RI dan India Dihantam Defisit, China Nikmati Surplus Perdagangan

Di tengah kacaunya ekonomi di Asia, surplus perdagangan China pada Agustus justru berhasil menembus level tertingginya sepanjang tahun ini.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 09 Sep 2013, 18:25 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2013, 18:25 WIB
neraca-dagang-defisit-130902b.jpg
Belakangan ini negara-negara berkembang Asia khususnya Indonesia dan India menghadapi situasi ekonomi yang sulit akibat banyaknya dana asing yang ditarik ke luar negeri. Selain itu, Indonesia saat ini masih harus bergulat mengatasi defisit neraca perdagangan yang menembus US$ 2,31 miliar.

Namun di tengah kacaunya ekonomi di Asia, surplus perdagangan China pada Agustus justru berhasil menembus level tertingginya sepanjang tahun ini. Peningkatan tersebut sekaligus menjadi tanda kuatnya ekonomi China yang terhindar dari kemerosotan nilai tukar mata uang dan pasar saham yang terjadi di banyak negara berkembang lainnya

Seperti dilansir dari New York Times, Senin (9/9/2013), General Administration of Customs di Beijing mengumumkan surplus neraca perdaganan China mencapai US$ 28,52 miliar bulan lalu, dan merupakan level tertinggi sejak akhir Desember.

Mengingat banyaknya mata uang dari seluruh negara dunia yang digunakan untuk membeli produk China, Bank Sentral China menaikkan 0,1% nilai tukar renminbi terhadap dolar.

"Turbulensi pasar di negara-negara berkembang, khususnya di India dan Indonesia telah membuat renminbi sangat stabil," ujar Pimpinan Ekonom Banking Group Liu Li-Gang yang berbasis di Selandia Baru dan Australia dalam laporannya mengenai pergerakan mata uang China.

Meskipun penguatan renmimbi bulan lalu terhitung kecil, tapi masih jauh berbeda dengan kemerosotan yang terjadi di kebanyakan negara berkembang lainnya. Kemerosotan tersebur dipicu kepanikan para investor menghadapi persiapan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) mengurangi laju pembelian obligasinya yang akan diputuskan 18 September mendatang.

Aksi The Fed tersebut dapat menyebabkan nilai suku bunga AS naik lebih tinggi, membuat investasi di sana lebih menarik, dan mengurangi ketertarikan para investor ke negara-negara berkembang.

Saat ini banyak negara berkembang yang sangat membutuhkan investasi asing guna mengatasi defisit perdagangannya. Sebut saja India, defisit perdagangannya menembus level US$ 108,73 miliar dalam tujuh bulan pertama tahun ini. Selain itu, India masih menjadi negara dengan kemerosotan nilai tukar mata uang terparah di Asia.

Sementara itu, ekspor China ke Asia Tenggara, Korea Selatan dan Taiwan semakin kuat bulan lalu. Namun bukan hanya ekspor yang menyebabkan peningkatan surplus di China, tapi juga sejumlah impor bahan baku yang kemudian di olah dan diekspor kembali ke luar negeri.

Meningkatnya impor barang-barang olahan mencerminkan langkah besar yang diambil banyak perusahaan multinasional untuk mengalihkan banyak pasokan barangnya ke China.

Tak hanya itu, pertumbuhan sejumlah pabrik ekspor dengan biaya rendah di China seperti di sektor garmen, mainan dan furnitur juga banyak berkembang di negara lain seperti Bangladesh, Kamboja dan Vietnam. (Sis/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya