Liputan6.com, Timnas U-19 Indonesia harus menunda mimpi melangkah ke Piala Dunia U-20 tahun depan di Selandia Baru. Dua kekalahan di Piala Asia U-19 di babak penyisihan grup lebih dari cukup untuk mengeliminasi Indonesia dari Myanmar.
Beragam uji coba di dalam dan luar negeri termasuk menghadapi tim junior 4 klub papan atas La Liga tidak mampu membantu tim besutan Indra Sjafri itu untuk berbicara banyak di turnamen level Asia. Akar kegagalan Indonesia mulai mengerucut pada strategi sang pelatih yang dinilai 'itu-itu saja'. Hampir tidak ada variasi berarti dan bisa terbaca lawan.
Indra semestinya memiliki rencana cadangan. Pola 4-3-3 yang diterapkan pelatih cenderung kaku dan tidak fleksibel. Sebelumnya, sang pelatih telah berulang kali mengatakan, tidak akan mengubah pakem formasi karena faktor pemain dalam tim. Tapi hendaknya, bukan semata hanya mengikuti tipikal pemain sehingga pelatih mengacu hanya pada satu strategi. Pengembangan strategi tetap diperlukan.
Advertisement
Bekas pelatih PSP Padang itu seolah memaksakan pola tersebut ketika tampil di dua laga melawan Uzbekistan dan Australia. Padahal, di atas kertas kekuatan dua tim tersebut masih di atas Indonesia. Tidak salah, bila pelatih menyiapkan rencana 'B' menyesuaikan strategi dengan tipikal lawan yang dihadapi.
Pertandingan Belanda vs Kosta Rika di perempat final Piala Dunia 2014 bisa dijadikan contoh, seorang pelatih harus memiliki visi luas. Louis Van Gaal yang ketika itu masih menukangi Tim Oranje tiba-tiba menarik keluar kiper utama, Jasper Cillisen di menit akhir babak kedua extra-time. Van Gaal kemudian memasukkan Tim Krul melihat pertandingan bakal ditentukan dengan adu penalti.
Strategi misterius
Ada dua kemungkinan Van Gaal mengubah posisi kiper. Pertama, Kosta Rika sudah mengerti cara menaklukkan kiper milik Ajax Amsterdam itu. Kedua, Krul sudah dipersiapkan khusus menghadapi adu penalti. Strategi mengejutkan Van Gaal ternyata mampu membawa Belanda menang adu penalti dengan skor 4-3.
Strategi 'misterius' itu yang mutlak dimiliki Indra. Dengan tujuan, variasi strategi itu membuat permainan tidak mudah dibaca lawan. Pelatih kawakan, Mundari Karya yang ikut tampil di Piala Dunia U-20 pada 1979 mengatakan, kecemasan Indra mengantisipasi bola crossing ketika menghadapi Uzbekistan dan Australia tidak terbukti sama sekali."Justru, gol tercipta dari serangan balik," ucap Mundari ketika dihubungi Liputan6.com.
Bagi Mundari, perlakukan terhadap lawan tidak bisa disamakan. Menghadapi Uzbekistan dan Australia, sejatinya Indra menyiapkan dua strategi berbeda. Pola permainan yang sama dalam dua pertandingan cenderung mudah dibaca lawan.
"Indra seharusnya juga berhitung dengan lawan yang dihadapi. Mungkin, kalau yang dihadapi tim dari Asia Tenggara bisa diterapkan, tapi ketika melawan tim dari kawasan Asia tidak bisa dipukul rata. Butuh strategi penangkalnya. Tidak sekadar bermain keluar menyerang,"ucap mantan pelatih PSPS Pekanbaru itu.
Advertisement