Fakta-Fakta di Balik Hoaks soal Vaksin dan Covid-19, Jangan Sampai Percaya Lagi

Banyak hoaks yang beredar di media sosial mengenai vaksin dan covid-19 hingga dipercaya banyak orang.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 03 Feb 2021, 19:30 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2021, 19:30 WIB
FOTO: 6 Jenis Vaksin COVID-19 yang Ditetapkan Pemerintah Indonesia
Botol bertuliskan "Vaksin COVID-19" terlihat di sebelah logo Sinopharm, 23 November 2020. Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) telah menjamin vaksin COVID-19 buatan Sinopharm halal. (JOEL SAGET/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Vaksin dan covid-19 masih menjadi bahan perbincangan netizen di ruang digital. Bahkan, banyak hoaks yang beredar di media sosial mengenai vaksin dan covid-19.

Dalam artikel kali ini, Cek Fakta Liputan6.com akan memaparkan beberapa fakta di balik hoaks soal vaksin dan covid-19 yang beredar dalam 1 bulan terakhir.

1. Klaim Covid-19 Bukan Virus

Kendati covid-19 sudah berlangsung lebih dari setahun, masih ada segelintir orang yang percaya kalau penyakit ini bukanlah sebuah virus.

Faktanya: Disebutkan dalam situs WHO, Covid-19 disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Virus penyebab covid-19 berada dalam keluarga virus yang disebut Coronaviridae.

Masih dalam situs WHO, beberapa orang yang sudah terinfeksi covid-19 bisa menularkan virus ini ke orang lain. Namun, kebanyakan orang yang tertular covid-19 dengan gejala ringan atau sedang bisa sembuh dengan sendirinya.

"Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Virus baru dan penyakit yang disebabkannya ini tidak dikenal sebelum mulainya wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. Covid-19 ini sekarang menjadi sebuah pandemi yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia," tulis WHO.

2. Klaim Vaksin Tidak Kebal Melawan Virus

Ada netizen yang menyebut vaksin tidak kebal melawan virus. Bahkan, ada yang menyebut orang yang sudah divaksin bisa menularkan penyakit ke orang lain.

Faktanya: Klaim ini dibantah oleh Kepala Lab Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI, Wien Kusharyoto. Dia mengatakan, vaksin butuh waktu untuk bekerja.

"Ada yang beranggapan setelah divaksin, menjadi kebal. Artinya tidak mungkin terinfeksi virusnya. Padahal, seharusnya diperhatikan, kita harus menunggu hingga vaksinasi yang kedua."

"Setelah itu kita harus menunggu sekitar dua minggu, baru jumlah antibodi yang terbentuk dianggap memadai untuk menghindarkan seseorang dari terinfeksi atau dampak yang serius dari infeksi tersebut," kata Wien.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Klaim Lainnya

3. Klaim Virus yang Dilemahkan Bisa Hidup Lagi di dalam Vaksin

Sempat ramai di Facebook kalau virus yang dilemahkan dalam vaksin Sinovac bisa hidup lagi.

Faktanya: Kepala Lab Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI, Wien Kusharyoto memastikan klaim itu tidak benar.

"Jelas tidak. Biasanya yang digunakan untuk vaksin merupakan yang spesifik bisa menimbulkan respons kekebalan terhadap target dari virus atau bakteri. Misalnya, Sinovac, virus SARS-COV-2 yang awalnya diperbanyak menggunakan sel, lalu ada proses pemurnian hingga kontrol kualitas."

"Perusahaan-perusahaan ini harus menjamin dan memastikan kalau vaksinnya tidak aktif kembali. Vaksin-baksin (covid-19) lainnya tidak akan menimbulkan penyakit kembali," ucapnya menegaskan.

4. Klaim Vaksin Berisi Chip untuk Melacak Orang

Klaim ini ramai dibicarakan warga Facebook setelah program vaksinasi melawan covid-19 berjalan di Indonesia pada 13 Januari lalu. Beberapa netizen meyakini kalau vaksin berisi chip yang bisa melacak posisi seseorang.

Faktanya: Juru Bicara PT Bio Farma (Persero), Bambang Heriyanto memastikan informasi itu tidak benar.

"Itu hoaks. Di kita, kalau partikel saja tidak boleh ada (di vaksinnya), apalagi chip," ucap Bambang saat dihubungi Cek Fakta Liputan6.com.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan, ke depan, Bio Farma bakal memasang barcode dalam kemasan vaksin Sinovac. Barcode ini berfungsi sebagai identitas vaksin.

"Vaksin ini kan berjuta-juta, kita perlu barcode untuk mengetahui sudah sejauh mana proses distribusinya. Seperti nomor urut, identitas vaksin yang ke berapa, hanya sebatas itu. Barcode ini untuk melacak vaksin Sinovac, bukan posisi manusia ya," katanya.

 


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya