Liputan6.com, Jakarta Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyoroti pentingnya pengelolaan transportasi yang tepat sasaran dan berbasis fakta lapangan, bukan sekadar mengandalkan data statistik hasil survei. Pendekatan ini dinilai penting untuk menghadapi lonjakan pergerakan masyarakat selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Djoko menekankan bahwa keselamatan transportasi, khususnya di sektor wisata, harus menjadi perhatian utama guna memastikan kelancaran dan keamanan perjalanan.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan pada 2024, diperkirakan sebanyak 110,67 juta orang akan melakukan perjalanan selama Nataru.
Advertisement
Angka tersebut mewakili sekitar 39,30% dari total populasi, dengan mayoritas perjalanan berfokus di Pulau Jawa. Sebanyak 10 provinsi menjadi tujuan utama, yaitu:
- Jawa Tengah (17,10%)
- DI Yogyakarta (15,77%)
- Jawa Barat (11,78%)
- Jabodetabek (10,34%)
- Jawa Timur (8,85%)
- Sumatera Utara (5,70%)
- Bali (5,55%)
- Sumatera Barat (3,26%)
- Lampung (3,08%)
- Sulawesi Selatan (2,66%).
Moda Transportasi yang Digunakan
Djoko menyebutkan bahwa mobil pribadi menjadi moda transportasi utama yang digunakan masyarakat, dengan rincian:
- Mobil: 36,07% (39,92 juta perjalanan)
- Sepeda motor: 17,71% (19,6 juta perjalanan)
- Kereta api: 15,05% (16,64 juta perjalanan)
- Transportasi udara: 12,85% (14,22 juta perjalanan)
- Kapal penyeberangan: 4,90% (5,43 juta perjalanan).
Tantangan di Jalur Padat dan Pelabuhan Penyeberangan
Lonjakan aktivitas diperkirakan terjadi di jalur-jalur padat seperti Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk.
Djoko mengingatkan pentingnya pengelolaan yang lebih baik untuk mencegah kemacetan dan kesemrawutan seperti yang terjadi pada mudik Lebaran 2024 lalu.
“Aktivitas di Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk akan padat, terutama oleh masyarakat yang hendak berwisata dan berlibur akhir tahun,” ujarnya.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah pengelompokan kendaraan di pelabuhan, seperti memisahkan jalur sepeda motor, bus, mobil penumpang, dan truk barang. Selain itu, sistem penundaan (delaying system) perlu diterapkan dengan tegas untuk memastikan kendaraan dan penumpang memiliki tiket sesuai jadwal keberangkatan.
“Tidak ada lagi toleransi bagi mereka yang tidak memiliki tiket atau tidak sesuai jadwal. Hal ini untuk mencegah kesemrawutan,” tambah Djoko.
Kritik terhadap Pemda dan Infrastruktur Wisata
Djoko juga mengkritik pemerintah daerah (Pemda) yang lebih fokus pada pembangunan area parkir dibandingkan penyediaan angkutan umum yang memadai. Ia menilai kebijakan tersebut dapat memperburuk kemacetan di lokasi wisata.
“Pemda harus merencanakan dan menyediakan angkutan umum yang efisien untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi menuju lokasi wisata,” katanya.
Advertisement
Waspada Jalur Rawan Longsor
Di sisi lain, daerah-daerah rawan tanah longsor, terutama di jalur darat dan kereta api, memerlukan pengawasan ketat. Musim hujan berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan, sehingga langkah antisipatif sangat penting.
“Keselamatan harus menjadi prioritas. Jangan ada pemaksaan pemberangkatan kapal jika muatan orang, kendaraan, dan barang melebihi kapasitas,” pungkas Djoko.