Donald Trump Mulai Berhentikan Pegawai di Sejumlah Lembaga, Siapkan Pemangkasan Besar

Presiden AS Donald Trump yang janji dalam kampanyenya memangkas anggaran pemerintah federal. Salah satu mengurangi pegawai.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Feb 2025, 13:00 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2025, 13:00 WIB
Donald Trump Mulai Berhentikan Pegawai di Sejumlah Lembaga, Siapkan Pemangkasan Besar
Pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah pimpinan Donald Trump mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sejumlah lembaga federal pada Kamis, 13 Februari 2025. (AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah pimpinan Donald Trump mulai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sejumlah lembaga federal pada Kamis, 13 Februari 2025. Langkah itu akan berdampak kepada ribuan pegawai. Hal ini dilakukan setelah pemerintahan Trump akhiri tawaran pengunduran diri yang ditangguhkan kepada dua juta pegawai pemerintah federal.

Mengutip Yahoo, Jumat (14/2/2025),  hal itu disampaikan sumber yang mengetahui masalah itu kepada ABC News.

PHK tersebut, bagian dari janji kampanye Donald Trump untuk memangkas anggaran pemerintah federal, awalnya berdampak pada pegawai masa percobaan, karyawan baru yang bergabung dengan tenaga kerja federal dalam satu hingga dua tahun terakhir. Ini tergantung pada lembaga dan memiliki perlindungan yang lebih sedikit.

Berdasarkan data terbaru yang tersedia, per Maret 2024, terdapat sekitar 150.000 pegawai federal, tidak termasuk pegawai Departemen Pertahanan dengan masa kerja satu tahun atau kurang.

Di antara lembaga yang mengalami PHK antara lain Departemen Pendidikan, Biro Perlindungan Konsumen, Kantor Manajemen Personalia, Badan Perlindungan Lingkungan, Administrasi Layanan Umum dan Bisnis Kecil.

Sumber juga menyebutkan, beberapa lembaga tambahan juga diarahkan untuk mulai PHK pegawai pada Kamis, 13 Februari 2025. Di beberapa lembaga, pekerja menerima pemberitahuan tertulis melalui email kalau pekerja itu telah diberhentikan.

Di the Office of Personnel Management (OPM), para pekerja bergabung dalam panggilan telepon dengan pesan yang direkam sebelumnya dari direktur pelaksana yang mengumumkan tentang pemberhentian mereka, menurut sumber. Sekitar 200 pekerja percobaan ikut dalam panggilan telepon itu.

 

 

 

Langkah Donald Trump dan Elon Musk

Didampingi JD Vance, Presiden Amerika Serikat Donald Trump Temui Pendukungnya di Capital One Arena
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melemparkan pena ke arah kerumunan setelah menandatangani perintah eksekutif selama parade perdana di dalam Capital One Arena, Washington, DC pada 20 Januari 2025. (Jim WATSON/AFP)... Selengkapnya

“Selamat siang, terima kasih telah meluangkan waktu untuk bertemu dengan saya hari ini. Ini adalah percakapan yang sulit, dan saya ingin bersikap langsung sekaligus memastikan Anda memiliki semua informasi dan dukungan yang Anda butuhkan,” ujar Direktur Pelaksana OPM Charles Ezell.

Ia memberitahukan karyawan soal PHK dan memerintahkan untuk mengumpulkan barang pribadi. Ezell juga berharap karyawan yang diberhentikan itu mendapatkan kesempatan untuk maju dalam langkah selanjutnya. Sumber menyebutkan, sebelum PHK, agensi telah diarahkan oleh OPM yang bertindak sebagai agensi SDM pemerintah federal untuk susun daftar karyawan percobaan di agensinya.

Mengutip npr.org, Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Selasa, 11 Februari 2025 yang mengarahkan badan-badan federal untuk mulai mempersiapkan mulai pengurangan tenaga kerja skala besar.

Donald Trump dan penasihatnya Elon Musk menuturkan ingin pangkas apa yang disebut sebagai pengeluaran pemerintah yang berlebihan.

Kompensasi untuk pegawai federal berjumlah sekitar 3% dari anggaran federal pada tahun fiskal 2024, menurut data pemerintah.

Departemen Energi mulai memecat pegawai percobaannya pada Kamis, menurut dua pejabat di badan tersebut yang berbicara kepada NPR.

Para pegawai, yang telah bekerja kurang dari dua tahun di pemerintah federal, diberhentikan tanpa pemberitahuan atau pesangon. Meskipun surat resmi sedang disiapkan, beberapa pegawai dipecat secara lisan.

Pemutusan hubungan kerja massal terhadap pekerja percobaan juga melanda Badan Keamanan Nuklir Nasional, sebuah badan semi-otonom di dalam Departemen Energi yang mengawasi senjata nuklir negara.

Indonesia Harus Ambil kesempatan dari Kebijakan Ekonomi Donald Trump

Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) kata Arsjad Rasjid mengatakan, ASEAN-BAC siap menyelenggarakan sideline events dari ASEAN Business and Investment Summit (ABIS) 2023. (Dok ASEAN-BAC)
Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) kata Arsjad Rasjid mengatakan, ASEAN-BAC siap menyelenggarakan sideline events dari ASEAN Business and Investment Summit (ABIS) 2023. (Dok ASEAN-BAC)... Selengkapnya

Sebelumnya, kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait tarif impor untuk beberapa negara seperti China, Kanada, dan Meksiko, tengah jadi sorotan dunia saat ini. Beberapa negara melihat ini bukan ancaman tetapi justru peluang dari kebijakan Donald Trump tersebut.

Ketua Dewan Pembina Indonesia Business Council (IBC) Arsjad Rasjid menilai, imbas kebijakan Trump bisa dilihat dari beberapa sisi. Menurutnya, Indonesia bisa mengambil sudut pandang positif terhadapnya.

"Untuk kita, kita harus melihat peluangnya. Misalnya contoh, kalau mereka enggak mau beli produk China, kalau produk Indonesia gimana?" kata Arsjad di Jakarta, Rabu (12/2/2025).

“Dengan begitu, pengusaha China akan lebih banyak investasi di Indonesia. Kalau enggak, tidak bisa dia jualan," dia menambahkan.

Menurut dia, Indonesia harus bisa mengambil sisi positif dari kebijakan Trump, lantaran banyak potensi perdagangan yang bisa dikawal oleh Indonesia. Tak hanya itu, Indonesia pun didorong untuk bisa bersinergi dengan negara tetangga dalam menyikapinya.

"Di sisi ini juga yang penting, bicara mengenai, kenapa enggak Indonesia, kenapa enggak Asean, menjadi the supply chain," ujar Arsjad.

Sudut pandang terhadap kebijakan Donald Trump pun telah beberapa kali diutarakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Khususnya setelah Amerika Serikat memilih keluar dari Paris Agreement.

Bahlil bilang, keputusan Trump hengkang dari Paris Agreement membuat batu bara kembali dibutuhkan. Utamanya sebagai sumber kelistrikan yang lebih hemat biaya dibanding energi baru terbarukan (EBT).

"Kita pikir batu bara udah mau selesai, eh bernyawa lagi barang ini. Jadi bapak/ibu semua, memang batu bara ini jujur saya katakan harganya jauh lebih murah," kata Bahlil di Mandiri Investment Forum 2025 di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (11/2/2025) kemarin.

Ubah Skema Pemakaian Energi

Bahlil Lahadalia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkap penyebab kelangkaan elpiji 3 kg usai Diskusi Ekonomi Outlook 2025, di Jakarta, Kamis (30/1/2025). (Liputan6.com/Tira)... Selengkapnya

Bahlil menilai, kebijakan Trump itu pun turut mengubah skema pemakaian energi di industri global. Yang tadinya banyak berpaku pemakaian energi hijau, kini energi fosil perlahan mulai kembali mendapat tempat.

"Di awal-awal hampir seluruh dunia berbicara tentang green energy. Industri yang berorientasi terhadap green energy dan green industry, untuk melahirkan produk yang bersih. Tapi begitu pak Trump jadi Presiden Amerika, ubah jalur ini semua, bubar jalan," ungkapnya.

Tak hanya secara global, Bahlil menyebut keputusan Amerika Serikat di bawah pimpinan Donald Trump juga turut berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah. Khususnya dalam pemyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.

"Tadinya, dalam RUPTL 2025-2034, saya tidak lagi menyusun batu bara. Tapi dengan keluarnya Amerika dari komitmen Paris Agreement, ya Amerika aja keluar kok, dia yang buat. Apalagi Indonesia, dia cuman ikut-ikut ini," bebernya.

Meskipun Amerika Serikat telah cabut dari Paris Agreement, Bahlil menekankan bahwa Indonesia tetap berkomitmen mengikuti perjanjian. Dengan catatan, pemerintah juga ingin memberikan harga energi yang terjangkau untuk masyarakat.

"Oh enggak ada. Kita masih tetap komitmen kok. Tapi, kita lihat skala prioritas untuk melihat keuangan negara, dan biaya listrik kita," kata Bahlil.

Sehingga, ia masih mempertimbangkan pemakaian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Lantaran secara harga jauh lebih murah dibanding pemakaian EBT, dengan selisih Rp 5-6 triliun per 1 GW setiap tahunnya.

"Jadi Rp 5-6 triliun ini siapa yang mau nanggung? Negara? Subsidi lagi. Atau rakyat? Membebani rakyat. Saya kan harus berpikir mendahulukan kepentingan rakyat dong," sebut dia.

"Wong Amerika aja keluar dari Paris Agreement. Masa kita harus dipaksa-paksa terus," Bahlil menegaskan.

Blending dengan Energi Terbarukan

Hanya saja, Bahlil bilang, bukan berarti Indonesia bakal meninggalkan tren pemakaian EBT. Ia berpikir agar Indonesia bisa menggunakan batu bara bersih untuk sumber kelistrikan.

"Tapi kita setuju loh untuk memakai energi baru terbarukan. Dengan cara tetap PLTU, tapi kita blending dengan gas, kemudian matahari. Atau, kita sedang mendesain untuk menangkap carbon capture-nya. Sehingga batu bara ini batu bara bersih," urainya.

Ke depan, ia pun tidak melupakan komitmen untuk memensiunkan PLTU batu bara. "Pensiun dini pasti ada waktunya untuk pensiun. Sekarang kan 600 MW yang kita lakukan di Cirebon," pungkas Bahlil.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya