Studi Sebut Orang Lebih Percaya Hoaks Ketimbang Informasi Pemerintah soal Covid-19

Studi ini juga menyimpulkan orang-orang yang punya ikatan kuat pada media sosial kerap menerima informasi salah terkait virus corona covid-19.

oleh Adyaksa Vidi diperbarui 03 Agu 2020, 16:59 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2020, 16:16 WIB
Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)
Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi menarik soal hoaks virus corona covid-19 disampaikan peneliti dari McGill University di Montreal, Kanada. Dalam studinya mereka menyimpulkan banyak orang yang lebih percaya informasi palsu ketimbang pengumuman dari Pemerintah.

Studi ini mengumpulkan hampir 2500 postingan Twitter yang berhubungan dengan virus corona covid-19 dari 26 Maret 2020 hingga 6 April 2020 di Kanada. Selain itu mereka juga mengumpulkan data bahwa ada sembilan ribu artikel terkait covid-19 dari media berbahasa Inggris dalam periode yang sama.

Dari studi tersebut disimpulkan ada dua perbedaan besar terkait informasi berkualitas soal virus corona covid-19. Kebanyakan informasi palsu banyak beredar di Twitter, sementara informasi dari pemerintah banyak beredar di media tradisional.

Bahkan informasi pemerintah tersebut kebanyakan hanya untuk membenarkan informasi salah yang viral di media sosial. Studi ini juga menyimpulkan orang-orang yang punya ikatan kuat pada media sosial kerap menerima informasi salah terkait virus corona covid-19.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Komentar Peneliti

Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19. Kredit: Fernando Zhiminaicela via Pixabay

"Ada ancaman bahaya nyata jika kita tidak mengurangi informasi yang salah di media sosial terkait covid-19. Perlu upaya sosial besar agar perang melawan pandemi ini tidak sia-sia," ujar Taylor Owen, peneliti dari McGill University seperti dilansir Minnpost.

"Ada peningkatan drastis untuk informasi yang salah di media sosial. Dan ini menimbulkan risiko besar bagi kesehatan publik."

"Pemerintah atau platform media sosial harus meratakan kurva misinformasi ini. Kami berpikir di negara lain juga ada ancaman yang sama."

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya