Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah menguat pada pembukaan perdagangan Jumat, 21 Februari 2025. Rupiah perkasa hingga 52 poin atau 0,32 persen menjadi 16.286 per dolar AS dari sebelumnya 16.338 per dolar AS.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan penguatan nilai tukar atau kurs rupiah dipengaruhi pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai kemungkinan mencapai kesepakatan perdagangan dengan Tiongkok.
Advertisement
Baca Juga
“Pelemahan rupiah terpangkas setelah Trump menyatakan pihaknya terbuka terhadap perjanjian dagang baru dengan China. Pernyataan tersebut memicu ekspektasi meredanya perang dagang antara AS dan China yang pada gilirannya mendorong apresiasi mata uang Asia,” ujarnya dikutip dari Antara, Jumat (21/2/2025).
Advertisement
Selain itu, depresiasi dolar AS yang membuat mata uang Asia, termasuk rupiah menguat karena pernyataan Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, yang memperkirakan bahwa pihaknya bakal memangkas suku bunga kebijakan dua kali pada 2025, kendati masih ada ketidakpastian.
“Pernyataannya meningkatkan kemungkinan Fed untuk memangkas suku bunga kebijakan lebih dari sekali tahun ini,” katanya.
Melihat faktor domestik, defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) menyempit menjadi -0,32 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari 0,56 persen dari PDB pada kuartal IV-2024, sementara CAD pada 2024 melebar dari -0,15 persen dari PDB menjadi -0,63 persen dari PDB.
“Melebarnya CAD disebabkan oleh normalisasi harga komoditas global, yang diikuti oleh pemulihan permintaan domestik,” tutur Josua.
Rupiah Ambles Lagi di 20 Februari 2025, Tembus Rp 16.300
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada Kamis, 20 Februari 2025. Rupiah ditutup melemah 13 poin terhadap Dolar AS (USD), setelah sebelumnya sempat melemah 30 poin di level Rp 16.338 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.325.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.290 - Rp16.340,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Kamis (20/2/2025).
Beberapa waktu lalu, Presiden AS Donald Trump mengatakan tarif 25% yang direncanakan untuk mobil, farmasi, dan semikonduktor akan diberlakukan dalam beberapa bulan mendatang.
Dia juga menyebut potensi tarif 25% untuk semua impor kayu ke AS.
“Komentar Trump meningkatkan kekhawatiran bahwa kenaikan tarif AS akan mengganggu perdagangan global dan memicu perang dagang baru antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia,” Ibrahim menyoroti. Seperti diketahui, Trump sebelumnya mengatakan akan memberlakukan tarif timbal balik pada mitra dagang utama.
Namun, Presiden AS itu juga mengatakan bahwa kesepakatan dagang dengan China mungkin saja terjadi, meskipun ia baru-baru ini memberlakukan tarif 10% terhadap negara tersebut, yang memicu kemarahan dan pembalasan dari Beijing.
Sementara itu, The Fed merilis risalah pada 28-29 Januari 2025 yang menunjukkan sikap hati-hati di antara para pejabat, karena potensi tekanan inflasi yang timbul dari kebijakan perdagangan dan imigrasi AS baru-baru ini.
“Diskusi tersebut menyoroti kekhawatiran bahwa tarif yang diusulkan Trump dapat mengganggu rantai pasokan global, yang menyebabkan peningkatan biaya dan inflasi yang tinggi. Ketidakjelasan seputar rencana Trump telah meningkatkan keraguan mereka untuk menerapkan pemotongan suku bunga pada tahun 2025,” papar Ibrahim.
Sementara itu, di Timur Tengah, Israel dan Hamas akan memulai negosiasi tidak langsung pada tahap kedua kesepakatan gencatan senjata Gaza, yang dapat membebani harga minyak dengan mengurangi risiko gangguan pasokan lebih lanjut.
Advertisement
Neraca Pembayaran Indonesia Meningkat di Kuartal IV 2025
Indonesia mencatat peningkatan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal IV 2024 dibandingkan kuartal III 2024.
Bank Indonesia (BI) mencatat, NPI pada kuartal IV 2024 mencatat surplus sebesar USD 7,9 miliar.
Angka tersebut menandai peningkatan dibandingkan dengan surplus kuartal sebelumnya sebesar USD 5,9 miliar. NPI keseluruhan 2024 mencatat surplus sebesar USD 7,2 miliar, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencatat surplus sebesar USD 6,3 miliar.
Adapun kenaikan surplus tersebut terutama didorong oleh kinerja transaksi modal dan finansial yang lebih baik. Secara keseluruhan tahun 2024, perkembangan NPI menunjukkan ketahanan sektor eksternal yang tetap kuat, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih berlanjut.
