Inflasi Global Mereda, Bos BI Bisa Bernafas Lega

Penurunan bunga negara maju mendorong semakin meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, dan meningkatkan aliran masuk modal asing ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Sep 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2024, 15:00 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman Hasil RDG September 2024, Rabu (18/9/2024). (Tira/Liputan6.com)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman Hasil RDG September 2024, Rabu (18/9/2024). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, ketidakpastian kebijakan moneter negara maju semakin mereda sejalan dengan terus melambatnya atau menurunnya tekanan inflasi global.

Di Amerika Serikat (AS), inflasi diperkirakan akan semakin mendekati sasaran inflasi jangka menengahnya, yaitu sebesar 2 persen di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya angka pengangguran di negara itu.

"Perkembangan ini mendorong prospek penurunan Fed Fund Rate kebijakan moneter Amerika Serikat yang elbih cepat dan lebih besar dari perkiraan semula," kata Perry Warjiyo dalam pengumuman Hasil RDG September 2024, Rabu (18/9/2024).

Sejalan dengan itu, kata Perry, Yield US Treasury tenor 2 tahun menurun lebih besar, sehingga sekarang ini menjadi lebih rendah dibandingkan Yield US Treasury 10 tahun.

Adapun indeks mata uang AS terhadap mata uang negara utama (DXY) juga melemah. Disisi lain, di kawasan Eropa, Bank sentral Uni Eropa telah menurunkan suku bunga moneternya sejalan dengan inflasi yang menurun ke arah sasaran jangka menengahnya, yaitu sebesar 2 persen.

Kebijakan Asia

Di Asia, antara lain People's bank of China juga telah menurunkan suku bunga, sejalan dengan inflasi yang rendah dan permintaan domestik yang masih lemah.

Perry menjelaskan, berbagai perkembangan ini mendorong semakin meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, dan meningkatkan aliran masuk modal asing ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

"Ke depan kejelasan arah penurunan suku bunga negara maju khususnya AS diperkirakan akan semakin mendorong aliran masuk modal asing dan memperkuat stabilitas eksternal negara-negara berkembang, tentu saja termasuk Indonesia," ujarnya.

Menurut Perry, perkembangan ini akan mendukung kebijakan ekonomi negara berkembang terhadap tujuan ekonomi domestiknya dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi di negara masing-masing.

IMF Beri Lampu Hijau The Fed untuk Pangkas Suku Bunga

Logo IMF
(Foto: aim.org)

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional mengatakan the Federal Reserve (The Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) sudah berada di waktu yang tepat untuk memulai siklus pelonggaran moneter pada pertemuannya pekan depan, karena risiko kenaikan inflasi telah mereda. 

Juru bicara IMF, Julie Kozack mengungkapkan, pihaknya memperkirakan ekonomi Amerika Serikat (AS) akan melambat selama sisa tahun ini. IMF memperkirakan inflasi inti indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS tahun 2024 sebesar 2,5% dan akan kembali ke target The Fed sebesar 2% pada pertengahan tahun 2025.

"Itu berarti bahwa kita melihat dimulainya siklus pelonggaran, seperti yang diramalkan oleh The Fed, sebagai hal yang tepat," kata Kozack. 

"Meskipun demikian, risiko kenaikan inflasi, meskipun lebih kecil, belum sepenuhnya hilang dan The Fed harus terus mengkalibrasi kecepatan dan tingkat pemotongan suku bunga dengan data ekonomi yang masuk ke depannya,” jelas dia.

Sebelumnya, pada akhir Agustus 2024 Ketua The Fed Jerome Powell mengumumkan bahwa pihaknya akan memulai pemotongan suku bunga dalam waktu dekat.

Para pembuat kebijakan The Fed lainnya sejak itu telah mengisyaratkan mereka siap untuk memangkas suku bunga pada pertemuan kebijakan bank pada 18 September 2024.

Meskipun ekonomi AS melambat, IMF meramal PDB negara itu akan tetap tumbuh pada akhir tahun 2024 sekitar 2%, dibandingkan dengan kuartal keempat 2023. 

Inflasi AS Sentuh 2,5% pada Agustus 2024, The Fed Segera Pangkas Suku Bunga?

Ilustrasi Bursa Efek New York di New York, Amerika Serikat (AS). (Foto: Darian Garcia/Unsplash)
Ilustrasi Bursa Efek New York di New York, Amerika Serikat (AS). (Foto: Darian Garcia/Unsplash)

nflasi Amerika Serikat (AS) menurun ke level terendah sejak Februari 2021 pada Agustus 2024.

Melansir CNBC International, Kamis (12/9/2024) laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan indeks harga konsumen, ukuran umum biaya barang dan jasa meningkat 0,2% pada Agustus 2024. Angka itu mendorong tingkat inflasi tahunan AS sebesar 2,5%, turun 0,4 poin persentase dari level Juli 2024, dan sedikit di bawah estimasi sebesar 2,6% dan pada level terendah dalam 3 setengah tahun.

Namun, CPI inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif, meningkat 0,3% untuk bulan tersebut, sedikit lebih tinggi dari estimasi 0,2%. Tingkat inflasi inti tahunan AS kini bertahan di 3,2%.

Kenaikan kecil dalam CPI inti tampaknya akan membuat The Federal Reserve (the Fed) tetap bertahan terhadap inflasi, yang kemungkinan meniadakan kemungkinan suku bunga yang lebih agresif saat para pembuat kebijakan bertemu pekan depan.

Adapun harga pangan di AS yang naik hanya 0,1%, sementara biaya energi turun 0,8%. Selanjutnya, harga kendaraan bekas turun 1%, layanan perawatan medis turun 0,1%, dan harga pakaian naik 0,3%. Harga telur naik 4,8%.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya