Alasan Kemasan Rokok Polos Ramai-Ramai Diprotes

Aturan kemasan rokok polos tanpa merek dinilai akan merugikan berbagai pihak. Konsumen bisa saja beralih ke produk yang lebih murah dan ilegal, sehingga target penurunan prevalensi perokok tidak akan tercapai.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Sep 2024, 17:40 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2024, 17:40 WIB
Rokok bungkus polos
Sejak 2012, pemerintah Australia mewajibkan bungkus polos pada rokok di negeri itu. (Sumber Toronto Sun)

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) menuai kontroversi masyarakat luas. Beleid ini diduga tidak berdasarkan kajian ilmiah sehingga berisiko merugikan para pelaku usaha sekaligus memberi tekanan tambahan yang tidak perlu terhadap perekonomian nasional.

Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono, menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK lahir dengan cacat hukum dan berpotensi merugikan berbagai pihak.

“Peraturan ini begitu lahir, ada komplain di mana-mana, langsung mendapat keluhan dari berbagai asosiasi. Termasuk dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang tidak dilibatkan dalam proses perumusan,” kata dia dikutip Selasa (24/9/2024).

Sutrisno menyatakan bahwa banyak asosiasi, termasuk di sektor periklanan dan tembakau, telah mengajukan protes terhadap PP 28/2024. Ia menyoroti berbagai kejanggalan yang diamanatkan dalam regulasi. Misalnya, terkait zonasi dan batasan jarak 200 meter, yang dianggap tidak adil bagi pelaku usaha yang sudah ada terlebih dahulu.

“Lalu ada lagi aturan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK yang merugikan. Konsumen bisa saja beralih ke produk yang lebih murah dan ilegal, sehingga target penurunan prevalensi perokok tidak akan tercapai,” katanya.

Lebih lanjut, Sutrisno mengungkapkan bahwa konsumen mungkin akan membeli produk dengan harga lebih rendah yang bisa berujung pada peningkatan konsumsi rokok jika kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek diterapkan.

Dia juga menegaskan kebijakan ini sejatinya bertentangan dengan Undang-Undang yang melindungi hak atas merek dan menciptakan tabrakan hukum, termasuk soal pencantuman cukai yang tidak akan terlihat jelas karena desain kemasan didominasi oleh peringatan kesehatan.

 

Dampak Ekonomi

20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak ekonomi dari kebijakan ini.

Ia mencatat bahwa industri rokok menyumbang 10% dari penerimaan negara dan memperingatkan bahwa regulasi yang berlebihan dapat memperburuk situasi ekonomi, terutama di tengah defisit anggaran yang dihadapi pemerintah.

Dengan demikian, jika aturan kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan, hal ini akan berdampak besar terhadap perekonomian baik dari aspek penerimaan maupun pertumbuhan ekonomi.

"Diperlukan keadilan bagi industri rokok, namun sulit mencapainya," jelasnya.

Dalam pembahasannya, Tauhid menyatakan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), industri rokok tidak disebutkan sama sekali, menciptakan kekosongan dalam perhatian terhadap sektor ini. Ia memprediksi bahwa penerapan kebijakan kemasan polos akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,03%, yang bisa berdampak luas terhadap sektor industri.

 

 

 

Kebijakan di Negara Lain

Gappri
Cukai rokok memang senikmat kepulan asap tembakau. Bisa dibilang, inilah ATM bagi pemerintah yang tak pernah kering.

Merujuk pada studi internasional, Tauhid menyebutkan bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek di negara-negara lain seperti Australia dan Selandia Baru telah menyebabkan peningkatan pembelian rokok ilegal dan penurunan kesadaran atas informasi terkait produk di kalangan konsumen.

"Ini akan berdampak langsung pada penerimaan negara," terang dia.

Ia pun menekankan perlunya diskusi lebih lanjut antara Kemenkes dan kementerian terkait sebelum menerapkan peraturan ini. Menurutnya, pemerintah perlu mencari solusi dan strategi substitusi untuk mendukung ekonomi yang berpotensi terpuruk akibat kebijakan ini.

“Kemenkes perlu melakukan diskusi dengan kementerian terkait untuk mencari solusi yang lebih baik dan mempertimbangkan pengaruh terhadap ekonomi dan ketenagakerjaan,” ungkap Tauhid.

Dengan adanya protes tersebut, tambah Tauhid, jelas bahwa kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek perlu ditinjau kembali agar tidak hanya mengedepankan aspek kesehatan, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap industri, perekonomian, dan masyarakat secara keseluruhan.

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya