Liputan6.com, Jakarta Atlet mixed martial arts (MMA) Indonesia, Abro “The Black Komodo” Fernandes, akan berhadapan dengan bintang India Gurdarshan “Saint Lion” Mangat, pada ajang ONE: Masters of Destiny. Ajang ini akan digelar di Axiata Arena di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat 12 Juli 2019 nanti.
Kemenangan Abro atas Mangat pada ajang ini, akan menasbihkan petarung kebanggan Indonesia ini sebagai pesaing kuat di kelas flyweight. Ia akan menambah catatan rekornya menjadi delapan kemenangan dari sembilan laga MMA profesional yang dijalaninya.
Advertisement
Baca Juga
Tetapi, hal ini lebih dari sekadar angka bagi Abro, yang merupakan tulang punggung keluarga dengan jumlah anggota tak kurang dari 13 orang. Kemenangan itu akan mendekatkan dirinya untuk meraih mimpinya menjadi juara dunia.
Atlet berusia 29 tahun ini juga bertekad mempersembahkan gelar ini demi mengangkat derajat dan ekonomi keluarganya. Abro adalah anak pertama dari sembilan bersaudara.
Orang tua Abro merupakan pasangan sederhana yang menggantungkan hidup dari bertani di Luro, Timor Leste.
Sebagai anak tertua, Abro ingin memberi akses pendidikan yang luas bagi adik-adiknya dan sebagai bentuk rasa terimakasih pada orang tua yang telah banyak berkorban demi perjalanan karirnya sebagai atlet MMA.
Keluarga Sederhana
Lahir di sebuah komunitas kecil, dimana mayoritas warganya bekerja sebagai petani, Abro bertumbuh dengan ekonomi yang cukup untuk kehidupan sehari-hari.
“Kami merupakan keluarga sederhana. Orang tua saya adalah petani beras dan jagung,” ujarnya. “Penghasilan orang tua hanya cukup untuk [kehidupan] sehari-sehari, karena kami di kampung tidak banyak kebutuhan, maka segala sesuatunya dicukupkan.”
Saat kecil, Abro sudah menggemari bela diri dan terinspirasi oleh idolanya Bruce Lee. Ia mulai belajar silat dan kempo saat ia berusia 10 tahun dan bertanding dalam sebuah turnamen di Dili, Timor Leste. Saat itu, Abro juga getol mempelajari tinju dan gulat, yang ternyata menjadi modal kuat dalam transisinya menjadi atlet MMA.
Abro pun merantau dari kampung halaman menuju Solo di Jawa Tengah pada tahun 2011 demi memperdalam teknik beladirinya. Disini, ia terdaftar di Universitas Tunas Pembangunan dan mengambil jurusan olah raga.
“Sebelumnya [warga Timor Leste] tahunya tinju saja. Atlet MMA belum ada. Jadi saya pergi ke Solo berlatih MMA,” tutur Abro.
“Orang tua saya mengorbankan semua yang mereka miliki untuk membekali saya dan membelikan tiket pesawat. Saya sadar bahwa orang tua akan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.”
Advertisement
Pengorbanan
Abro selalu teringat akan pengorbanan yang diberikan orang tuanya. Ia pun berharap suatu saat dapat membayarnya. Hal ini menjadi motivasi Abro dalam mengejar mimpinya.
Disinilah Abro pertama kali bertemu dengan Yohan “The Ice Man” Mulia Legowo, atlet MMA veteran asal Indonesia yang kini menjadi pelatih serta mentornya.
Pertemuan keduanya menjadi awal perjalanan Abro menjadi atlet MMA, sampai ia mampu unjuk gigi di ajang kelas dunia ONE Championship.
Saat itu, Yohan – pendiri sasana Han Fight Academy – mengunjungi kampus Abro sebagai dosen tamu. Ketika ada tantangan sparring, Abro menawarkan diri dan dianggap memiliki potensi.
“Sepertinya saat itu dia melihat kemauan saya untuk belajar dan mengajak saya untuk bergabung ke timnya. Setelahnya, saya memulai karir MMA profesional di tahun 2013,” tutur Abro.
Di Han Fight Academy, Abro pun menemukan tambatan hatinya yang juga merupakan seorang praktisi bela diri. Ia mengawali karir dengan mulus di dunia MMA tanah air, dimana dia menjadi juara kelas bantam nasional di sebuah turnamen lokal.
Saat itulah mimpi Abro untuk meningkatkan derajat keluarga mulai menjadi nyata.
Buka Toko
Abro kini mendirikan sebuah toko olahraga di kampung halamannya demi meningkatkan ekonomi keluarga, sekaligus memperkenalkan MMA kepada warga kampung halamannya.
“Saya ingin membantu ekonomi keluarga dan membuka jalan bagi adik-adik saya untuk sekolah dan menjalankan bisnis,” ungkap Abro.
“Saya sadar saya merupakan tulang punggung keluarga. Sekarang adik-adik saya bisa bersekolah dan dua diantaranya mulai menekuni bela diri. Sejak tahun 2017, kami juga mendirikan toko olah raga.”
Setelah berhasil menembus gelaran internasional, kini Abro bermimpi untuk dapat menginspirasi warga di kampung halamannya dalam meraih kesuksesan di berbagai bidang, termasuk bela diri.
“Saya juga telah mendirikan sasana kecil di kampung halaman, beberapa orang kini telah bergabung. Kita ingin menyelenggarakan sebuah turnamen. Karena hanya saya yang menjadi pelatih, seringnya mereka berlatih sendiri,” kata Abro.
“Mereka memang belum terasah tekniknya, tapi mereka punya fisik yang bagus.”
Advertisement