Ahli: Individu Berisiko Alami Pembekuan Darah hingga 6 Bulan Setelah Terinfeksi Covid-19

Sebuah studi baru menemukan, orang berisiko mengalami pembekuan darah yang serius hingga enam bulan setelah terinfeksi Covid-19.

oleh Camelia diperbarui 11 Apr 2022, 12:04 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2022, 12:04 WIB
Ilustrasi isolasi mandiri, isoman, COVID-19
Ilustrasi isolasi mandiri, isoman, COVID-19. (Photo by Dylan Ferreira on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Risiko terjadinya deep vein thrombosis (DVT) atau pembekuan darah pada satu atau lebih pembuluh darah vena dalam dikatakan dapat meningkat secara signifikan selama tiga bulan setelah seseorang terinfeksi virus Corona, menurut para peneliti.

Selama enam bulan setelah terinfeksi, ada kemungkinan lebih besar untuk mengembangkan pembuluh darah yang tersumbat di paru-paru, yang disebut emboli paru, dan selama dua bulan orang berisiko lebih besar mengalami pendarahan.

Dilansir dari Sky News, Senin (11/4/2022), temuan yang diterbitkan dalam British Medical Journal, menunjukkan orang dengan masalah kesehatan mendasar paling berisiko, bersama dengan mereka yang memiliki gejala Covid-19 yang lebih parah.

Mereka juga menemukan risiko pembekuan darah menurun pada gelombang kedua dan ketiga pandemi. Para peneliti mengatakan ini bisa mencerminkan peran vaksin dan perawatan, terutama untuk orang tua, dalam mengurangi kemungkinan mereka menderita komplikasi.

Sebagai bagian dari penelitian, para ahli dari Universitas Umea di Swedia melihat data lebih dari satu juta orang di negara itu yang dites positif antara Februari 2020 dan Mei 2021. Ini kemudian dibandingkan dengan data lebih dari empat juta orang tanpa Covid-19.

Tim menganalisis risiko pembekuan darah pada periode setelah seseorang mengalami gejala, dibandingkan dengan jauh sebelum mereka dites positif dan lama setelah tanda-tanda virus menghilang.

Hasilnya, mereka menemukan peningkatan lima kali lipat dalam risiko DVT, 33 kali lipat peningkatan risiko emboli paru, dan hampir dua kali lipat peningkatan risiko perdarahan dalam 30 hari setelah infeksi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tingkat kasus Covid tertinggi yang pernah tercatat di Inggris

Ilustrasi penelitian vaksin Covid-19.  Prasesh Shiwakoti/Unsplash
Ilustrasi penelitian vaksin Covid-19. Prasesh Shiwakoti/Unsplash

Ini berarti DVT pertama terjadi pada 401 pasien dengan Covid-19 dan 267 pasien tanpa Covid-19 selama periode waktu ini. Sementara itu, emboli paru pertama terjadi pada 1.761 pasien dengan virus dan 171 tanpa Covid-19.

Sebanyak 1.002 pasien virus Corona mengalami pendarahan pertama, dibandingkan 1.292 yang tidak terinfeksi. Risiko berlanjut untuk sebagian besar pasien hingga periode enam bulan.

"Temuan kami bisa dibilang mendukung tromboprofilaksis (pengobatan pencegahan) untuk menghindari kejadian trombotik, terutama untuk pasien berisiko tinggi, dan memperkuat pentingnya vaksinasi terhadap Covid-19," tim menyimpulkan.

Itu terjadi ketika tingkat kasus Covid di Inggris mencapai level tertinggi sejak pandemi dimulai. Para ahli mengatakan dua varian Omicron, BA.1 dan BA.2, menyebabkan puncak kembar, satu di bulan Januari dan satu lagi di bulan Maret.

Mereka telah memperingatkan bahwa meningkatnya jumlah infeksi dapat menyebabkan peningkatan penerimaan dan kematian di rumah sakit. Angka pemerintah menunjukkan total 20.398 pasien berada di rumah sakit di seluruh Inggris pada hari Senin (4/4/2022) tingkat tertinggi dalam lebih dari 13 bulan.

Lebih dari setengah (56%) dirawat terutama karena sesuatu yang lain daripada virus Corona, naik dari sekitar seperempat pada musim panas dan musim gugur tahun lalu.

Omicron dikatakan miliki durasi infeksi lebih pendek dari Delta

Ilustrasi Omicron
Ilustrasi varian Covid-19 terbaru Omicron XE/ copyright pexels.com

Sebelumnya sebuah penelitian mengungkapkan individu yang terinfeksi varian Omicron cenderung memiliki gejala untuk periode yang lebih pendek, risiko yang lebih rendah untuk dirawat di rumah sakit, dan serangkaian gejala yang berbeda dari mereka yang terinfeksi Delta, menurut sebuah penelitian.

Ketika varian Omicron yang sangat mudah menular mulai mendominasi menjelang akhir tahun lalu, ternyata, selain lebih baik dalam menghindari respons kekebalan tubuh daripada Delta, ia juga menghasilkan penyakit yang tidak terlalu parah.

Sekarang sebuah penelitian besar tidak hanya mendukung temuan tersebut, tetapi laporan yang dikonfirmasi Omicron terkait dengan durasi penyakit yang lebih pendek dan kumpulan gejala yang berbeda.

Dilansir dari The Guardian, Jumat (8/4/2022), studi ini dilakukan hanya beberapa hari setelah National Health Service (NHS) menambahkan sembilan gejala lebih lanjut untuk Covid-19 ke daftar demam yang ada, batuk baru dan terus-menerus, dan kehilangan atau perubahan rasa atau bau.

Para peneliti menemukan orang-orang yang terinfeksi Covid-19 ketika Omicron merajalela, sekitar setengahnya cenderung melaporkan memiliki setidaknya satu dari tiga gejala terakhir dibandingkan mereka yang terinfeksi Covid-19 ketika Delta marak.

“Ini adalah pelajaran bahwa kita harus jauh lebih fleksibel dalam memikirkan apa itu virus dan bagaimana penyebarannya daripada sebelumnya, tentu saja di Inggris,” kata Prof Tim Spector, rekan penulis penelitian dari King's College London.

Dia menambahkan bahwa tim menunjukkan data kepada pemerintah sekitar lima bulan lalu yang menunjukkan sakit tenggorokan menggantikan hilangnya penciuman sebagai gejala.

Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya