Kisah Cinta Lintas Samudera Ini Menginspirasi Banyak Orang

Desanya diserang oleh tentara, namun ia jatuh cinta pada salah satu tentara dan memilih ikut dengannya

oleh Sulung Lahitani diperbarui 18 Jun 2015, 12:03 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2015, 12:03 WIB
Kisah Cinta Lintas Samudera Ini Menginspirasi Banyak Orang
Desanya diserang oleh tentara, namun ia jatuh cinta pada salah satu tentara dan memilih ikut dengannya

Citizen6, Jakarta Wanita tua ini tak tahu nama aslinya, siapa orang tuanya, ataupun tentang tempat kelahirannya di Myanmar. Namun ia tahu satu hal, kisah cintanya abadi.

Ayesha Bibi kini berumur 90 tahun. Namun ingatannya masih lekat akan peristiwa yang terjadi di tahun 1940. Saat itu, Perang Dunia II tengah berkobar. Desanya di Myanmar menjadi medan perang tentara Jepang dan Inggris.

Orang tua Ayesha tewas akibat bombardir Jepang. Ketika itulah ia jatuh pada pandangan pertama dengan Sepoy Muzaffar Khan, seorang tentara dari India yang menjadi sekutu Inggris.

"Saat orang tuaku tewas akibat bom, aku tak punya siapa-siapa lagi. Aku berjalan ke barak dan meminta Muzaffar membawaku. Aku percaya padanya," ujar Ayesha dalam bahasa Punjab yang fasih sebagaimana dilansir dari news.com.au, Kamis (17/06/2015).

 Ayesha menunjukkan foto mendiang suaminya

"Aku menyukai Muzaffar. Kami berbicara dengan bahasa tarzan (simbol) karena aku tidak mengerti bahasanya."

Pada saat itu, pernikahan antara pasukan kolonial dan masyarakat dari kerajaan lain di Asia sangat jarang terjadi. Pensiunan Jenderal Abdul Majeed Malik yang kini menjabat sebagai menteri mengatakan kasus tersebut sangat tidak biasa.

"Saya tak pernah mendengar tentang pengantin yang datang ke sini dengan tentara setelah Perang Dunia II. Jika memang ada pengantin dari Myanmar yang tinggal di sini karena menikah dengan tentara India, saya harus mengatakan hal itu sangat langka."

Kisah cinta pasangan ini membentang lebih dari 70 tahun, bahkan setelah Myanmar merdeka dan Pakistan menjadi negara sendiri.

Kehidupan Ayesha

Saat tiba di Pakistan, Ayesha yang pemalu menghabiskan waktu untuk belajar bahasa serta agama suaminya. Ia juga membantu suaminya bertani.

"Muzaffar selalu ingin aku mati di tangannya. Ia tak mengkhianatiku, adalah kehendak Allah ia meninggal lebih dulu. Namun akan lebih baik jika aku mati sebelum dia," ia mendesah, menatap ke halaman bermandikan sinar matahari.

Muzaffar meninggal sebulan lau, meninggalkan wanita lintas samudera ini dengan penuh kesedihan. Karena mereka tidak punya anak, warisan kan dibagi antara keponakan Muzaffar setelah Ayesha meninggal.

Ayesha bersama keponakannya

Meski demikian, ia tak memiliki kekhawatiran tentang masa depan. Ia tak ingat sedikitpun tentang masa lalunya di Myanmar dulu. Kini ia hanya menunggu ajal menjemputnya.

"Aku sekarang akan mati dengan perintah Allah. Dadaku telah penuh oleh cinta Muzaffar. Tak ada lagi yang kuinginkan di dunia ini," tutupnya. (sul/kw)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya