ikut serta meningkatkan margin keuntungan dengan cara menaikkan harga jual, karena harga impor keramik meningkat tajam.

 

 

Harga Keramik

Apa Manfaat Penting Nat Keramik untuk Keamanan Rumah dan Bangunan?
Ilustrasi pemasangan nat pada lantai. (dok. Gappu/Dinny Mutiah)

Selain itu, praktis semakin rendah kuantitas atau volume keramik di pasar, disaat permintaan keramik domestik meningkat, maka harga yang diterima konsumen akan semakin mahal.

"Kami melihat produsen dalam negeri akan ikut serta menaikkan margin dengan cara menaikkan harga jual, karena harga impor keramik meningkat tajam," ujarnya.

Ketiga, dampak negatifnya yakni banyak sektor yang akan terdampak diantaranya sektor retail, real estate atau property, importir, forwarder, logitik yang akan melakukan efisiensi tenaga kerja, sehingga berpotensi meningkatkan penganngguran.

Dampak keempat, dikhawatirkan terjadinya retaliasi yang akan dilakukan oleh pihak China. Sebagai informasi, retaliasi adalah tindakan balasan oleh suatu negara terhadap negara yang menyebabkan kerugian terhadapnya.

"Kemungkinan yang akan terjadi adalah retaliasi balasan terhadap produk-produk asal Indonesia yang akan dilakukan pihak China," pungkasnya.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya