PT Pertamina (Persero) mengungkapkan minyak mentah hasil pencurian yang terjadi di Sumatera Selatan (Sumsel), tepatnya di pipa jalur Tempino menuju kilang minyak Plaju biasanya langsung dijual dalam bentuk minyak mentah, bahkan diolah kembali menjadi bahan bakar jenis premium.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengatakan, minyak mentah tersebut dipasarkan ke berbagai industri yang bisa digunakan sebagai bahan bakar.
"Bisa jadi bahan bakar industri karena minyak mentah yang dihasilkan dari lapangan Bentayan punya kualitas ringan dan bagus," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Senin (29/7/2013).
Bahkan, lanjut Ali, tak jarang minyak mentah tersebut dijual ke negara lain melalui jalur laut. Namun dia tak menyebut negara mana saja yang menikmati minyak Pertamina dari hasil pencurian itu.
"Ya kalau sudah dilepas lewat laut, bisa lari ke mana-mana. Karena dulu juga pernah ada penyelundupan minyak kualitas bagus dari Bakauheni (Lampung) mau menyeberang ke Pulau Jawa, tapi berhasil digagalkan," ujarnya.
Lebih jauh Ali menjelaskan, minyak curian juga bisa kembali diolah menjadi premium di tempat penyulingan tradisional yang banyak terdapat di daerah Sumsel.
"Tapi hasil penyulingan tradisional sangat merugikan masyarakat karena RON bisa jauh di bawah yang disyaratkan," imbuhnya.
Dia menceritakan bahwa, maraknya kejadian pencurian minyak mentah di Sumsel sudah terjadi sejak 2-3 tahun lalu. "Tepatnya saat harga minyak mentah melonjak sekitar US$ 100 per barel," kata dia.
Ironisnya, pencurian minyak di Sumsel semakin terang-terangan dengan menggunakan cara 'kreatif' hingga melawan aparat keamanan setempat. Modus pencurian minyak di Sumsel saat ini bukan lagi melubangi pipa, tapi sudah gali sumur atau gua sehingga bisa langsung menyedot minyak.
"Kalau marak penjarahan seperti ini, kami minta Peraturan Daerah (Perda) dicabut," tegas Ali.
Sebelumnya Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini menduga, maraknya kilang rakyat disebabkan adanya Perda yang dikeluarkan Gubernur Sumsel yang menyatakan masyarakat boleh mengelola kilang rakyat. Padahal, perda ini tidak ada Undang-Undang (UU) sebagai dasar aturan. (Fik/Ndw)
Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir mengatakan, minyak mentah tersebut dipasarkan ke berbagai industri yang bisa digunakan sebagai bahan bakar.
"Bisa jadi bahan bakar industri karena minyak mentah yang dihasilkan dari lapangan Bentayan punya kualitas ringan dan bagus," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Senin (29/7/2013).
Bahkan, lanjut Ali, tak jarang minyak mentah tersebut dijual ke negara lain melalui jalur laut. Namun dia tak menyebut negara mana saja yang menikmati minyak Pertamina dari hasil pencurian itu.
"Ya kalau sudah dilepas lewat laut, bisa lari ke mana-mana. Karena dulu juga pernah ada penyelundupan minyak kualitas bagus dari Bakauheni (Lampung) mau menyeberang ke Pulau Jawa, tapi berhasil digagalkan," ujarnya.
Lebih jauh Ali menjelaskan, minyak curian juga bisa kembali diolah menjadi premium di tempat penyulingan tradisional yang banyak terdapat di daerah Sumsel.
"Tapi hasil penyulingan tradisional sangat merugikan masyarakat karena RON bisa jauh di bawah yang disyaratkan," imbuhnya.
Dia menceritakan bahwa, maraknya kejadian pencurian minyak mentah di Sumsel sudah terjadi sejak 2-3 tahun lalu. "Tepatnya saat harga minyak mentah melonjak sekitar US$ 100 per barel," kata dia.
Ironisnya, pencurian minyak di Sumsel semakin terang-terangan dengan menggunakan cara 'kreatif' hingga melawan aparat keamanan setempat. Modus pencurian minyak di Sumsel saat ini bukan lagi melubangi pipa, tapi sudah gali sumur atau gua sehingga bisa langsung menyedot minyak.
"Kalau marak penjarahan seperti ini, kami minta Peraturan Daerah (Perda) dicabut," tegas Ali.
Sebelumnya Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini menduga, maraknya kilang rakyat disebabkan adanya Perda yang dikeluarkan Gubernur Sumsel yang menyatakan masyarakat boleh mengelola kilang rakyat. Padahal, perda ini tidak ada Undang-Undang (UU) sebagai dasar aturan. (Fik/Ndw)