Liputan6.com, Jakarta Komite Olimpiade Internasional (IOC) Afghanistan mulai khawatir dengan nasib para atlet dan staf pelatih putri di negaranya menyusul keberhasilan Taliban mengambil alih kekuasaan. Kenangan kelam saat Taliban memerintah pada tahun 1996-2001 masih terus menghantui mereka hingga saat ini.
Saat itu, Taliban sangat membatasi ruang gerak wanita. Mereka dilarang bekerja dan sekolah. Wanita wajib mengenakan burqa dan hanya boleh keluar bersama suami atau anggota keluarga laki-laki.Â
Baca Juga
Belum lama ini, Taliban kembali mengambil alih kekuasaan di Afghanistan. Dalam waktu singkat mereka berhasil menguasai sejumlah wilayah penting, termasuk ibu kota negara Kabul.Â
Advertisement
Seperti dilansir dari berbagai media, Taliban berjanji untuk tidak mengutamakan kekerasan dalam menata pemerintahan baru. Sebaliknya, Taliban berjanji untuk membuka jalur dialog dengan pihak-pihak yang berseberangan. Selain itu, Tliban akan menghormati hak perempuan sesuai hukum Islam.
Â
Masih Khawatir
Meski demikian, Samira Ashgari, mantan kapten tim basket putri Afghanistan meragukannya. Dia khawatir dengan nasib atlet-atlet perempuan dan staf pelatih yang masih tinggal di Afghanistan.
Dia pun berharap bantuan Amerika Serikat untuk menyelamatkan mereka dari cengkraman Taliban.
Asghari yang juga anggota IOC Afghanistan, meminta agar Amerika Serikat segera turun tangan. Dia berharap negeri Paman Sam bersedia mengevakuasi seluruh atlet dan staf pelatih putri dari negaranya. Menurut Asghari, Amerika Serikat harus segera bertindak sebelum semuanya terlambat.Â
"Atlet putri Afghanistan, pelatih dan rombongannya membutuhkan bantuan Anda, kita harus mengeluarkan mereka dari tangan Taliban... Tolong lakukan sesuatu sebelum terlambat," cuit wanita berusia 27 tahun itu pada Rabu kemarin (18/8/2021). Dalam kicauan itu, dia menautkan akun federasi bola basket AS, Komite Olimpiade dan Paralimpiade AS dan duta besar AS untuk Afghanistan.
Â
Â
Advertisement
Hapus Identitas
Dilansir dari rte.ie, Asghari, yang telah memainkan beberapa peran dalam administrasi olahraga Afghanistan dan menjadi anggota IOC pertama di negaranya pada 2018, belum bersedia memberi penjelasan lebih jauh. Hanya saja, mantan kapten timnas wanita Afghanistan, Khalida Popal, sebelumnya juga telah menyerukan agar rekan-rekannya lebih berhati-hati di bawah rezim Taliban.
Lewat akun media sosialnya, Popal meminta rekan-rekannya untuk menghapus identitas mereka dengan menutup akun media sosial dan membakar perlengkapan yang dimiliki. Sementara sebelumnya, Komite Paralimpiade Afghanistan pada hari Senin lalu menyatakan bahwa dua atlet tidak akan dapat menghadiri Paralimpiade Tokyo, yang dimulai pada 24 Agustus 2021. Mereka tidak bisa bertolak ke Jepang akibat situasi yang sedang tidak menentu di negaranya pasca kembalinya Taliban.Â
Â