Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membagikan kabar teranyar mengenai rencana spin off unit usaha syariah (UUS) perasuransian.
OJK mencatat terdapat 29 UUS perusahaan asuransi atau reasuransi yang akan tetap melanjutkan rencana pemisahan unit atau spin off, sementara 12 lainnya akan melakukan merger.
Baca Juga
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara menuturkan, berdasarkan POJK 11 terdapat 41 perusahaan asuransi dan reasuransi yang sudah menyampaikan rencana kerja pemisahan UUS.
Advertisement
"Hingga akhir 2023, terdapat 32 UUS yang berencana untuk melakukan spin off. Namun, Dengan perkembangan saat ini dan setelah dilakukan analisis kembali, per Juli 2024 terdapat 29 UUS yang akan melanjutkan bisnis asuransi reasuransi syariah,” kata Mirza dalam konferensi pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan & Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan Agustus 2024, Jumat (6/9/2024).
Sementara itu, 12 UUS lainnya memutuskan untuk mengalihkan portofolio unit syariah kepada perusahaan asuransi syariah lainnya. Adapun terkait spin off UUS asuransi syariah paling lambat harus dilakukan pada 2026.
OJK menjelaskan pemisahan unit usaha syariah (UUS) memiliki tujuan dalam rangka pengembangan dan penguatan perbankan syariah di Indonesia. Hal ini sejalan dengan visi yang tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia 2023-2027.
OJK: 5 Perusahaan Asuransi Siap Spin off Unit Usaha Syariah pada 2024
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyampaikan kabar teranyar mengenai rencana spin off unit usaha syariah (UUS) perasuransian.
Ogi menjelaskan, per 31 Desember 2023, OJK telah menerima 41 perubahan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS) dari total 42 perusahaan yang memiliki unit syariah di mana satu perusahaan tidak menyampaikan perubahan RKPUS karena sedang dalam proses pengalihan portofolio.
"Dari RKPUS tersebut, sebanyak 32 perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah menyatakan akan melakukan spin-off dengan mendirikan perusahaan asuransi syariah baru," kata Ogi dikutip dari pernyataan tertulisnya, Jumat, 5 April 2024.
Perubahan RKPUS
Kemudian, sampai dengan akhir Maret 2024 telah dilakukan analisis terhadap seluruh perubahan RKPUS yang disampaikan perusahaan dan prudential meeting dengan 93% perusahaan yang telah menyampaikan perubahan RKPUS.
"Direncanakan pada minggu pertama April 2024 telah dilakukan prudential meeting dengan seluruh perusahaan yang menyampaikan perubahan RKPUS," ujarnya.
Prudential meeting tersebut dihadiri oleh perwakilan dari pemegang saham, direksi, komisaris, dan dewan pengawas syariah (DPS) perusahaan yang memiliki unit syariah.
"Dari hasil pertemuan tersebut setidaknya pada tahun 2024 terdapat dua perusahaan yang akan memproses spin off dengan cara 1 (mendirikan perusahaan asuransi syariah) dan tiga perusahaan akan/sedang memproses spin off dengan cara 2 (pengalihan portofolio)," pungkasnya.
Advertisement
Investasi Asuransi Jiwa Merosot di Juni 2024, OJK Bongkar Penyebabnya
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hasil investasi perusahaan asuransi jiwa mengalami penurunan yang cukup signifikan, yakni sebesar 29,99% yoy menjadi Rp11,46 triliun pada Juni 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, menjelaskan, penurunan hasil investasi terbesar terjadi pada lini usaha PAYDI, khususnya hasil investasi dari instrumen saham dan reksadana.
Asuransi jiwa sendiri memiliki penempatan yang cukup signifikan padainstrumen saham dan reksadana, masing-masing sebesar 26% dan 14%dari total investasi.
Selain itu, penyebab penurunan hasil investasi tidak terlepas daripengaruh kondisi pertumbuhan ekonomi terutama saat arus investasi dipasar modal tertekan.
"Hal ini berdampak terhadap kinerja sektor pasar modal dimana pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun hingga 6% lebih dari awal tahun," kata Ogi dalam keterangan tertulis, Minggu (11/9/2024).
Tinjau Strategi Investasi
Adapun untuk mengantisipasi penurunan hasil investasi pada instrumen saham dan reksadana, perusahaan asuransi jiwa perlu meninjau kembali strategi investasinya dan melakukan shifting ke instrument yang memberikan return lebih baik.
Menurutnya, perusahaan asuransi harus berpegang pada prinsipliability driven investment, guna memastikan kecukupan investasi danketepatan/timing likuiditas yang diperlukan untuk membayar manfaatkepada pemegang polis di waktu yang akan datang.
"Dengan kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan apabila ke depannya akan terdapat perubahan alokasi aset investasi di industri asuransi," pungkasnya.
Data OJK: Premi Asuransi Tembus Rp 210 Triliun per Mei 2024
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada peningkatan dalam jumlah premi di sektor asuransi. Jumlah premi mencapai Rp 210,43 triliun atau naik 7,93 persen secara tahunan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan, jumlah premi dan klaim yang dilakukan perusahaan asuransi sama-sama mengalami peningkatan. Meski, data ini dikumpulkan per Mei 2024 lalu.
"Di sisi premi dan klaim per Mei 2024 juga mengalami pertumbuhan positif. OJK mencatat pertumbuhan premi sebesar 7,93 persen year on year yaitu mencapai Rp 210,43 triliun," ungkap Ogi dalam IndonesiaRe International Conference 2024, di Jakarta, Rabu (24/7/1024).
"Pada sisi klaim tercatat pertumbuhan 9,95 year on year yaitu mencapai Rp 166,11 triliun," ia menambahkan.
Pada data yang dikumpulkan pada periode yang sama, OJK juga mencatat aset industri asuransi mencapai Rp 1.120,57 triliun. Angka ini terpantau tumbuh sebesar 1,3 persen secara tahunan.
Jika dirinci dari aspek asuransi komersial, asuransi jiwa konvensional mencatatkan aset sebesar Rp 483,94 triliun. Sementara itu aset asuransi jiwa syariah sebesar Rp 33,19 triliun.
"Sedangkan asuransi umum dan reasuransi konvensional mencatatkan aset aebesar Rp 271,74 triliun, untuk aset asuransi umum dan reasuransi syariah mencatatkan (aset) sebesar Rp 12,12 triliun," paparnya.
Di sisi lain, aset asuransi non komersial tercatat sebesar Rp 219,58 triliun. Ini mencakup asuransi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, dan Asabri.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat proporsi premi ke luar negeri mengalami peningkatan dari 2022 ke 2023. Melihat ini, OJK mewanti-wanti perusahaan reasuransi domestik bisa mengambil peran.
Advertisement