Liputan6.com, Jakarta Ekonom, sekaligus Direktur eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengungkapkan bahwa pelemahan Rupiah masih akan membayangi masyarakat di musim libur Natal dan Tahun Baru 2025 (Nataru).
Seperti diketahui, Rupiah terus melemah dan mendekati level Rp.16.000 pekan ini. Pelemahan Rupiah terjadi bersamaan dengan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tercatat sebesar 121,1 di bulan Oktober dari 123,5 di bulan September 2024, menurut data dari Bank Indonesia (BI).
Baca Juga
"Saya kira pelemahan ini akan berlangsung sampai akhir tahun. Sehingga apa yang terjadi? Dolar AS masih menguat, bahkan sampai akhir tahun posisi Rupiah masih mungkin mencapai Rp.16.000 terhadap USD," kata Tauhid Ahmad kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (28/11/2024).
Advertisement
Karena kondisi itu, Tauhid memprediksi, jumlah wisatawan dalam negeri dan mancanegara belum memungkinkan untuk mencapai level sebelum pandemi.
Kaitannya (pelemahan Rupiah) dengan wisatawan, kalau dilihat tampaknya target wisatawan mancanegara kita di atas 13 juta tidak akan tercapai. Karena yang membuat masuknya Dolar ke devisa kita untuk menguatkan Rupiah tidak terlalu signifikan," paparnya.
Tauhid menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan Rupiah melemah dalam beberapa waktu terakhir. Salah satunya, adalah suku bunga atau BI Rate yang relatif dipertahankan.
"Tetapi suku bunga itu sebenarnya juga dalam rangka untuk menguatkan Rupiah, karena kalau diturunkan Dolar AS akan melemah," sambungnya.
Pengaruh The Fed
Faktor lainnya, adalah pengaruh dari Federal Reserve (The Fed) yang relatif lambat, karena sedang menanti dan melihat pergerakan dari kebijakan ekonomi Presiden Terpilih AS Donald Trump.
"Jadi mereka (The Fed) wait and see, sehingga mereka tidak menurunkan suku bunganya. Hal ini lah yang terus menguatkan posisi dolar AS," jelas Tauhid.
Kedua, jika melihat neraca perdagangan yang surplus, tetapi relatif tidak besar karena terjadi tren penurunan ekspor tahunan. "Menurut saya ini memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah itu sendiri," imbuhnya.
Ekonom: Pemerintah Baiknya Perluas Diskon Tiket Pesawat ke Akomodasi Wisata
Untuk mendorong daya beli masyarakat menjelang libur Nataru, yang dibayangi pelemahan Rupiah, Pemerintah berupaya menurunkan tarif tiket pesawat hingga 10% selama 16 hari.
Namun menurut Tauhid, penurunan harga tiket pesawat 10% belum cukup untuk mendongkrak daya beli masyarakat untuk berlibur.
Hal itu karena harga tiket pesawat juga perlu dibarengi dengan biaya berlibur lainnya, seperti akomodasi penginapan, tiket masuk kawasan wisata, dan akomodasi terkait lainnya.
"Katakanlah harga tiket pesawat bisa diturunkan sesuai target hingga 10%, tetapi kita juga sering menemukan bahwa biaya hotel, kemudian amenities di wilayah-wilayah wisata itu juga gak murah (terutama di libur Nataru," katanya.
"Kalau misalnya hanya tiket yang turun, tetapi akomodasi lain seperti sewa hotel dan lainnya lebih tinggi dari biasanya, menurut saya hal ini tidak akan terlalu signifikan mendorong wisatawan pergi besar-besaran," lanjut dia.
Maka dari itu, menurut Tauhid, penurunan harga tiket pesawat selama libur Nataru perlu dibarengi dengan promo besar-besaran akomodasi liburan lainnya untuk mendorong daya pengeluaran masyarakat.
"Jadi kalau di libur Nataru ini masyarakat diantisipasi bepergian keluar kota, misalnya dibantu dengan kenaikan (biaya akomodasi) tidak lebih dari 5%. Karena (di libur Nataru) banyak biaya hotel yang naik tinggi," imbuhnya.
Advertisement