Aksi Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino yang meminta 16 karyawannya mengundurkan diri dengan alasan sudah menyalahgunakan kepercayaan dan kehormatan perusahaan dinilai menyalahi aturan.
Opsi yang diberikan Lino kepada para karyawannya tersebut dinilai salah dan melanggar AD/ART perusahaan. "Secara mekanisme dan AD/ART perusahaan direksi adalah kewenangan dewan komisaris sebagai wakil pemerintah selaku pemegang saham. Jadi tidak boleh melaporkan ke Menteri BUMN ataupun Menteri Perhubungan," ungkap Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu kepada wartawan, Kamis (12/12/2013).
Menurut Didu, apa yang sudah dilakukan para petinggi perusahaannya itu lebih bersifat melanggar Good Corporate Governance (GCG), sehingga permasalahan tersebut lebih menjadi tanggung jawab korporasi.
Senada, Deputi Bidang Usaha Industri Primer Kementerian BUMN Muhamad Zamkhani menegaskan mekanisme pemberhentian Direksi adalah menjadi wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Meski Lino memutuskan pemberhentian kepada direksi secara sepihak, hal itu dinilainya merupakan tindakan yang tidak sah."Nggak sah, karena bukan kewenangan dia," kata Zamkhani.
Menanggapi pernyataan Lino yang sudah melaporkan ke Menteri BUMN Dahlan Iskan melalui pesan singkat tentang apa yang sudah dilakukannya terhadap 16 petinggi perusahaan, dia menilai itu tidak sesuai prosedur. "Nggak bisa kita proses hanya sms," tegasnya.
Lino memberikan pilihan kepada karyawannya untuk meninggalkan jabatan secara sukarela atau dilaporkan kepada Kementrian BUMN atau Kementrian Perhubungan.
Kedua kementrian tersebut dinilai Lino menjadi perwakilan pemerintah yang membawahi operasional Pelindo II terkait pengelolaan pelabuhan.(Yas/Nrm)
Opsi yang diberikan Lino kepada para karyawannya tersebut dinilai salah dan melanggar AD/ART perusahaan. "Secara mekanisme dan AD/ART perusahaan direksi adalah kewenangan dewan komisaris sebagai wakil pemerintah selaku pemegang saham. Jadi tidak boleh melaporkan ke Menteri BUMN ataupun Menteri Perhubungan," ungkap Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu kepada wartawan, Kamis (12/12/2013).
Menurut Didu, apa yang sudah dilakukan para petinggi perusahaannya itu lebih bersifat melanggar Good Corporate Governance (GCG), sehingga permasalahan tersebut lebih menjadi tanggung jawab korporasi.
Senada, Deputi Bidang Usaha Industri Primer Kementerian BUMN Muhamad Zamkhani menegaskan mekanisme pemberhentian Direksi adalah menjadi wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Meski Lino memutuskan pemberhentian kepada direksi secara sepihak, hal itu dinilainya merupakan tindakan yang tidak sah."Nggak sah, karena bukan kewenangan dia," kata Zamkhani.
Menanggapi pernyataan Lino yang sudah melaporkan ke Menteri BUMN Dahlan Iskan melalui pesan singkat tentang apa yang sudah dilakukannya terhadap 16 petinggi perusahaan, dia menilai itu tidak sesuai prosedur. "Nggak bisa kita proses hanya sms," tegasnya.
Lino memberikan pilihan kepada karyawannya untuk meninggalkan jabatan secara sukarela atau dilaporkan kepada Kementrian BUMN atau Kementrian Perhubungan.
Kedua kementrian tersebut dinilai Lino menjadi perwakilan pemerintah yang membawahi operasional Pelindo II terkait pengelolaan pelabuhan.(Yas/Nrm)