Konsumsi plastik nasional masih jauh ketinggalan jika dibandingkan negraa tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Saat ini, konsumsi plastik tahunan di Tanah Air masih sekitar 10 kilogram (kg) per kapita, sementara di tiga negara tersebut sudah di atas 40 kg per kapita.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan, potensi konsumsi produk plastik di Indonesia masih cukup besar dan ini merupakan peluang bagi para produsen plastik.
"Permintaan plastik ini utamanya didorong oleh pertumbuhan industri makanan dan minuman dan FMCG (fast moving consumer good) sebesar 60%," ujarnya di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2013).
Saat ini sendiri, ada sekitar 892 industri kemasan plastik yang menghasilkan rigid packaging, flexible packaging thermoforming dan extrusion yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia.
"Ini dengan kapasitas terpasang sekitar 2,35 juta ton per tahun dan utilisasi sebesar 70% sehingga produksi rata-rata sebesar 1,65 juta ton," lanjutnya.
Meski saat ini struktur industri plastik nasional cukup lengkap dari hulu ke hilir, namun Hidayat mengakui, masih ada tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri tersebut, antara lain terbataskan kapasitas produksi akibat sebagian besar bahan bakunya seperti polipropilen dan polietilena yang masih diimpor, kurangnya kapasitas oil refinery yang menghasilkan bahan baku naphta dan kondensat untuk bahan baku industri petrokimia hulu.
Maka dari itu, menurut Hidayat, pemerintah akan mendorong pengembangan industri oil refinery agar terintergrasi dengan industri petrokimia dengan memberikan insentif seperti tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk untuk barang modal dan mendorong pengembangan SDM.
"Ini memiliki potensi pasar yang sangat prospektif baik didalam maupun luar negeri, karena selain untuk perabot rumah tangga, kan ini juga banyak digunakan untuk kemasan barang-barang kebutuhan konsumen," tandasnya. (Dny/Ndw)
Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan, potensi konsumsi produk plastik di Indonesia masih cukup besar dan ini merupakan peluang bagi para produsen plastik.
"Permintaan plastik ini utamanya didorong oleh pertumbuhan industri makanan dan minuman dan FMCG (fast moving consumer good) sebesar 60%," ujarnya di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2013).
Saat ini sendiri, ada sekitar 892 industri kemasan plastik yang menghasilkan rigid packaging, flexible packaging thermoforming dan extrusion yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia.
"Ini dengan kapasitas terpasang sekitar 2,35 juta ton per tahun dan utilisasi sebesar 70% sehingga produksi rata-rata sebesar 1,65 juta ton," lanjutnya.
Meski saat ini struktur industri plastik nasional cukup lengkap dari hulu ke hilir, namun Hidayat mengakui, masih ada tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri tersebut, antara lain terbataskan kapasitas produksi akibat sebagian besar bahan bakunya seperti polipropilen dan polietilena yang masih diimpor, kurangnya kapasitas oil refinery yang menghasilkan bahan baku naphta dan kondensat untuk bahan baku industri petrokimia hulu.
Maka dari itu, menurut Hidayat, pemerintah akan mendorong pengembangan industri oil refinery agar terintergrasi dengan industri petrokimia dengan memberikan insentif seperti tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk untuk barang modal dan mendorong pengembangan SDM.
"Ini memiliki potensi pasar yang sangat prospektif baik didalam maupun luar negeri, karena selain untuk perabot rumah tangga, kan ini juga banyak digunakan untuk kemasan barang-barang kebutuhan konsumen," tandasnya. (Dny/Ndw)