Riset Ungkap Masyarakat Indonesia Tidak Percaya Adanya Krisis Iklim

Center for Digital Society (CfDS) mengungkap riset bahwa ada sebagian masyarakat yang masih tidak percaya dengan adanya krisis iklim.

oleh Adyaksa Vidi diperbarui 23 Sep 2024, 09:03 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2024, 15:00 WIB
Aksi Unjuk Rasa Penghentian Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Ilustrasi krisis iklim. (Marco BELLO/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Center for Digital Society (CfDS) mengungkap riset bahwa ada sebagian masyarakat yang masih tidak percaya dengan adanya krisis iklim. Itu sebabnya strategi untuk memberantas misinformasi krisis iklim harus dilakukan sedini mungkin.

Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan berbagai kebijakan dan strategi untuk mengatasi krisis iklim. Sayangnya, masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menaruh perhatian pada isu ini. Bahkan muncul kelompok-kelompok penentang yang mempercayai konspirasi asal muasal dan penyebab krisis iklim.

Padahal dampak krisis iklim sudah mulai dirasakan di tengah masyarakat seperti kegagalan panen, kekeringan, kenaikan suhu bumi, dan masalah lainnya timbul akibat aktivitas manusia yang menghasilkan karbon secara terus menerus. 

"Riset dari CfDS itu menemukan 24,2% dari responden percaya bahwa krisis iklim itu buatan elite global. Mereka ini disebut climate change denier atau kelompok yang menolak mempercayai krisis iklim," ujar Dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Novi Kurnia dilansir laman UGM.ac.id.

Berdasarkan riset tersebut, 98 persen misinformasi ditemukan berasal dari media sosial. Jumlah ini terdiri dari bermacam-macam bentuk misinformasi, seperti konten hoaks, parodi, kesalahan konteks, sampai konten palsu.

Ditemukan 57,7% merupakan false connection atau kesalahan informasi terkait krisis iklim. Meskipun sebagian besar responden mampu memilah misinformasi krisis iklim, namun hanya 20 persen yang mampu menyangkal kembali segala bentuk misinformasi.

"Indonesia termasuk tinggi populasi yang tergolong climate change denier ini, karena mereka juga yang menyebarkan misinformasi. Mumpung pertumbuhannya masih belum banyak, justru harus segera dilawan," Novi menambahkan.

Menurutnya, persebaran informasi seputar krisis iklim memang belum populer di masyarakat, riset pun harus dilakukan dengan menganalisis informasi yang sudah terverifikasi sebagai hoaks oleh fact-checker. Tapi potensi persebaran misinformasi tentu akan meningkat jika publik mulai menaruh perhatian pada isu krisis iklim. 

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya