Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyampaikan kabar teranyar mengenai rencana pembentukan family office di Bali, Indonesia. Airlangga menyebut, saat ini Pemerintah masih membahas terkait usulan penentuan lokasi pembangunan family office, apakah di Bali atau di Ibu Kota Negara (IKN) Kalimantan Timur.
"Nanti kita lihat bagaimana usulan dan rencana family office tersebut," kata Airlangga saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/7/2024).
Baca Juga
Lebih lanjut, kata Airlangga hingga saat ini belum ada minat dari investor terkait rencana pembentukan family office di tanah air. Lantaran, belum ada payung hukum yang jelas untuk mengatur hal tersebut.
Advertisement
"Ininya belum ada. Pertama kalau untuk industri keuangan perangkat hukumnya harus jelas. Jadi kalau perangkat hukumnya jels baru industri itu bisa tumbuh," ujarnya.
Family office adalah konsep di mana keluarga kaya mengelola investasi mereka di suatu wilayah sekaligus berwisata. Konsep ini sudah diterapkan di berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, Monako, London, Hong Kong, dan Dubai.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memastikan skenario pembentukan family office bakal rampung sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengser pada Oktober 2024.
Demi mempercepat pembentukan family office, Luhut beberapa waktu lalu telah mengunjungi Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Dari hasil berguru tersebut, Luhut mendapati pelajaran tentang pentingnya kepastian hukum dalam pembuatan family office. Ia mendesak urgensi adanya pengadilan arbitrase yang memakai hakim internasional.
Menko Luhut Jamin Family Office Terbentuk Sebelum Jokowi Lengser
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memastikan skenario pembentukan family office bakal rampung sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengser pada Oktober 2024.
Demi mempercepat pembentukan family office, Luhut beberapa waktu lalu telah mengunjungi Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Menurut dia, Pemerintah Indonesia puas dengan pendampingan Abu Dhabi dalam pembentukan Sovereign Wealth Fund Indonesia Investment Authority (INA).
"Sekarang saya ketemu kemarin sama menterinya di sana, Dia juga memberikan pengalaman-pengalaman mereka. Saya lapor pada Presiden Jokowi, beliau juga mengapresiasi untuk itu," ujar Menko Luhut di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (22/7/2024).
Dari hasil berguru tersebut, Luhut mendapati pelajaran tentang pentingnya kepastian hukum dalam pembuatan family office. Ia mendesak urgensi adanya pengadilan arbitrase yang memakai hakim internasional.
"Saya lapor presiden, yaudah pak kita tiru aja hakim yang dipakai oleh Singapura, dipakai oleh Abu Dhabi, atau dipakai Hong Kong, yaitu kita pakai disini. Dengan begitu akan memastikan, akan memberikan kepastian hukum kepada orang yang investasi kemarin," ungkapnya.
Selain itu, Luhut juga menyinggung soal insentif pajak agar keluarga konglomerat dunia mau menyimpan uangnya di Indonesia. Kebijakan itu dibarengi dengan kewajiban agar mereka mau menanamkan investasi dari uang yang ditaruhnya di Tanah Air.
"Tadi masih kita bicara sekarang mengenai berapa jumlah minimum yang akan mereka harus masukkan dan berapa yang harus diinvestasikan, dan berapa pegawai yang harus dia buat untuk me-run office-nya disini," tutur dia.
"Saya kira itu masih teknis, tapi harus selesai sebelum Oktober ini," tegas Luhut.
Advertisement
Faisal Basri Khawatir Family Office Malah Jadi Tempat Pencucian Uang
Sebelumnya, ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri khawatir wealth management consulting (WMC) atau family office malah jadi sarana pencucian uang. Mengingat, sifat family office yang tak memungut pajak bagi dana-dana dari orang super kaya.
Dia mengatakan, wajah satu negara yang menerapkan family office adalah Singapura. Dia menuturkan, Singapura mulai memperketat family office imbas dari kekhawatiran atas praktik pencucian uang.
"Ada (potensi pencucian uang). Tapi gampang dideteksi kok. Di Singapura itu masalahnya. Cukup banyak family business office itu menjadikan Singapura pencucian uang. Jadi mereka sekarang lebih ketat. Ya, itu pencucian uang. Dan jangan-jangan ada judi online, narkoba, pelaku-pelakunya di luar, terus ya lewat nama orang, bikin family (office), bisa saja seperti itu," ujar Faisal, ditemui di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Dia mempertanyakan kesiapan instrumen hukum Indonesia untuk menghadapi tantangan tersebut. Apalagi, pengusaha super kaya yang mendatangu family office kerap mengejar kemudahan, salah satunya tanpa pajak.
Menurut dia, hal itu bisa dihadapi dengan adanya Financial Action Task Force (FATF). Indonesia sendiri sudah menjadi bagian FATF melalui keterlibatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Tidak ada lagi yang kebal. Ada yang namanya rezim FATF, Financial Action Task Force. Nah itu, lintas negara itu. Kayak Interpol-nya untuk money laundering segala macam begitu," ucapnya.
Ingin Investasi yang Berkualitas
Dia turut mempertanyakan maksud dari pembentukan family office di Indonesia. Dia berharap ada tujuan jelas dan manfaatnya bagi Indonesia dari rencana tersebut. Dia bilang, Singapura pun mulai mengerem untuk pertumbuhan family office baru karena rawan akan pencucian uang.
"Kembali identifikasi masalah kita apa. Ya kan? Identifikasi masalah kita apa. Kita ingin investasi yang berkualitas, menyerap lapangan kerja banyak, kemudian alih teknologi, meningkatkan devisa, gitu-gitu ya, hampir nggak ada itu (dari family office)," tuturnya.
"Di Singapura yang hukumnya bagus segala macam saja, sekarang menahan diri, menciptakan, karena dia tidak mau lagi diperlakukan atau di-imagine-kan sebagai negara tempat nyuci uang. Faktanya begitu. 'Enggak, kita bisa'. Lihat, pusat data nasional. Mana nanti si yang punya duit itu 'wah nanti rahasia saya dihack' gitu-gitu. Investasi langit itu," Faisal Basri menambahkan.
Advertisement