Paket Kebijakan Ekonomi Lanjutan Baru Terasa Enam Bulan

Paket kebijakan ekonomi lanjutan untuk mengurangi impor dinilai tidak akan mampu dijalankan maksimal oleh pemerintah.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Des 2013, 16:31 WIB
Diterbitkan 11 Des 2013, 16:31 WIB
impor-gula130430b.jpg
Lahirnya paket kebijakan lanjutan oleh pemerintah yang lebih mengatur mengenai upaya peningkatan ekspor dan mengurangi impor dinilai tidak akan mampu dijalankan secara maksimal oleh pemerintah.

Tidak optimalnya kinerja pemerintah dikarenakan kebijakan dikeluarkan menjelang pesta demokrasi Indonesia yang akan dilaksanakan pada 2014.

"Dengan adanya pemilu  otomatis pemerintah tidak benar-benar memberikan 100% optimal karena banyak menteri ekonomi yang memiliki agenda politik, itu harus di pahami," ungkap Chief Econom Bank Standard Chartered Fauzi Ichsan di Jakarta, Rabu (11/12/2013).

Mengomentari mengenai paket kebijakan jilid II pemerintah yang menurut agenda akan mulai diterapkan pada Januari 2014, Fauzi menilai efektifitasnya tidak akan dirasakan Indonesia dalam waktu dekat.

"Dampaknya akan terasa 6-9 bulan ke depan, efektivitasnya itu memakan waktu," jelasnya.

Fauzi menambahkan, sebenarnya kebijakan yang paling efektif untuk mengurangi defisit neraca pembayaran adalah dengan kembali menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Hal itu dikarenakan impor BBM saat ini masih tinggi dan konsumsi tak kunjung berkurang padahal pemerintah sudah menaikkan harga BBM subsidi beberapa waktu lalu.

Sayangnya kebijakan menaikkan kembali harga BBM bersubsidi tersebut dirasa tidak akan mungkin dilakukan pemerintah dikarenakan menghadapi tahun pemilu 2014.

"Sebetulnya kalau pemerintah mau menurunkan impor BBM ya naikkan harga BBM tapi itu tidak mungkin dilakukan di tahun pemilu," kata Fauzi.

Dari data terakhir Bank Indonesia (BI) mencatat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) masih mengalami defisit pada kuartal III 2013, sebesar US$ 2,6 miliar. Sementara untuk cadangan devisa (cadev) pada akhir November dalam posisi stabil.

Posisi Cadev terakhir berada di level US$ 96,96 miliar. Dibandingkan posisi sebelumnya, Cadev Indonesia terlihat hanya turun tipis US$ 36 juta dari posisi akhir Oktober di level US$ 96,99 miliar. (Yas/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya