Imbas Kebijakan AS, Ekspor Udang Indonesia Jadi Turun

Berdasarkan data ekspor udang Indonesia selama tahun 2023 mengalami penurunan signifikan sebesar 19,8 persen, dibandingkan 2022.

oleh Tira Santia diperbarui 28 Okt 2024, 14:15 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2024, 14:15 WIB
Direktur Pemasaran  KKP Erwin Dwiyana, dalam konferensi pers perkembangan penanganan kasus tuduhan CVD dan Anti Dumping udang Beku Indonesia di AS, Senin (28/10/2024).
Direktur Pemasaran KKP Erwin Dwiyana, dalam konferensi pers perkembangan penanganan kasus tuduhan CVD dan Anti Dumping udang Beku Indonesia di AS, Senin (28/10/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, pada periode Januari-September 2024, nilai ekspor udang Indonesia di pasar global menurun 8,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Nilai total ekspor tersebut sebesar USD 1,19 miliar.

"Khusus untuk Januari sampai bulan September 2024, pada periode Januari ini sampai September nilai ekspor Indonesia di pasar global tetap mengalami penurunan 8,1 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2023," kata Direktur Pemasaran KKP Erwin Dwiyana, dalam konferensi pers perkembangan penanganan kasus tuduhan CVD dan Anti Dumping udang Beku Indonesia di AS, Senin (28/10/2024).

Penurunan ekspor tersebut utamanya terjadi di pasar Amerika Serikat, yakni 9,1 persen. Lantaran, Amerika Serikat merupakan tujuan utama pasar udang Indonesia dengan pangsa 63 persen dari total ekspor udang Indonesia.

"Tentunya, penurunan ekspor utama apapun ekspor ini disebabkan terjadi utamanya di pasar Amerika Serikat. Tadi sudah kami jelaskan di awal sekitar 9,1 persen penurunannya kemudian tentunya pangsa udang Indonesia pun menurun tadi 64 persen sekarang 63 persen," ujarnya.

Sementara, berdasarkan data ekspor udang Indonesia selama tahun 2023 mengalami penurunan signifikan sebesar 19,8 persen, dibandingkan tahun 2022.

Penurunan tersebut disebabkan adanya tuduhan Countervailing Duties (CVD) dan Anti Dumping terhadap udang Beku Indonesia. Apalagi Amerika Serikat merupakan pangsa pasar terbesar ekspor udang RI.

"Kasus CVD dan anti-dumping ini sangat berpengaruh bagi perudangan nasional, karena tujuan ekspor udang utama Indonesia masih tinggi di pasar Amerika Serikat. Tentunya ekspor ini khususnya udang masih didominasi udang beku," ujarnya.

 

Tuduhan Antidumping

Target Produksi Perikanan di 2025 Capai 24,58 Juta Ton
Selain itu, KKP juga menargetkan ekspor hasil perikanan senilai $ 6,25 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagai informasi, dikutip dari Antara, pada 25 Oktober 2023, Indonesia menerima petisi yang dikirimkan oleh American Shrimp Processors Associaton (ASPA), asosiasi yang beranggotakan pengolah frozen warmwater shrimp di Amerika Serikat.

Dalam hal ini Indonesia mendapatkan tuduhan antidumping dan countervailing duties terhadap ekspor udang beku Indonesia ke pasar AS dari ASPA melalui petisi tersebut.

Kendati demikian, CVD (countervailing duties) tidak hanya ditujukan kepada Indonesia, tetapi juga Vietnam, Ekuador, dan India, sementara tuduhan AD (antidumping) ditujukan kepada Indonesia dan Ekuador.

Periode investigasi untuk tuduhan dumping adalah data perdagangan 1 Januari 2022 - Desember 2022. Sedangkan untuk tuduhan CVD dengan periode investigasi 1 September 2022 - 31 Agustus 2023.

Produk yang diselidiki adalah udang beku hasil budidaya (produk utuh atau tanpa kepala dikupas atau tidak dikupas, dengan ekor atau tanpa ekor, dibuang usus atau tidak, dimasak atau mentah, dan diproses dalam bentuk beku).

Dalam penyelidikan ini, Departemen Perdagangan AS (U.S. Department of Commerce) memilih dua pelaku usaha atau eksportir Indonesia sebagai mandatory responden yakni PT. Bahari Makmur Sejati (BMS) dan PT. First Marine Seafood (FMS).

 

Keputusan Sementara

Hasil keputusan sementara terkait dengan penyelidikan AD dan CVD, pada 25 Maret 2024 Departemen Perdagangan AS menerbitkan hasil keputusan sementara bahwa pemerintah Indonesia tidak terbukti melakukan subsidi.

Terkait dengan penyelidikan AD, pada 23 Mei 2024 Departemen Perdagangan AS menerbitkan hasil keputusan sementara yang menyatakan bahwa margin dumping BMS sebesar persen dan FMS sebesar 6,3 persen. Berdasarkan regulasi AS, FMS dan seluruh eksportir udang beku Indonesia lainnya akan dikenakan tarif bea masuk AD 6,3 persen.

Terbaru, berdasarkan keputusan final dari US Department of Commerce (USDOC) menetapkan untuk menurunkan rate antidumping bagi mandatory respondent (MR) PT First Marine Seafood (FMS) sebesar 3,9 persen, semula 6,3 persen.

Kemudian berdasarkan keputusan ini, seluruh eksportir udang Indonesia lainnya (all others) turut dikenakan tarif antidumping sebesar 3,9 persen. Sementara untuk responden pelaku usaha eksportir udang PT Bahari Makmur Sejati (BMS) tetap tidak dikenakan tarif antidumping.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya