Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah diprediksi mengalami pelemahan tipis pada hari Rabu ini, seiring dengan sikap investor yang menunggu rilis data ekonomi penting dari Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Antara, Rabu (24/7/2024), pada awal sesi perdagangan pagi, rupiah dibuka dengan pelemahan 14 poin atau 0,09 persen ke level 16.228 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi sebelumnya di 16.214 per dolar AS.
Analis mata uang Lukman Leong memprediksi pelemahan rupiah akan bersifat terbatas, karena para investor mengambil sikap hati-hati menjelang rilis data ekonomi penting AS dalam dua hari ke depan.
Baca Juga
Data-data yang dimaksud meliputi data produk domestik bruto (PDB) kuartal II-2024 AS dan inflasi Indeks Harga Belanja Personal (PCE) AS.
Advertisement
PDB AS diproyeksikan tumbuh 1,9 persen, lebih tinggi dari 1,4 persen pada kuartal sebelumnya. Sedangkan PCE inti AS diperkirakan naik 0,1 persen, sama dengan bulan lalu.
Di sisi lain, rupiah juga masih dibayangi oleh penguatan dolar AS yang bertindak sebagai safe haven di tengah perkembangan politik di AS.
Proyeksi Nilai Tukar Rupiah
Oleh karena itu, Lukman memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan bergerak di kisaran 16.200 per dolar AS hingga 16.300 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
BI Prediksi Rupiah Bakal Perkasa dari Dolar AS
Bank Indonesia mengaku optimis dengan kinerja nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Diprediksi, dalam beberapa bulan ke depan, Rupiah bakal berada di tren penguatan.
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, salah satu faktor yang menjadi pendorong penguatan nilai tukar rupiah adalah penurunan suku bunga.
"Saya melihat potensi penguatan rupiah sangat terbuka. Kita tahu bahwa sejumlah analis mengatakan bahwa suku bunga AS sudah mencapai puncaknya. Ke depan akan turun," ucapnya dalam diskusi di Sumba Timur, ditulis Selasa (23/7/2024).
Kinerja Rupiah
Dari data Bloomberg, dijelaskannya, rupiah hingga 12 Juli 2024 terdepresi 4,81 persen. Angka ini sebenarnya menjadi nilai mata uang yang pelemahannya paling minim jika dibandingkan beberapa negara berkembang lainnya.
Misalnya, Brazil yang pada periode yang sama tertekan hingga 12,1 persen. Sementar Lira Turki juga mengalami pelemahan 11 persen.
Untuk menjaga rupiah yang lebih stabil dan mengawal penguatan rupiah, kata Denny, Bank Indonesia konsisten menjalankan kebijakan moneter yang pro market. Salah satunya adalah adanya Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Perlu diketahui, SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka Waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN) milik Bank Indonesia.
"Dengan kebijakan yang Pro Market ini Bank Indonesia punya modal kuat untuk bisa mendapatkan masa depan yang lebih cerah," pungkasnya.
Advertisement