Direktorat Jenderal Bea Cukai mendapatkan kemudahan dalam melakukan pengawasan terhadap barang-barang hasil impor maupun ekspor dari paket kebijakan lanjutan yang dikeluarkan pemerintah.
Kemudahan itu khususnya ditopang akibat adanya Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yang kegiatan impor dan ekspor dilakukan secara berhubungan dan berkelanjutan.
"KITE, kembali istilahnya adalah kemudahan Impor tujuan ekspor, perusahaannya adalah perusahaan yang mengimpor bahan baku atau bahan penolong untuk diproses dan hasilnya untuk di ekspor, jadi dua proses ini menjadi satu. Untuk itu di bea cukai relatif lebih mudah untuk mengawasi impor dan ekspor ini kalau prosesnya menjadi satu," ujar Dirjen Bea Cukai, Agung Kuswandono di Gedung Kementrian Keuangan, Jakarta, Senin (9/12/2013).
Agung menambahkan, dengan adanya KITE yang baru ini nantinya akan meningkatkan jumlah eksportir yang terdaftar dalam program KITE yang saat ini masih sangat minim.
Kemudahan lain yang didapat bea cukai dengan adanya penyempurnaan KITE yaitu terkait dokumentasi yang selama ini dikenal begitu rumit dan memiliki halaman berlapis-lapis.
"Saat ini ada 346 perusahaan yang terdaftar yang mengikuti program KITE. Ini kita akan memberikan fasilitas yang bagus supaya perusahaan ini menjalankan ekspornya dengan baik tidak terganggu oleh proses administrasi yang tidak perlu," tutur Agung.
Sekadar informasi, pemerintah hari ini mengumumkan paket kebijakan jilid II yang diharapkan akan mampu mengurangi ketergantungan barang-barang impor dan juga akan meningkatkan jumlah dan nilai ekspor demi mengurangi defisit neraca pembayaran Indonesia.
Paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terdapat dua item yaitu Paket Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengenaan PPh Pasal 22 Atas Impor Barang Tertentu dan Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
KITE akan mulai diberlakukan oleh pemerintah pada 60 hari setelah KITE diundangkan. Sementara kalau PPH Impor akan mulai berlaku sejak 30 hari setelah diundangkan.
Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) mengenai kedua kebijakan tersebut saat ini sudah diselesaikan oleh Kementerian Keuangan dan sampai sekarang sudah berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk kemudian diundang-undangkan. (Yas/Ahm)
Kemudahan itu khususnya ditopang akibat adanya Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) yang kegiatan impor dan ekspor dilakukan secara berhubungan dan berkelanjutan.
"KITE, kembali istilahnya adalah kemudahan Impor tujuan ekspor, perusahaannya adalah perusahaan yang mengimpor bahan baku atau bahan penolong untuk diproses dan hasilnya untuk di ekspor, jadi dua proses ini menjadi satu. Untuk itu di bea cukai relatif lebih mudah untuk mengawasi impor dan ekspor ini kalau prosesnya menjadi satu," ujar Dirjen Bea Cukai, Agung Kuswandono di Gedung Kementrian Keuangan, Jakarta, Senin (9/12/2013).
Agung menambahkan, dengan adanya KITE yang baru ini nantinya akan meningkatkan jumlah eksportir yang terdaftar dalam program KITE yang saat ini masih sangat minim.
Kemudahan lain yang didapat bea cukai dengan adanya penyempurnaan KITE yaitu terkait dokumentasi yang selama ini dikenal begitu rumit dan memiliki halaman berlapis-lapis.
"Saat ini ada 346 perusahaan yang terdaftar yang mengikuti program KITE. Ini kita akan memberikan fasilitas yang bagus supaya perusahaan ini menjalankan ekspornya dengan baik tidak terganggu oleh proses administrasi yang tidak perlu," tutur Agung.
Sekadar informasi, pemerintah hari ini mengumumkan paket kebijakan jilid II yang diharapkan akan mampu mengurangi ketergantungan barang-barang impor dan juga akan meningkatkan jumlah dan nilai ekspor demi mengurangi defisit neraca pembayaran Indonesia.
Paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terdapat dua item yaitu Paket Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengenaan PPh Pasal 22 Atas Impor Barang Tertentu dan Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
KITE akan mulai diberlakukan oleh pemerintah pada 60 hari setelah KITE diundangkan. Sementara kalau PPH Impor akan mulai berlaku sejak 30 hari setelah diundangkan.
Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) mengenai kedua kebijakan tersebut saat ini sudah diselesaikan oleh Kementerian Keuangan dan sampai sekarang sudah berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk kemudian diundang-undangkan. (Yas/Ahm)