Liputan6.com, Jakarta - Kejaksanaan Agung (Kejagung) menetapkan sejumlah pejabat di salah satu BUMN energi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Usai penetapan oleh Kejagung, posisi pejabat tersebut digantikan sementara.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menuturkan bahwa ada sistem yang berlaku dalam perusahaan. Dimana akan ditunjuk pejabat pelaksana tugas jika orang terkait sedang berhalangan. Hal tersebut berlaku juga jika pejabat tertentu tersandung proses hukum.
Advertisement
Baca Juga
"Sambil menunggu putusan resmi, sesuai prosedur, jika ada pejabat tidak berada di tempat, maka akan ditunjuk pelaksana tugas harian (PTH)," kata Fadjar kepada Liputan6.com, Selasa (25/2/2025).
Advertisement
Kendati begitu, dia belum mengungkap siapa sosok yang ditunjuk sebagai pelaksana harian di subholding Pertamina terkait kasus hukum Kejagung ini.
Fadjar juga memastikan Pertamina akan mengikuti proses hukum yang berlaku. Perusahaan juga menjalankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) dalam aspek keputusan bisnisnya.
Informasi, ada 4 pejabat Pertamina yang ditetapkan sebagai tersangka. Diantaranya, RS selaku selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga; SDS selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional; YF selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping; dan AP selaku Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina
Kejagung Tetapkan 7 Tersangka
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tujuh tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Salah satunya RS selaku Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga.
“Berdasarkan alat bukti tersebut, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).
Secara rinci, ketujuh tersangka adalah RS selaku Dirut PT PPN, SDS selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT KPI, YF selaku Dirut PT PIS, dan AP selaku Vice President Feedstock Manajemen PT KPI.
Kemudian, MKAN selaku Beneficial Owner PT NK, DW selaku Komisaris PT NK sekaligus Komisaris PT JM, dan YRJ selaku Komisaris PT JM sekaligus Dirut PT OTM.
Advertisement
Usut Dugaan Korupsi
Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengulas posisi kasus secara singkat, bahwa pada tahun 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
“Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS swasta diwajibkan untuk menawarkan minyak bagian KKKS swasta kepada PT Pertamina,” tutur Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (10/2/2025).
Menurut Harli, jika penawaran KKKS swasta ditolak oleh Pertamina, maka situasi tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor.
“Bahwa dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan Pertamina, dalam hal ini ISC dan atau PT KPI berusaha untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara. Jadi, mulai di situ nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya ya,” jelas dia.
Justru Impor
Harli mengatakan, saat itu terjadi ekspor Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) dengan alasan saat pandemi Covid-19 terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang.
“Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang. Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah di kilang harus digantikan dengan minyak mentah impor, yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” Harli menandaskan.
Advertisement
